Memiliki anak-anak yang sehat, cantik, tampan dan pintar merupakan impian setiap calon orangtua. Namun, apakah yang terjadi jika harapan tersebut berbeda dengan kenyataan yang diterima? Bagaimana jika pada akhirnya anak yang kita lahirkan adalah anak-anak cacat, tuna rungu, tuna wicara, autis atau bahkan down syndrome? Apa yang akan terjadi pada diri kita? Sanggupkah kita merawat dan membesarkan mereka sama seperti merawat dan membesarkan anak-anak normal lainnya? Atau kita tak akan pernah merawatnya? Memiliki anak yang berkebutuhan khusus bukanlah akhir dari segalanya, bukan penyakit kutukan ataupun hukuman atas dosa-dosa kita selama ini.
Luar biasa! Di awal tahun 2015 saya dan beberapa rekan yang luar biasa mendapatkan kesempatan untuk 'mencicipi' rasanya mengasuh anak-anak berkebutuhan khusus di salah satu panti asuhan anak-anak berkebutuhan khusus di kota Medan.
Ide gila ini muncul ke permukaan ketika saya berkunjung ke panti asuhan ini, bersama beberapa kerabat untuk melihat-lihat situasi panti yang akan dijadikan target kunjungan sosial kami.
Di bulan Desember, saya datang melihat dan berkenalan dengan Panti Asuhan SLB-C Santa Lucia Medan. Disini saya melihat lebih dari 50 anak-anak berkebutuhan khusus yang cukup membangunkan saya kala itu. Bagaimana mungkin para suster Katolik dapat mengurusi anak-anak ini yang jelas-jelas tidak akan semudah mengurus anak-anak normal. Tak hanya itu pertanyaan yang muncul, pertanyaan lain muncul dalam benakku, Para suster Katolik itu sama sekali tak menikah, tak memiliki anak, mengapa harus repot-repot mengurusi anak-anak orang lain yang jelas-jelas ada sebagian dari anak tersebut memang telah dibuang dari keluarganya?
Sungguh bukan perkara mudah mengurusi anak-anak ini. Pemandangan di panti santa lucia yang saya lihat pada hari itu begitu membekas hingga saya kembali ke rumah. Hati saya tergerak untuk memberikan kasih sayang pada anak-anak yang nasibnya mungkin tidak sebaik saya yang terlahir dengan fisik yang normal. Hati saya tergerak untul merasakan kesulitan yang dialami oleh para suster, dan hati saya tergerak untuk memberikan pelayanan pada sesama walau agama kami berbeda.
Baiklah! Ini saatnya saya mencari pengalaman baru dalam hidup saya. Saya akan menginap di panti santa lucia dan ikut merawat anak-anak ini bersama para suster Katolik. Saya lontarkan ide gila ini pada beberapa teman yang saat itu bukannya mendukung tetapi malah menertawakan saya. Sebagian teman mendukung tetapi tak ingin turut serta dalam ide gila ini, sebagian lagi memilih memberi cap 'gila' kepada saya namun sebagian lagi mendukung dan turut serta dalam ide gila ini.
Saya memilih untuk menginap di tanggal 9 dan 10 Januari 2015. Dimana ada dua sahabat baik yang ikut dalam misi aneh ini! Mereka adalah Mike dan Niko! Mereka dua pria luar biasa yang mendukung ide gila dan bahkan bersedia ikut merasakan bagaimana caranya mengasuh, merawat dan memberikan cinta pada anak-anak berkebutuhan khusus di panti santa lucia.
Saya menyadari bahwa dewasa ini, kelahiran seorang anak yang cacat bagaikan sebuah tsunami, gelombang hebat yang dapat meluluh-lantakkan orangtuanya. Karena itulah mereka disingkirkan dari keluarga sebab mereka dianggap sebagai aib yang tak mungkin dipelihara.
Ketika saya tiba di Panti Santa Lucia pada tanggal 9 Januari bersama Mike dan Niko, saya melihat para suster tersenyum manis saat menyambut kedatangan kami, mereka menyambut kami layaknya keluarga yang lama tak pulang kerumah dan mereka merindukan kami untuk bisa kembali berkumpul dengan mereka. Sungguh kehangatan dan penyambutan ini adalah hal yang tidak bisa kami beli dengan uang dan berlian sekalipun. Kehangatan bagai keluarga yang sungguh membawa kebahagiaan.
Kami bertiga berjalan menelusuri setiap sisi-sisi panti dan menyapa setiap orang yang kami temui disana dengan hangat. Anak-anak terlihat sedang menikmati tidur siang mereka saat itu. Kami melihat kamar-kamar yang akan kami tempati malam itu. Dan luar biasa! Kami akan tidur sekamar dengan mereka. Memang inilah yang saya minta pada suster sebelum saya datang menginap, saya meminta untuk diperlakukan sebagai pengurus, bukan sebagai tamu yang harus dijamu dengan kemewahan. Karena saya datang untuk meringankan pekerjaan mereka walau mungkin hanya sehari semalam, saya bukan datang untuk menciptakan kesusahan baru bagi mereka.
Sekitar pukul 15.30 wib anak-anak terlihat sudah berjalan keluar dari kamarnya, mereka telah bangun dari tidur siang dan siap untuk mandi sore! Tugas pertama kami adalah ikut serta memandikan anak-anak berkebutuhan khusus ini! Ini adalah pengalaman yang luar biasa bagi kami bertiga pada hari tersebut. Kami melakukannya dengan bahagia dan penuh tawa. Ditambah lagi anak-anak tak butuh waktu yang terlalu lama untuk 'nempel' bersama kami. Dalam waktu sekejap saja, anak-anak itu sudah bisa menyayangi dan bermain bersama kami. Sungguh kebersamaan yang indah!
Selesai memandikan mereka, saya mengeringkan tubuh mereka dan membantu mereka berpakaian. Setelah semua anak-anak sudah wangi dan bersih, kami semua bermain di taman sembari bercengkrama hangat. Mereka adalah anak-anak yang baik dan menggemaskan.
Saya belajar bagaimana memperlakukan anak yang berkebutuhan khusus tersebut secara wajar dan istimewa sekaligus.
Wajar dalam artian, ia harus diperlakukan layaknya anak yang normal. Hal ini bertujuan agar mereka memiliki kepercayaan diri sama dengan mereka yang tumbuh normal. Pada saat yang sama, mereka juga harus diperlakukan secara istimewa. Karena, kekurangan fisik yang mereka derita memang menuntut saya untuk memberi perhatian lebih khusus dibanding anak normal lainnya.
Pada malam hari kami menemani anak-anak belajar dan mengerjakan tugas sekolah lalu menonton televisi sebelum tidur. Anak-anak dibiasakan untuk berdoa sebelum tidur. Ini adalah hal yang luar biasa bagi saya.
Keesokan harinya, pukul 05.00 pagi kami sudah bangun untul memandikan anak-anak, membantu mereka berpakaian dan membantu mereka untuk sarapan pagi sebelum kesekolah. Di sekolah, anak-anak diajarkan bernyanyi, berkebun, belajar teknik salon, dan banyak hal lain yang diajarkan pada mereka agar mereka dapat hidup mandiri dikemudian hari.
Saat anak-anak sedang bersekolah, kami membantu para suster untuk mencuci pakaian yang jumlajnya luar biasa banyak! Kami juga membantu para suster membersihkan sekeliling panti. Semua kami lakukan dengan bahagia. Kami sungguh bahagia bisa ikut meringankan beban para suster yang mengurusi anak-anak berkebutuhan khusus ini.
Ketika tiba waktunya berpisah, berat bagi kami untul meninggalkan panti ini. Kami sangat bahagia disini. Kami senang dapat membuat anak-anak tertawa bahagia. Kami bahagia! Kami bahagia! Kami bahagia!
Melayani sesama merupakan panggilan jiwa dari setiap manusia. Namun begitu banyak orang yang lebih menantikan pelayanan dari sesamanya. Orang enggan untuk melayani sesamanya. Mengapa? Karena orang merasa dirinya lebih penting daripada yang lain. Orang merasa dirinya lebih pantas untuk dilayani.
Tentu saja ini suatu gaya hidup yang mewah. Sebenarnya manusia dipanggil untuk melayani sesamanya.
Melayani sesama mengandaikan orang mampu hidup mandiri. Orang mampu merendahkan diri di hadapan sesamanya dengan rela melayani dan berbagi dengan sesamanya.
Tentu saja hal ini tidak mudah. Mengapa? Karena orang mesti mampu merendahkan diri di hadapan orang yang akan dilayani itu. Karena itu, menjadi pelayan itu membutuhkan suatu kerendahan hati.
Aku hadir di dunia ini bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.
Pertanyaan bagi orang di zaman sekarang adalah beranikah kita merendahkan diri untuk melayani sesama kita?
Saya lihat diri saya sebagai orang tua juga bagi mereka. Saya sangat mencintai mereka dan menginginkan yang terbaik bagi mereka; mereka orang-orang yang menakjubkan, penuh dengan semangat hidup dan kegembiraan. Saat kamu menghabiskan waktu bersama mereka, kamu tak akan mungkin merasa sedih –lelah mungkin, tapi tak akan merasa sedih. Dan itu bukanlah hal yang sederhana!
Terima kasih atas kesempatan belajar yang ku dapatkan disini selama sehari semalam. Aku makan sama seperti apa yang mereka makan, aku tidur ditempat yang sama dengan mereka, aku melewati hari yang indah penuh dengan gelak tawa yang bahagia bersama mereka. Aku datang untuk melayani, membawakan keceriaan dan kebahagiaan mereka. Kasih sayang yang tuluslah yang dapat ku persembahkan kepada sesama. Terimalah pengabdian yang indah ini..
Erica - Mike - Niko |
Niko bersama anak-anak panti asuhannya |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar