“Kita satu keluarga,
saling syukur, saling percaya…kita satu keluarga, saling butuh di dunia ini…”
Sepenggal lirik lagu
Satu Keluarga ini tercermin dari kepedulian saya yang pantang absen mengadakan kegiatan sosial. Bukan karena rutinitas,
melainkan rasa kekeluargaan yang tumbuh dalam hatiku.
Pernahkah
anda menyerumput secangkir teh dikala musim dingin? Nikmat bukan?
Teh yang kita minum
membuat seluruh badan kita merasa hangat dan nyaman. Begitu pula dengan
hangatnya keluarga, ibarat teh yang menghangatkan tubuh ketika musim dingin.
Alangkah indahnya ketika kita dapat merasakan kehangatan dari sebuah keluarga.
Hati begitu damai, batin pun penuh dengan ketentraman.
Kamis, 5 Februari 2015
saya menerima pesan singkat via telepon genggam dari salah seorang suster
katolik yang merupakan pengurus Panti Asuhan SLB-C Santa Lusia.
“Selamat Siang Erica.
Apakah bisa saya minta bantuan? Cairan pembersih lantai dan detergen kami sudah
mau habis”. Begitu isi pesan dari suster Gracia.
Tentu tanpa banyak
pertimbangan, saya membalas dan menyanggupi permintaan bantuan ini. Dalam
batinku, “Saya akan membantu sekuat tenaga yang saya bisa!”
Setelah mengumpulkan
sedikit donasi dari beberapa teman dan donatur, saya meminta bantuan salah satu
sahabat baik saya untuk mengantarkan saya ke panti asuhan dengan kendaraannya. Kapten HenGun, begitulah panggilan yang
kami berikan untuknya. Beruntungnya saya! Kapten mengiyakan permintaan saya dan
mengantarkan saya tadi siang ke panti santa lusia.
Sekitar pukul 13.00 wib
mobil CR-V hitam yang kami tumpangi tiba di halaman Panti Asuhan SLB-C Santa
Lusia Medan. Terlihat sepi sekali, tidak ada kaki-kaki kecil yang berlarian
halaman. Mata saya mencari keberadaan anak-anak serta suster-suster disini.
Mereka tak terlihat. Kami memberhentikan mobil di ruang pertemuan dan tak lama
kemudian salah satu menghampiri kami dan menanyakan maksud kedatangan kami.
“Kami mencari suster
Gracia”. Kata ku
Tak lama kemudian,
seorang wanita berbaju biru muda selutut lengkap dengan penutup kepala biru
khas suster katolik melangkah kearah kami, dia adalah suster Gracia.
Suster langsung
menghampiri saya, menyalami saya dan saya sedikit membungkukkan badan pertanda
menghormatinya. Kami saling menanyakan kabar satu sama lain, kami terlibat
obrolan panjang di ruang pertemuan sambil sesekali tertawa kecil. Setelah
menurunkan barang-barang yang saya bawa, saya mengisi buku tamu dan bergegas
mencari anak-anak diruang makan. Saya sungguh rindu pada mereka. Sungguh rindu!
Melihat saya melangkah
menuju dapur, sebagian anak-anak berhamburan kearah saya. Ada yang menggandeng saya, adapula yang memeluk
pinggang saya yang saya balas dengan pelukan. Sebagian lagi mengajak saya
berfoto dan sebagian lagi memanggil-manggil saya sambil melambaikan tangan. Saya
terharu sekaligus bahagia, karena anak-anak masih mengingat saya dan mereka
juga merindukan saya. Belum lagi para suster dan pegawai yang langsung
menghampiri dan menyalami saya.
“Halo kak! Apa kabar?
Lama tak berjumpa ya..” Sapa salah satus suster pada saya.
“Baik,
gimana kabarnya? Udah nyuci baju? Atau kita nyuci bareng lagi?” Goda ku pada suster
yang di sambut tawa renyah mereka.
“Kak,
yuk makan bareng! Rindu makan bareng nih, walau kami hanya punya
lauk ikan asin.” Ucap salah satu pegawai dapur.
Ya!
Saya sempat menginap disini bersama anak-anak. Merasakan rasanya mengurus
anak-anak berkebutuhan khusus sekaligus membantu pekerjaan para suster termasuk
memandikan anak-anak dan mencuci pakaian. Kehadiran saya dan teman-teman
beberapa waktu lalu rupanya membekas dihati mereka. Semua orang pernah
mengalami pengalaman menyenangkan. Akan tetapi, hanya segelintir orang yang pernah
mengalami liburan yang membekas dihati mereka.
Jika
kamu ingin tahu teman, rumah keduaku ini berada jauh dari perkotaan. Penuh
dengan pepohonan nan rindang yang biasa warga sebut dengan kebun. Di dalamnya
tidak ada makanan enak seperti di restoran atau café yang sering kita temui, hanya ada makanan sederhana di
dalamnya. Tidak ada tempat tidur yang empuk dengan pendingin ruangan yang ada
seperti di perkotaan, yang ada hanya tempat tidur sederhana dengan sebuah kipas
angin. Di dalam rumah keduaku ini terdapat 60 anak-anak berkebutuhan khusus,
bukan anak-anak normal yang biasa kita temui. Dan di dalam rumah keduaku ini,
ada para suster dan pegawai yang berdedikasi dan berjiwa social tinggi , mereka
mengurus anak-anak berkebutuhan khusus dengan telaten dan sepenuh hati. Rumah
ini adalah rumah yang hangat. Kehangatannya membuat saya selalu membawa saya
untuk kembali kemari. Kebahagiaan memiliki besar, penuh kasih, peduli,
dekat-terjalin keluarga di rumah lain.
Anda
pasti tidak meminta mereka, dan Anda tidak dapat perdagangan mereka, tapi dari
miliaran manusia di planet kita, mereka orang-orang yang mengenal Anda terbaik.
Mereka orang-orang yang menghargai Anda, dan siapa Anda harus menghargai
sebagai imbalan - apakah mereka keluarga biologis Anda atau sebaliknya.
Disinilah
rumah keduaku, rumah yang penuh dengan kehangatan. Bersama para suster katolik
yang penyayang, pegawai-pegawai yang bertanggung jawab, 60 yang cantik dan pintar serta anak-anak yang
memiliki antusias besar untuk belajar.
Berat sekali untuk melangkahkan kaki untuk kembali pulang, karena saya masih ingin disini. Bersama keluargaku yang sudah lama tak ku rasakan kehangatannya. Saya mendapat buah tangan kue kering dari para suster sebagai tanda keluarga! Kami saling menyayangi. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaanku. Jika mereka bersedih, saya akan ikut bersedih..
Terima Kasih..
Terima kasih telah
memberiku keluarga lain yang hangatnya sama seperti keluargaku sendiri..
Barang-barang yang disumbangkan untuk PA.SLB-C Santa Lusia |
My Family |
Ops sorry! We love selfie too much! |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar