Sahabat Baik,
Kamma Baik.
Oleh : Erica Winata
Phenjaya
Namo
Sanghyang Adibuddhaya,
Namo
Buddhaya.
Senang
sekali melihat kita semua dapat hadir disini untuk melakukan salah satu
perbuatan baik yaitu membahas Dhamma pada waktu yang sesuai. Ya! Tentu kita semua
adalah orang-orang terpilih pada minggu pagi yang berbahagia ini. Bagaimana
tidak, ketika kita dihadapkan dengan begitu banyak pilihan saat kita bangun
tidur tadi pagi, seperti kembali tidur lebih lama, jalan-jalan bersama para
sahabat, ataupun melakukan kegiatan favorit kita, tetapi kita semua malah
memilih untuk dating ke vihara dan membahas Dhamma. Bukankah ini sangat luar
biasa?
Perkenalkan,
nama saya Erica Winata Phenjaya. Pada minggu yang cerah dan bersama orang-orang
luar biasa ini, saya akan membawakan topik yang berjudul, “Sahabat Baik, Kamma
Baik”. Apakah kita semua memiliki teman?
Saya yakin kita semua memiliki teman, tetapi apakah teman yang sekarang
berhubungan dengan kita adalah sahabat yang baik? Di dunia ada banyak sekali manusia,
ada beberapa orang yang dekat dengan kita. Kita bergaul, menyukai mereka dan
berbagi kebahagiaan dengan mereka. Namun, dalam menjalin persahabatan atau
pergaulan di masyarakat kita juga membutuhkan ketelitian dan kewaspadaan dalam
bergaul. Kita hendaknya harus selalu
bergaul dengan orang yang bijaksana dan menghindari orang yang tidak bijaksana,
mengapa kita perlu melakukannya? Karena ada musuh diluar sana yang berpura-
pura menjadi teman akan tetapi sebenarnya malah membahayakan kita ketika
kesempatan itu muncul. Untuk itulah hari ini saya akan memberitahu kepada kita
semua 3 hal. Yang pertama, Apa yang dapat di kategorikan sebagai sahabat baik
dan sahabat tidak baik?. Yang kedua, Siapakah yang memulai terlebih dahulu
untuk menjadi sahabat baik? Dan yang ketiga, Bagaimana caranya menjadi sahabat
baik?
Seperti
salah satu kutipan menarik dari Sutra
Abhiniskramana yaitu jika kita menyentuh rumput yang merupakan bekas
tergeletaknya ikan, maka tangan kita akan ikut berbau ikan, demikian pula jika
kita berteman dengan teman yang tidak baik, maka kita akan ikut menjadi tidak
baik. Tetapi apabila kita mencelupkan tangan kita kedalam kemenyan kayu garu
maka sekejap tangan kita menjadi wangi, demikian pula jika kita berteman dengan
sahabat yang baik, maka kita akan ikut menjadi baik. Sahabat adalah orang yang
penting dalam kehidupan sehari-hari. Para sahabat adalah orang yang membantu
kita untuk maju dan harus kita bantu sebagai balasannya, oleh karena itu
persahabatan adalah pilihan yang kita tentukan secara sadar. Kalau kita
bersahabat dengan orang yang baik dan bijak, secara tidak sadar kita dapat
mengikuti kebaikan dan kebijaksanaannya, itu berarti dia telah membantu kita
menjadi lebih baik. Namun sebaliknya, jika kita bersahabat dengan orang yang
tidak baik dan tidak bijaksana, kita juga bisa terpengaruh akan sikapnya yang
buruk dan tidak bijaksana.
Dalam
Ittivutakkha 68-69 di katakan bahwa,
Orang buruk akan membimbing ke alam rendah dan orang baik akan membimbing ke
alam bahagia. Sahabat yang baik dan bijaksana akan membawa kita pada hal-hal
yang baik dan berguna yang akan menjadi sebab kebahagiaan baik di kehidupan
saat ini atau kehidupan mendatang. Bergaul dengan orang yang tidak bijaksana
akan membuat kita tersesat atau terjerumus pada hal-hal yang buruk dan tidak
berguna yang akan menjadi sebab penderitaan baik di kehidupan saat ini atau
kehidupan mendatang. Lantas bagaimana kita membedakan sahabat yang baik dan
sahabat yang tidak baik?
Berdasarkan
rujukan yang di dapat dari Sigalovada
Sutta, sahabat yang baik adalah mereka yang melihat kita berbuat salah
dan akan langsung mengingatkan kita,
baik kepada kita, senang membantu orang lain, tidak meninggalkan kita ketika
sedang dibutuhkan, tidak membicarakan keburukan kita dibelakang, bersimpati,
menjaga rahasia yang kita ceritakan kepadanya, memberitahu hal baik yang belum
kita ketahui, dan menganjurkan kita untuk selalui berbuat baik. Sahabat yang selalu mengingatkan kita ketika
kita berbuat salah adalah sahabat yang akan menjauhkan kita dari penderitaan.
Sahabat seperti ini pasti juga memiliki belas kasih dan pengertian. Mereka
tidak akan menyesatkan kita dan akan mencoba menghentikan kita ketika melihat
kita sedang dalam jalur yang salah.
Berbeda
dengan sahabat yang tidak baik, Mereka adalah orang yang serakah, memberi
sangat sedikit tetapi meminta banyak, memuji kita di depan tetapi menjelekan
kita di belakang, menganjurkan kita untuk berbuat jahat, meninggalkan kita
disaat kita mengalami kesulitan dan sahabat yang tidak baik hanya berteman demi
keuntungannya sendiri saja bukan untuk kebaikan kita. Oleh karena itu, dia akan
berharap menerima lebih banyak dari kita tetapi memberi lebih sedikit kepada
kita. Dia juga adalah orang yang banyak bicara kosong dan hanya bertujuan
memperoleh keuntungan atau bantuan kita, selalu membicarakan keinginannya untuk
menolong, akan tetapi ketika kita meminta pertolongan, dia akan memberikan
alasan tidak dapat membantu. Demikianlah ia yang disebut sahabat yang tidak
baik.
Sebelum
kita menuntut orang lain untuk menjadi sahabat yang baik, ada baiknya kita
melihat kedalam diri kita, apakah kita sudah menjadi sahabat baik bagi
sahabat-sahabat kita? Karena tentulah tidak akan ada akibat yang muncul tanpa
sebab, demikian pula dengan persahabatan. Tidak akan ada sahabat baik apabila
kita tidak berusaha menjadi sahabat yang baik pula. Hanya ketika diri kita sudah mampu menjadi
sahabat yang baik bagi orang lain, maka kita akan lebih mudah untuk mendapatkan
sahabat yang baik. Mulailah dari diri sendiri. Dengan menjadi sahabat baik bagi
orang lain, kita telah membantu diri kita sendiri untuk mendapatkan sahabat
yang baik. Dengan menjadi sahabat baik,
artinya kita telah menciptakan kamma baik bagi diri kita sendiri dan akan kita
petik sendiri buah dari kamma baik yang kita tanam tersebut.
Bagaimana kita dapat mengetahui
apakah seseorang dapat menjadi sahabat yang baik? Tidak ada jawaban yang
sederhana untuk hal ini, akan tetapi ikuti nasehat Buddha yang tercantum dalam Udana seperti berikut ini, “Bergaullah
dengan orang yang perilakunya diketahui. Bergaullah dengan orang bijaksana,
tidak dengan si bodoh. Hanya dengan bergaul dengan orang yang kita kenali
integritasnnya. Dengan pengendalian diri dan ketenangannya saat menghadapi
masalah. Bila berbicara dengannya anda akan mengetahui kebijaksanaannya.” Seorang
sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan,
justru karena kasih sayangnya ia akan memberanikan diri menegur apa adanya.
Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa
adanya dengan tujuan sahabatnya mau berubah lebih baik. Dengan menjalankan
Pancasila Buddhis dengan baik, niscaya kita akan dapat menjadi sahabat yang
baik bagi orang lain.
Proses dari teman menjadi sahabat
membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, keterbukaan dan kepercayaan.
Belajar dari kisah persahabatan Sejati antara Y.M Sariputtra dan Y.M Monggalana
yang sejak kehidupan lampau merupakan sepasang sahabat yang sama-sama berjanji
untuk menjadi murid utama seorang Buddha. Dua murid ini saling berjanji
jika bertemu dengan guru dan ajaran yang luar biasa mereka akan saling memberi
tahu. Akhirnya mereka berdua menjadi murid Utama Buddha. Memilih sahabat baik bukan
berdasarkan suku, agama, ras dan bahasanya, tetapi berdasarkan ajaran Buddha
yaitu moralitas, ketulusan dan kebijaksanaannya.
Terima Kasih!
1 komentar:
terimakasih, sangat membantu
Posting Komentar