Sebuah mobil kijang inova membawa saya menuju ke Ketambe pada 03 November 2015 pukul 21.30. Perjalanan menuju Ketambe ditempuh dalam waktu 7-8 jam. Saya duduk didalam Mobil dan tertidur dalam waktu yang lama. Mungkin sekitar 5 jam lebih saya tertidur dalam perjalanan ini. Saya sempat terbangun beberapa kali karena mobil yang saya tumpangi hampir menabrak saat menyalip kendaraan besar didepan kami. Belum lagi beberapa jalan yang longsor karena musim hujan yang sedang berlangsung, saya tiba di Ketambe pukul 05.00 pagi.
Ketambe masih sepi sekali ketika saya sampai, bukan karena waktu yang terlalu pagi, tapi memang saya tak melihat banyak rumah dikawasan ini. Hanya ada beberapa guest house dan rumah penduduk yang terlihat. Saya menelepon seorang guide yang sudah saya hubungi sebelum saya datang kemari, Pak Ahmed namanya. Beliau adalah pemilik Friendship Guest House yang merupakan mantan tour guide di Ketambe. Ia bangun dan membukakan pintu untuk saya lalu menyuruh saya langsung masuk ke kamar untuk istirahat. Dalam kondisi setengah sadar tersebut saya langsung jalan dan masuk ke kamar dan membuka sleeping bag saya lalu tidur. Hingga.. saya mendengar suara pintu saya diketuk, bukan diketuk oleh manusia, tetapi monyet setempat! Saya melirik telepon genggam saya dan waktu menunjukkan pukul 08.30 pagi. Saya bergegas bangun dan berjalan-jalan disekitar penginapan. Saya terpukau oleh ruang tamu di guesthouse ini dimana ruangan tersebut dipenuh foto-foto cantik yang membuat saya tersenyum dan penasaran ingin cepat masuk kedalam hutan.
Saya memesan sepiring mix vegetables omelette dan secangkir kopi susu untuk sarapan. Guesthouse ini tidak menyediakan jasa makan gratis karena harga kamar yang cukup murah disini. Dengan membayar Rp.50.000/malam, kita sudah bisa mendapatkan kamar yang luar biasa apik dan kamar mandi didalamnya. Sarapan yang disediakan disini cukup beragam dengan harga yang cukup murah. Recommended! Waktu menunjukkan pukul 11.00 siang, karena tak ingin membuang banyak waktu, maka saya berdiskusi dengan Pak Ahmed mengenai jungle trekking yang cocok untuk saya dan saya memutuskan untuk mengambil 3 hari 2 malam jungle trekking di Ketambe. Keputusan yang cukup berani bagi saya!
Oh ya, Pak Ahmed sempat berpikir bahwa saya adalah turis yang berasal dari Malaysia atau Jepang. Beliau sama sekali tidak menyangka saya adalah warga negara asli Indonesia dan berasal dari Medan. Pantas saja, setiap saya bertanya melalui Whatsapp, beliau selalu menjawab dengan bahasa Inggris walau saya menjawab dengan bahasa Indonesia. Lucu sekali! Pak Ahmed berkata bahwa saya adalah wanita muda yang asli dari Indonesia dan keturunan chinese pertama yang datang sendirian ke Ketambe untuk menginap 3 hari 2 malam di Hutan. Pak Ahmed sempat berdecak heran dan kagum, ia penasaran apa yang ingin saya lakukan didalam hutan.
Setelah bersiap-siap, lalu saya menunggu diberangkatkan ke dalam hutan. Guide saya hari ini adalah Safar! Kami akan bersama-sana selama 3 hari 2 malam didalam hutan. Pukul 13.00 saya dan Safar mulai berjalan menuju ke hutan. Kami melewati perkampungan sebelum masuk kedalam hutan. Saya mendengar banyak warga yang berbicara dengan Safar. Karena penasaran, saya bertanya kepada Safar apa yang mereka katakan, karena mereka berbicara dalam bahasa daerah yang tidak saya pahami. Safar mengatakan bahwa mereka bertanya apakah saya adalah turis dari Jepang, China, Malaysia atau Thailand? Beberapa mengatakan saya adalah turis dari Jepang. Safar mengatakan saya adalah gadis Chinese asli Indonesia dari Medan, mereka sedikit kaget dan tak bisa berkata-kata.
Kami mulai masuk kedalam hutan. Sungguh bukan hal yang mudah, 15 menit pertama saya merasa sangat kelelahan karena 15 menit pertama adalah trek yang sangat menanjak. 1 jam pertama adalah jam yang sangat melelahkan bagi saya. Karena jalan yang dilalui tidak hanya menanjak namun juga becek dan berlumpur. Tak hanya itu, teman-teman kecil dihutan juga bermunculan. Banyak sekali pacet yang menempel di celana dan baju saya, tak lupa saya menjerit cukup keras saat mengetahui keberadaan mereka di tubuh saya. Untunglah Safar mencabut mereka dengan sangat cepat. Saya terpukau dengan indahnya hutan dan udara segar yang bisa saya hirup didalamnya. Safar banyak menceritakan kepada saya mengenai hewan-hewan kecil dan flora yang kami temui. Sungguh menyenangkan!
Selama perjalanan saya bertemu dengan flora dan fauna yang tidak pernah saya temui di kota. Namun tak nampak tanda-tanda kehadiran orangutan disana. Kata Pak Ahmed, orangutan biasanya keluar pada pagi hari. Setelah 3 jam berjalan, kami hampir tiba ditempat perkemahan. Lalu Safar memanggil saya sambil mengisyaratkan saya untuk diam. Dia menunjuk ke arah kiri atas kami, rupanya disana sedang duduk seekor orangutan tua jantan. Saya diminta tidak berbicara agar tidak mengganggu orangutan tersebut. Saya langsung memotret orangutan tersebut dan terus mengamati apa yang dilakukan oleh orangutan tersebut. Walau hanya melihat seekor orangutan, saya senangnya bukan main! Saya melihat orangutan dengan mata saya dan bukan dari televisi! Langsung dari dalam hutan Ketambe!!!
Setelah orangutan itu pergi, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju perkemahan. Kami berjalan sekitar 30 menit lagi untuk sampai di perkemahan yang letaknya tepat disamping sungai. Sesampainya disana kami membangun sebuah tenda plastik untuk penginapan kami malam ini. Kami juga menyiapkan kayu bakar untuk bahan masak kami malam ini. Saya cukup kaget ketika Safar membongkar isi tasnya, didalam tasnya berisi sayur-sayuran dan buah seperti nenas, jeruk, telur, panci, kuali, tomat, kentang, buncis, wortel, tempe dan beras. Ini adalah bahan masak kami selama di hutan! Saya sengaja menolak segala jenis daging dan ikan selama di hutan, karena saya sedang belajar menjadi vegetarian.
Setelah tenda dan kayu bakar siap, Safar mengundang saya untuk masak bersama. Saya diminta mengupas kentang, wortel dan buncis, Safar mengaku akan membuat kari untuk makan malam kami! Whatttt?! Saya sangat yakin dia sedang bercanda saat itu. Mana mungkin membuat kari didalam hutan begini! Setelah memasak nasi, menggoreng kerupuk dan tempe, dia benar-benar membuktikan keahliannya pada saya, ia benar-benar memasak kari! Dia membawa sedikit kelapa parut untuk membuat santan dan bumbu kari bubuk didalam tasnya, bahkan bawang! Saya sungguh tak percaya akan menikmati kari didalam hutan! Dan.. setelah masak sambil kecipratan air hujan selama 1.5 jam, siaplah menu makan malam kami hari itu. Ada nasi putih, kerupuk goreng, tempe goreng dan kari sayur hutan! Percaya atau tidak, makan malam ini terasa amat sangat nikmat! Setelah makan malam, tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain tidur. Hujan juga semakin terdengar deras. Tidak ada lampu, hanya ada cahaya senter yang menemani kami didalam tenda. Tidak ada orang lain saat itu, hanya saya dan Safar serta flora dan fauna yang ada di hutan.
Saya bangun pukul 07.00 pagi dan saya melihat Safar sudah bangun lebih awal dari saya. Dia sedang membersihkan peralatan memasak kami dan sudah mandi! Saya bangun lalu mencari batu besar dan cuci muka dibelakangnya! Selesai mandi di sungai, saya kembali ke tenda dan saya melihat Safar sudah menyiapkan secangkir kopi untuk saya. Dia bertanya apa menu sarapan yang ingin saya santap pagi ini? Namun saya menolaknya. Saya belum cukup lapar dan masih memiliki stok biskuit. Dan.. Safar memasak pancake untuk dirinya sendiri! Whatt? Saya lagi-lagi tak bisa berkata apa-apa, membuat pancake didalam hutan? Tak terbayang oleh saya sebelumnya, namun ia benar-benar membuat pancake! Saya langsung menyadari bahwa hidup di hutan perlu keterampilan untuk bertahan hidup dan Safar membuktikannya!
Selesai berdecak kagum dengan keahlian bertahan hidup ala Safar, saya membereskan semua perkakas saya dan bergegas pergi ke hutan lagi. Hari ini kami akan pergi ke tempat selanjutnya yang lebih jauh. Butuh keahlian berjalan melawan arus dan bebatuan menyebrangi sungai deras, lalu mendaki selama 30 menit lalu berjalan datar selama 1 jam hingga adegan manjat memanjat, lompat melompat juga terjadi selama perjalanan menuju air panas. Selama perjalanan saya banyak memotret flora dan fauna unik yang mungkin belum pernah saya lihat sebelumnya. Sedikit lelah namun bahagia saat melihat air panas dan tempat berkemah kami malam ini. Life is wonderful!
Kali ini giliran Safar membangun tenda dan mencari kayu bakar untuk memasak. Saya sibuk dengan kamera dan memotret banyak kupu-kupu yang beragam warna dan cantik! Sekitar 30 menit kemudian tenda selesai dan air mulai dimasak. Kami duduk berbicara sambil menunggu air masak. Safar dan Saya berbicara banyak hal, mulai dari hutan, gunung, pulau, Eropa, turis, sampai politik! He was open minded and a good listener! Dari percakapan tersebut saya mengetahui usia Safar adalah 21 tahun, hanya 1 tahun lebih muda dari saya. Lalu, saya mengajaknya berjalan ke hutan. Kami menelusuri hutan cukup lama hingga akhirnya hujan mulai turun. Kami memutuskan untuk kembali ke tenda dan belum sempat kami sampai di tenda, kami sudah diguyur hujan deras. Kami bermain hujan untuk kembali ke tenda. Saya tak terpikir kamera saya yang tidak anti air ini, saya baru menyadari ketika tiba ditenda dan kamera saya basah. Kami tertawa terbahak-bahak karena hujan turun dengan derasnya dan kami basah kuyup. Saya menerima semua situasi dan kondisi yang terjadi didalam hutan, saya bahagia.
Air sungai tampak semakin deras dan tinggi, saya tak berani untuk mandi, sudah dua hari saya tidak mandi karena air sungai sangat keruh dan deras. Akhirnya saya memutuskan mengeringkan badan dan berganti pakaian ditenda! Safar adalah pemuda sangat sopan, dia tidak balik badan selama saya berganti pakaian. Saya merasa aman dan nyaman tanpa rasa cemas apalagi takut berkemah dengannya. Selesai berganti pakaian, tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain duduk mengobrol sambil melihat hujan yang semakin deras. Lagi-lagi kami mengobrol banyak hal. Saya belajar dari Safar. Ia muda dan berbeda. Baginya hidup di kampung sangat nyaman. Ia tidak tertarik dengan konser-konser atau pasar malam yang diadakan di Kota. Ia sering menghabiskan malam minggu dengan santai dirumah atau pergi ke gunung setempat untuk mengobrol dan bermain gitar dengan dua teman baiknya. Ia sama dengan saya, kami sama-sama pecinta kopi! Tak hanya belajar mengenai gaya hidupnya, saya belajar menjadi pecinta kopi sejati. Saya belajar banyak dari Safar. Gaya jalan-jalan saya selalu sama, saya senang berdekatan dengan warga lokal, belajar dan mengamati gaya hidup mereka. Saya bersyukur lahir di Kota namun saya ingin belajar sederhana seperti mereka. Pelajaran ini tidak diajarkan disekolah, namun setiap saya bertualang, saya diajarkan banyak orang. Ketika seorang petualang mendapatkan banyak pelajaran dalam perjalanannya dan bertemu orang-orang yang menginspirasi dalam perjalanan mereka, maka mereka akan selalu ingin mengulangi perjalanan yang sama.
Selesai berbicara panjang lebar, saya mengibarkan bendera putih, ngantuk berat! Air di sungai nampak semakin tinggi. Terdengar suara batu-batu besar terbawa arus dan menghantam keras batu-batu yang lain dan tanah sedikit bergetar. Terdengar pula suara pohon tumbang, namun hati mantap tak tergoyahkan untuk segera tidur. Akhirnya saya tertidur pulas hingga besok pagi jam 7.30 wib. Ketika saya bangun, Safar sudah bangun lebih awal dan sungai terlihat sudah surut. Saya bangun dengan sebuah senyum pada pagi itu. Saya bersyukur. Terlihat Safar sudah sibuk menyiapkan makanan, kopi dan memasak air rebus untuk diminum. Saya membereskan tenda karena kami harus kembali ke penginapan hari ini. Sarapan pagi kami adalah secangkir kopi, semangkuk mie instan dan sebutir telur rebus yang direbus oleh Safar di air panas alami yang letaknya persis disamping tenda. Luar biasa!
Selesai sarapan, kami langsung berjalan balik menuju penginapan. Kurang lebih 1 jam berjalan menyusuri hutan, lalu kami harus kembali menyebrangi sungai. Parahnya saya tidak sanggup menahan arus kuat yang menghantam dan beberapa kali hampir hanyut. Melihat badan saya yang sudah bergetar, Safar mengambil tas saya dan menyebrangkannya terlebih dulu lalu menggendong saya dipunggungnya hingga ke seberang. Berkibar lagi bendera putih! Saya mengemis waktu istirahat untuk menenangkan diri setelah hampir hanyut terbawa arus. Hahaha. Sata tak tahu apa jadinya jika saya terbawa arus, sungguh menakutkan!
Setelah beristirahat sekitar 15 menit kami berjalan kembali sekitar 1.5 jam untuk keluar dari hutan. Parahnya, saya tidak memakai kaos kaki dan celana saya bukanlah celana panjang saat itu, lalu habislah kaki saya dihiasi oleh vampir-vampir kecil penghisap darah, pacet namanya. Vampir kecil itu menghisap darah saya dan saya terlihat lebih terampil menyingkirkannya dari kulit saya. Saya menarik mereka dari kulit saya dan melemparnya ke tanah. Setelah 1.5 jam melawan vampir kecil, kami keluar dari hutan dengan selamat sejahtera! Yeayyy!
Saya kembali ke penginapan lalu mandi, saya sudah 2 hari tidak mandi. Setelah diri ini bersih dari daki-daki, saya memesan makan siang berupa gado-gado dan tak lupa 2 cangkir kopi susu, satu untuk saya, satu untuk Safar. Selesai makan siang, saya bergegas kembali ke Medan. Saya diantar oleh pemilik Friendship Guesthouse ke Kota yang jaraknya 1 jam untuk mencari mini bus menuju ke Medan. Sebenarnya, mengantar saya ke kota bukanlah sebuah paket yang ditawarkan oleh guesthouse ini. Namun karena mereka senang dengan kedatangan saya, dengan segudang cerita dan rasa persaudaraan yang saya berikan, mereka dengan senang hati mengantar saya tanpa meminta bayaran apapun bahkan saya tidak meminta untuk diantarkan lho! Saya selalu menemukan saudara baru ditempat saya pergi dan bertualang. Sungguh bahagia ketika semua orang dapat saling mengasihi tanpa membedakan, tanpa melihat agama dan suku.
Mini bus menuju Medan akan mulai beroperasi pukul 17.30 wib dan saya tiba di Medan pukul 01.00 dini hari. Lelah memang. Betis pun mulai berdenyut, kepala mulai berat dan mengantuk. Namun saya akan kembali melakukan jungle trekking di musim kemarau. Saya ingin bertemu lebih banyak orangutan dan menikmati keindahan hutan Ketambe yang telah membuat saya jatuh cinta.
Terima kasih Pak Ahmed!
Terima kasih Safar!
Terima kasih semua makhluk!
"Jangan tanyakan seberapa cintanya saya kepada Bangsa Indonesia. Walau saya Tionghoa dan saya tidak pernah berjuang memerdekakan Bangsa ini sebelumnya, namun saya berani pastikan bahwa saya mencintai Indonesia sebagai tanah airku, tanah tumpah darahku dan tanah dimana aku akan menghabiskan masa tua hingga akhir menutup mata.."
DAMN!! I love Indonesia!!!
2 komentar:
Ka, saya Agus dr bandung , saya juga bulan januari 2016 trekking ke air panas ketambe.. sungguh pngalaman yg uar biasa bersama kawan2,, tapi sepulangnya hampir mati karena terlalu cape di jalan, tapi asli seruuuu... (y)
Rencana desember mau kesana....tp masih ngumpulin dana tambahan ni,takut keenakan dan betah jd malas pulang cepat
Posting Komentar