KEBERUNTUNGAN MENURUT
PERSPEKTIF BUDDHIS DAN FILOSOFI CINA
Oleh
: Erica Winata Phenjaya
Telah
tercatat ribuan tahun yang lalu, bahwa di bumi ini memiliki banyak sekali ilmu
mistik yang menandai tiap-tiap siklus dengan symbol khusus, misalnya seperti
huruf hieroglip dan bentuk grafik, bisa pula dalam bentuk binatang-binatang
yang kita temui dikehidupan sehari-hari.
Sebenarnya telah berkembang selama ribuan tahun yang merupakan kebijakan
universal yang menjadi pedoman hidup bagi orang Cina untuk mencapai kebahagiaan,
sekaligus sebagai ilmu pengetahuan yang bersumber dari budaya, adat istiadat,
dan kepercayaan. Setiap orang yang lahir dalam penanggalan Cina maka orang
tersebut pasti memiliki shio dan itu dapat di lihat dari tahun kelahiran
seseorang, dengan mengetahui tahun kelahirannya maka kita dapat mengetahui apa shio dari orang tersebut.
Kebudayaan
Cina memiliki kebudayaan yang unik, mereka memiliki kebiasaan menghitung
keberuntungan dan meramal seseorang melalui tanggal lahir, jam lahir, hari
lahir dan tahun lahir. Di tengah era modern seperti ini, sungguh menarik
apabila kita masih sering meminta untuk diramal mengenai jodoh, karir, rumah
tangga dan kesehatan melalui hal-hal seperti itu. Bahkan tak jarang kita
temukan orang yang menggunakan shio untuk mencari saran sebelum membuka bisnis
atau menikah. Sesungguhnya, hal apa yang menentukan jodoh, karir, kesehatan
atau rumah tangga kita?
a. Keberuntungan
Menurut Filosofi Cina
Dalam kamus, seringkali keberuntungan
dan hoki diartikan sama, yaitu diartikan sebagai kemujuran atau nasib. Lalu
dalam kehidupan nyata, apakah kita dapat menganggap hoki dan keberuntungan itu
sebagai hal yang sama? Dari sumber lain, dituliskan bahwa hoki adalah perpaduan
keahlian dan kemauan yang disertai oleh kesempatan untuk menampilkan
keahliannya itu, perpaduan ketiga hal tersebutlah yang akan menciptakan hoki
pada diri seseorang. Berbeda dengan keberuntungan, keberuntungan tidaklah
memerlukan keahlian dan kesempatan untuk menunjukkan keahlian yang dimiliki,
namun tanpa keahlian orang tersebut mampu mendapatkan apa yang ia harapkan,
itulah keberuntungan. Namun untuk mendapatkan keberuntungan, seseorang juga
harus memiliki kesiapan untuk menerima kesempatan itu.
Banyak orang, khususnya orang Cina, menganggap bahwa
hoki, keberuntungan dan watak atau kepribadian kita ditentukan oleh astrologi
Cina yang dinamakan Shio. Jika kita lihat lebih lanjut, pengertian Shio adalah
zodiak Tionghoa yang memakai hewan-hewan untuk melambangkan tahun, bulan dan
waktu dalam astrologi Tionghoa. Shio adalah simbol hewan Cina yang mewakili dua
belas siklus tahunan. Mereka mewakili konsep siklus waktu, berbeda dengan
konsep waktu Barat yang diwakili oleh bintang-bintang. Menurut adat Cina
tradisional, metode penanggalan adalah berdasarkan siklus, siklus berarti
sesuatu terjadi berdasarkan siklus waktu. Metode rakyat yang populer adalah dimana
kita dapat melihat metode siklus ini dalam perekaman tahun ke dalam dua belas
tanda binatang. Setiap tahun di tandai dengan nama binatang atau shio sesuai
dengan siklus yang berputar, binatang-binatang yang tergabung dalam siklus ini
adalah : Tikus, Kerbau, Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet,
Ayam, Anjing dan Babi. Oleh karena itu, setiap dua belas tahun binatang atau
shio yang sama akan muncul. Selain penanggalan, shio juga difungsikan untuk
mengetahui usia seseorang. Dengan mengetahui shio seseorang, maka kita dapat
mengetahui tahun lahir seseorang, sebaliknya jika kita mengetahui tahun lahir
seseorang, kita juga dapat mengetahui shio dari orang tersebut.
Banyak
sekali orang yang meminta di ramal berdasarkan shio. Pertanyaannya, apakah
benar shio dapat dijadikan sebagai bahan untuk meramal kehidupan seseorang?
Setiap detik, lahir bayi-bayi di berbagai belahan dunia, tentu saja kita akan
menemukan orang yang memiliki shio yang sama, tanggal lahir, bulan lahir, dan
tahun lahir bahkan jam lahir yang sama, jika memang benar shio ini menentukan
kehidupan seseorang, apakah orang-orang yang lahir pada waktu yang sama itu
akan memiliki kehidupan yang sama?
Menurut
filosofi Cina, segala sesuatu perubahan dalam kehidupan manusia dan yang
terjadi di alam semesta bersumber dari hubungan antara energi positif dan
negatif yang sering kita dengar sebagai Yin dan Yang. Yin dianggap sebagai
energi negatif dan Yang dianggap sebagai energi positif. Yang atau positif
mengacu pada sifat-sifat seperti aktif, berinisiatif, logis, rasional, atau mandiri. Sedangkan Yin
atau negatif mengacu pada sifat pasif, penurut, pasrah, emosional atau saling tergantung.
Maka, untuk mempertahankan keharmonisan dan tatanan alam semesta, keseimbangan
Yin dan Yang harus dijaga.
Menghitung
Jodoh, Rezeki, dan Peruntungan menurut Shio adalah salah satu bidang ilmu
pengetahuan praktis Cina yang dapat dipraktikkan kepada siapa saja. Menurut
filosofis Cina, perhitungan menurut shio tidak dapat dikatakan sebagai
ramal-meramal karena hal tersebut juga dilakukan dengan perhitungan berdasarkan
pada situasi dan kondisi alam semesta. Selanjutnya, itu bisa diturunkan untuk
menghitung perjodohan antar-shio, karir, atau watak seseorang, selain
membutuhkan shio, juga harus dipadukan dengan jam lahir, bulan lahir dan teori lima unsur, yaitu : Logam, Kayu, Air,
Api, dan Tanah. Jadi setiap binatang dalam shio akan memiliki lima jenis unsur,
misalnya ada Ayam Logam, Ayam Kayu, Ayam Air, Ayam Api, dan Ayam Tanah. Jadi
meskipun punya shio yang sama, tapi jika unsur yang melingkupinya berbeda, akan
sifat-sifat yang dimiliki juga akan berbeda. Lalu apakah menghitung Shio bisa
membuat orang menjadi sukses atau mendapatkan jodoh yang tepat ? Tentu Shio
bukan sebagai penentu tapi sebagai penunjang.
b.
Keberuntungan & Watak Menurut Perspektif Buddhisme
Pertanyaan
kebanyakan orang tanyakan adalah apakah agama Buddha menerima atau menolak
astrologi Cina yang dikenal sebagai Shio. Tegasnya, Sang Buddha tidak membuat
pernyataan langsung mengenai hal ini karena seperti dalam banyak kasus lain,
Sang Buddha menyatakan bahwa diskusi mengenai hal-hal seperti ini tidak membawa
kemajuan spiritual. Buddhisme, tidak seperti beberapa agama lain, tidak
mengutuk astrologi dan orang-orang bebas untuk menggunakan pengetahuan yang
mereka bisa dapatkan dari itu untuk membuat hidup mereka lebih bermakna. Namun,
jika kita mempelajari ajaran Buddha dengan hati-hati , kita akan datang untuk
menerima bahwa pemahaman yang tepat dan cerdas astrologi dapat menjadi alat
yang berguna.
Astrologi
tidak dapat secara otomatis menyelesaikan semua masalah. Kita harus
menyelesaikannya sendiri, astrolog sama seperti seorang dokter yang bisa
mendiagnosa penyakit yang kita derita. Astrolog hanya mampu menunjukkan
beberapa aspek dari hidup dan karakter kita, dan selanjutnya adalah tugas kita
untuk menyesuaikan cara hidup kita. Tentu saja, tugas tersebut telah dibuat
lebih sederhana oleh astrolog dimana kita sudah diberitahu apa yang sedang kita
hadapi. Sayangnya, sebagian orang terlalu melekat pada astrologi dan setiap
mereka mimpi buruk, akan buka usaha atau terjadi sedikit saja hal yang aneh
dalam hidup mereka, mereka akan langsung lari ke astolog untuk diramal. Ingat ,
bahkan sekarang astrologi adalah ilmu yang sangat tidak sempurna dan bahkan
astrolog terbaik dapat membuat kesalahan yang cukup serius. Gunakan astrologi dengan
cerdas, seperti kita menggunakan alat yang akan membuat hidup kita lebih nyaman
dan lebih menyenangkan. Selain itu semua, berhati-hatilah peramal palsu yang
keluar untuk menipu, mereka bukan mengatakan yang benar , tapi apa yang ingin
kita dengar tetapi belum tentu benar.
Dalam
agama Buddha, keberuntungan atau kemalangan dianggap sebagai hal yang netral.
Sumber dari keberuntungan dan kemalangan adalah sama, yakni pikiran. Sesuatu
itu kita katakan kemalangan apabila harapan tidak sesuai dengan kenyataan,
bahkan walau kita sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk mendapatkan apa
yang kita inginkan, namun ternyata kita tidak mendapatkannya, maka itu akan
kita sebut sebagai kemalangan. Sebaliknya, jika kita mendapatkan apa yang kita
harapkan baik itu dengan mengerahkan usaha ataupun tidak, kita akan menyebutnya
sebagai keberuntungan. Dan perlu juga kita pahami bahwa penilaian setiap orang
mengenai kemalangan dan keberuntungan itu tidaklah sama, maka dikatakan agama
Buddha memandang kedua hal tersebut sebagai sesuatu yang netral.
Dalam pandangan agama Buddha, takdir dan keberuntungan merupakan
buah dan akibat perbuatan diri sendiri. Perbuatan kita dimasa lalu menentukan
kehidupan kita di masa sekarang dan perbuatan di masa sekarang menentukan
kehidupan kita di masa mendatang. Seperti yang tertulis dalam Tipitaka (Pâli)
terdapat pernyatan yang memperlihatkan keyakinan umat Buddha terhadap hukum
kamma. Pernyataan tersebut berbunyi :
"Yâdisam labhate bîjam tâdisam labhate
phalam. Kalyânakârî ca kalyânam pâpakârî ca pâpakam" (Sesuai dengan benih
yang telah ditabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Ia yang berbuat baik
akan menerima kebaikan, dan ia yang berbuat jahat akan menerima kejahatan. - Samyutta
Nikâya, 1.293)
Menurut
ajaran Buddha jalan kehidupan bukanlah sebuah harga mati yang tidak dapat
berubah, tetapi akan berubah secara alami jika buah karmanya telah siap dan
matang, karena pada dasarnya setiap makhluk mewarisi perbuatannya sendiri. Walau sudah banyak umat Buddhis yang mengerti
hal diatas, namun masih banyak umat awam
yang meyakini ilmu yang trumit, mistis serta takhayul sebagai ilmu yang ampuh
membawa keberuntungan dan kebahagiaan, agama Buddha memandangnya sebagai
pandangan salah (Miccha Ditthi). Adakah kita umat Buddhis juga berpandangan
salah seperti itu? Kita tahu bahwa ada sebagian orang yang memperoleh
ketenangan pikiran dari kepercayaan secara membabi buta terhadap ramalan Shio
mengenai jodoh, masa depan, kesehatan atau karir mereka, meskipun mungkin sifat
ketenangan itu hanya sementara saja, tetapi secara psikologis, ketenangan
pikiran memang dapat membantu kita untuk mengenali permasalahan yang sedang
kita hadapi, serta dari ketenangan juga akan muncul jawaban atas permasalahan
tersebut. Kalau kunci dari penyelesaian masalah ada pada ketenangan pikiran,
mengapa harus berputar jauh mempercayai ilmu ramalan, bukankah Sang Buddha sendiri
telah mengajarkan secara langsung metode pengendalian dan penenangan diri itu?
Sebagai
penutup, mari kita lihat kutipan Brahmajala Sutta berikut ini :
[ Maha Sila 26. Atau ia berkata : “Sementara
beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang
berbakti, namun mereka masih tetap mencari panghasilan dengan mata pencaharian
yang salah, yaitu dengan cara yang rendah sebagai berikut : menentukan hari
baik untuk perkawinan, menentukan hari baik bagi mempelai pria dan wanita untuk
pergi, menentukan hari baik untuk keharmonisan, ... Tetapi Samana Gotama tidak
melakukan hal-hal tersebut.” ]
Penentuan
hari baik yang dimaksud dalam Sutta itu akan dihubungkan dengan shio dalam
perhitungan ramalan Shio. Dengan kata lain, hari baik kita ditentukan oleh shio
kita. Sebagai umat Buddhis yang mengetahui dan mengerti Jalan Mulia Berunsur
Delapan, apakah perilaku kita sesuai dengan ajaran Buddha bila melakukan mata
pencaharian salah seperti tertulis di atas? Atau, bila umat Buddhis mempercayai
ramalan Shio secara takhayul dan membuta, berarti secara tidak langsung kita telah
membantu menciptakan mata pencaharian yang rendah, yang berarti kita jugalah
yang telah membantu menjerumuskan orang lain melakukan mata pencaharian rendah
tersebut. Maka dari itu, mari kita kembangkan dan lestarikan budaya Shio secara
ilmiah, bukan secara takhayul dan membuta. Jangan berharap keberuntungan datang
kepada kita atau akan diserahkan kepada kita dengan mudah tanpa upaya benar.
Jika kita ingin menuai panen, kita harus menabur benih dan haruslah biji yang
tepat. Ingat, Kesempatan mengetuk pintu, tetapi kesempatan itu tidak pernah
diberikan kunci untuk mendapatkan pintu masuk.
Daftar Pustaka / Referensi :
Be, Tan
I(2007). Menghitung Jodoh, Rezeki, dan
Peruntungan Menurut Shio. Jakata : Tangga Pustaka. ISBN: 979-9051-49-5
Buku
berbahasa Mandarin: Li Shu Bai Wen Bai Da (Seratus Tanya Jawab Seputar Ilmu
Penanggalan), editor: Tang Han Liang – Lin Shu Ying, Penerbit Jiangshu Kexue
Jishu – China, 1995
Artikel ini sudah memenangkan kategori "Penulisan dan Presentasi Artikel Ilmiah Buddhis" Tingkat Nasional tanggal 7 - 11 Oktober 2013 di Jakarta. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar