12 July 2014 – 13 July 2014
Yeay! Hari ini saya dan ke-empat
teman-teman saya akan mendaki Gunung Sibayak! Horay!
Ke-empat teman saya adalah Rudy,
Rudy adalah salah satu teman yang usianya sudah 40-tahunan namun jiwa dan
semangatnya masih 25-tahunan! Hahaha. Kedua adalah Vito! Vito sudah saya anggap
seperti adik saya sendiri, usia kami terpaut 2 tahun dan saya lebih tua 2 tahun
dari Vito. Vito adalah anak laki-laki yang sangat menyukai kegiatan alam dan
petualangan. Lalu ada Gunawan dan Hendra, mereka adalah teman-teman saya dan
Rudy.
Kami akan melakukan pendakian
gunung Sibayak pukul 02.00 dini hari pada 12 Juli 2014 dan akan turun gunung
keesokan harinya setelah sarapan bersama. Dalam rombongan yang berangkat
mendaki, saya adalah satu-satunya wanita yang ikut mendaki bersama mereka,
tentu ini bukan pendakian saya yang pertama, kali ini adalah pendakian ketiga
saya di gunung sibayak. Saya menyiapkan semua keperluan mendaki seperti ransel,
sandal gunung, jaket, kaos kaki, jas hujan, air minum, makanan ringan dan tak
lupa kamera untuk mengabadikan momen-momen indah ini.
Saya tidak keberatan untuk
mendaki, karena saya merasa ini adalah kegiatan yang menyenangkan dan
mengasyikan. Sedangkan bagi Gunawan ini adalah pendakian perdananya, Ia masih
belum terbiasa dengan track yang
disediakan oleh gunung Sibayak ini. Diantara kami berlima, Vito adalah salah
satu yang sudah belasan kali mendaki sibayak dan membawa rombongan yang ingin
mendaki. Walau ini adalah pendakian saya yang ketiga, namun saya tetap merasa
sedikit gugup dan tegang untuk menghadapi medan perang yang ada di kawasan
gunung Sibayak.
Saya di jemput pukul 22.30 malam
dan kami langsung menuju ke Brastagi Medan untuk melakukan pendakian. Sekitar
pukul 00.30 dini hari, kami mengisi energy kami dengan makan semangkuk mie
instan sambil tertawa dan ngobrol bersama. Sekitar pukul 01.00 dini hari, kami
langsung bergegas menuju Lau Si eEbuk-Debuk yang memiliki pemandian air panas
belerang alami yang sudah tersohor kemana-mana. Kami berangkat menuju meeting point sekitar 02.00 dini hari dan kami berfoto-foto
sejenak di bawah papan petunjuk yang ada disana sebelum melakukan pendakian,
tak lupa kami saling mengingatkan untuk berhati-hati dan bersikap sopan selama
pendakian serta melakukan doa bersama.
Oke! Pendakian di mulai! Kami
berlima berjalan menuju hutan dan sesekali tertawa selama pendakian. Angin di
sana terlihat sedikit berbeda, sepertinya dingin sekali dan sesekali angin
berhembus dengan kencangnya ditubuh kami. Suasana di hutan cukup gelap, namun
senter yang kami bawa menerangi seluruh jalan yang kami lalui dan dapat kami
lihat dengan jelas bahwa terjadi badai angin beberapa hari lalu yang
menyebabkan banyaknya pepohonan yang tumbang di dalam hutan dan membuat kami
sesekali harus merunduk, merangkak, melompat ataupun melangkahi pohon-pohon
tumbang tersebut. Hingga tiba di satu
persimpangan yang ditutupi banyak pohon tumbang, kami harus berhenti dan
menerka-nerka mana jalan yang benar untuk kami lalui, kami pun belok ke kanan,
namun guide kami malam itu, yaitu
Vito mengatakan bahwa itu adalah jalan yang salah. Maka Vito pun mencari jalan
dengan memeriksa beberapa jalan yang ada di dalam hutan tersebut, karena memang
banyak pohon tumbang yang menutupi jalan sehingga agak kesulitan untuk mencari
jalan tersebut. 15 menit kemudian Vito kembali dan mengarahkan kami menuju
jalan yang benar untuk bisa tiba di puncak gunung Sibayak.
Selama di hutan, beberapa kali
kami tertawa dan saling mengejek supaya perjalanan bisa lebih mengasyikan dan
tidak penuh ketakutan. Salah satu teman yang menjadi bahan tertawaan kami
adalah Gunawan, berhubung ini adalah pendakian pertamanya, maka wajahnya
diliputi sedikit ketegangan dan ia selalu berjalan paling akhir. Kami beberapa
kali berhenti untuk menungguinya, ia tidak terbiasa dengan kegiatan alam
seperti ini sehingga membuatnya melangkah agak lama, tidak secepat langkah
kami. 30 menit kemudian kami tiba di Pos 1 dan berhenti untuk duduk sejenak di
sana, saya mulai mengeluarkan beberapa cemilan untuk mengisi energy kami yang
telah sedikit terkuras sedari tadi. Setelah berhenti sekitar 10 menit, kami
kembali melanjutkan perjalanan dan kali ini jalan yang kami lewati lebih
menguras tenaga dibanding yang sebelumnya. Namun kami tetap menikmati
perjalanan tersebut hingga pada akhirnya kami tiba di Pos 2. Di Pos ke-2 kami
semakin bersemangat karena akan segera tiba di puncak sekitar 1 ,5 jam lagi.
Dari pos pertama menuju ke pos ke-2, memakan waktu hampir 1 jam, lagi-lagi
Gunawan sering kali ketinggalan dari rombongan. Beberapa kali saya memanggil
namanya di hutan untuk memastikan ia tidak tertinggal terlalu jauh, dan setelah
ia mendekat kami kembali melanjutkan perjalanan menuju pos ke-3. Di pos ke-3
ini kami berhenti sangat lama, sekitar 20 menit. Kami membicarakan hal-hal lucu
yang membuat kami tertawa terbahak-bahak. Setelah itu kami kembali melanjutkan
perjalanan menuju batu cadas yang akhirnya akan membawa kami ke puncak gunung
sibayak! Saya semakin bersemangat, namun tidak bagi Gunawan, langkah kaki nya
semakin berat dan tertinggal semakin jauh. Saya menjeritkan namanya beberapa kali
di dalam hutan dan suara saya cukup keras saat menjeritkan namanya. Hingga pada
suatu ketika, saya berkata, “ih, kok bau minyak
angin sih? Ko Rudy pake minyak, ya?
Mirip om-om!” Kata ku sembari tertawa kecil. Rudy pun langsung menanggapinya
dengan serius, “Diam-diam aja, yuk lanjut jalan”. Saya mengerti apa maksudnya,
maksud Rudy adalah ada makhluk lain yang tidak terlihat di sekitar kami. Saya
sedikit ke takutan dan kami membuka lagu-lagu Buddhis untuk menghilangkan
ketakutan kami.
Sesampainya di batu cadas, kami
mulai pendakian menuju puncak dan cuaca lebih dingin disana karena sudah tidak
ada lagi pepohonan yang bisa melindungi kami dari angin gunung tersebut. Saya
suka sekali bagian ini karena sangat-sangat mengasyikan dimana kami bisa
memanjat batu-batu dan melihat kota Brastagi dari sini. Langkah Gunawan melambat
dan Vito membantunya dengan membawakan tas ranselnya agar dapat berjalan lebih
cepat, namun itu tak membantu sama-sekali, jalannya tetap saja lambat dan kami
kedinginan menunggunya. Sekitar 1,5 jam di batu cadas, akhirnya kami tiba di
puncak, terlihat matahari mulai terbit dan indah sekali. KAMI TIBA DI PUNCAK
SIBAYAK! YESSS! WE DID IT!!!!
Kami akhirnya mulai duduk di
puncak gunung untuk menikmati indahnya pemandangan pagi itu. Angin di puncak
gunung semakin kencang saja dan membuat kami makin kedinginan. Kami mulai
mencari tempat yang strategis untuk memasak dan membuka terpal yang di bawa
oleh Vito. Kami duduk di bagian yang agak bawah dari puncak dan membuka terpal.
Kami sedikit kesulitan untuk membuat terpal itu terikat dengan baik karena
angin yang menghantam sangat kencang. Setelah perjuangan 20 menit akhirnya
terpal itu terpasang dengan baik dan kami bisa berlindung di bawah terpal
sembari memasak.
Apa yang kami bawa untuk sarapan
disana? Kami membawa ayam goreng KFC! Lebih tepatnya Vito yang membawanya tanpa
sepengetahuan saya! Wahhh, saya sangat senang! Walau sudah dingin, namun enak
sekali rasanya makanan itu! Sambil menikmati ayam goreng, saya memasak air
untuk menyeduh pop mie dan membuat teh. Setelah air mendidih, saya menuangkan
air itu kedalam gelas-gelas pop mie teman-teman dan kami menikmati pop mie itu
dengan gembira! Wuahhhhh!!! Enak
banget!!!! Namun sayangnya, kami belum merasakan cukup atas apa yang kami
makan, kami malah menggoreng nugget
diatas gunung! Seru, kan? Saya yang
menggoreng nugget-nugget itu dan kami
memakannya bersama, tak lupa kami mengambil foto-foto yang indah setelah
menikmati makanan tersebut. Kami berfoto-foto ria di puncak setelah selesai
membereskan semua perlengkapan perang kami! Waktu menunjukkan pukul 08.30 dan
sudah waktunya untuk turun gunung! Setelah kenyang, kami mulai bereskan seluruh
barang-barang kami dan memungut semua sampah yang kami buang, kami sangat
mencintai alam dan tidak ingin merusaknya dengan sampah-sampah yang dibuang
sembarangan.
Sesaat setelah membereskan
barang, teman kami Rudy, merasakan ada “panggilan alam” dari dalam perutnya.
Ya!!! Dia ingin buang air besar! Bisa di bayangkan bagaimana rasanya sakit
perut di puncak gunung yang tidak memiliki toilet? Rudy melakukan segala cara
untuk menahan rasa ingin buang air besarnya itu. Kata orang, dengan mengaitkan
kedua jempol, rasa ingin buang air besarnya bisa hilang, dan Rudy pun
melakukannya. Benar! Rasa ingin buang air besar itu hilang! Namun, terkadang
rasa itu bisa muncul kembali dan Rudy melakukan hal yang sama untuk
menghilangkannya, kami tertawa terbahak-bahak melihat aksi tersebut.
Setelah berfoto-foto, kami
memutuskan untuk turun gunung dengan jalur yang sama ketika kami naik. Ya! Kami
kembali turun melalui batu cadas dan hutan! Saat menuruni batu cadas, saya
merasa sangat ngeri sekali karena tidak ada pegangan dan saya langsung melihat
ke bawah, belum lagi angin yang sangat kencang yang hampir membuat saya
terjatuh. Fiuhhh….
Saat berada di batu cadas sana,
Rudy kembali merasakan isi perutnya sudah mengetuk-ngetuk pintu anus untuk
dikeluarkan, tanpa pikir panjang lagi, ia mengeluarkan rasa tak tertahankan itu
di balik batu cadas yang besar. Kami tertawa setengah mati, karena angin masih
sangat kencang disana, kami khawatir kotoran itu akan terbang di bawa angin!
Hahahaha.. Ini adalah pengalaman Rudy buang besar beratapkan langit! Lucu
sekali! Dari kejauhan Rudy berteriak bahwa kotorannya itu seperti kuah sate
padang, tawa kami semakin kencang saja! Hahahaha.. Gunawan juga masih ketinggalan
jauh di belakang, ia bergerak sangat pelan sekali. Kami terus turun hingga
menuju hutan dan menunggunya disana. 30 menit kemudian barulah kelihatan batang
hidung Gunawan, ia berkata bahwa celanannya bolong akibat menuruni batu cadas
dengan cara ngesot. Kami lagi-lagi
tertawa!
Gunawan selalu berada di bagian
paling belakang dari barisan kami. Ia berjalan sangat lama dan kami lihat
kakinya mulai gemetaran. Mata saya mulai mengantuk dan Vito yang terus-terusan
buang angin membuat kami terus tertawa sepanjang penurunan gunung tersebut! Proses
penurunan gunung kami lalui hampir 5 jam dan selama 5 jam itu kami terus
tertawa dan terus meledeki Gunawan. Rudy dan Hendra sudah jauh di depan,
mungkin sudah tiba di meeting point,
sedangkan saya dan Vito masih di dalam hutan menunggu Gunawan yang ketinggalan
jauh. Benar-benar melelahkan karena seharusnya kami bisa tiba bawah hanya
dengan perjalanan 2 jam, namun menjadi 4,5 jam karena menunggu Gunawan.
Seru sekali perjalanan kali ini,
walau melelahkan, namun seru tak terkira! Setelah turun gunung kami masih
merendam kaki di pemandian air panas lalu makan mie goreng bersama, di
perjalanan menuju Medan, kami berhenti untuk makan durian bersama! Inilah
perjalanan kami mendaki Sibayak. Seru sekali!
Saya masih menunggu saat-saat
lainnya untuk mendaki bersama! Love Nature and Love Adventure!!!
Proses Pendakian |
We Laugh All Day! |
Wait Gunawan |
Brother - Sister |
Meeting Point |
Ayam Goreng! |
Packing |
Selfie! |
Vito & Erica |
Rudy - Erica - Vito |
View jam 05.30 a.m |
Pasang Terpal |
Brother - Sister |
Our Guide - Vito |
Sunrise! AWESOME!!!! |
Anak Alam |
Nugget! |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar