Senin, 15 Desember 2014

MY LIFE, MY STORY..

21 years ago, a woman gave birth to her first daughter, named Erica Winata Phenjaya. The girl was born with difficulty, but she became a favorite for her big family at that time. She grew in wealth family. She was lucky to be born in a family that loved her so much even though they expect their first child and grandchild is a baby boy. Well, their first daughter and granddaughter is me.

Absolutely, They all loved me very much until finally my grandparents passed away. but I can still feel their love until my current age. I ever lived in wealth but we fall into poverty in the end. I almost dropped out of school when I was secondary. I can’t pay school fees and I need to find a way to earn money to be able back to school because I don’t want to be in the poverty. I hate poverty so much at that time. Poverty grabbed my happiness and my teenage years. I lost time to play with friends at my age. At that time I was 14 years old and I have to think about how do I get money to pay my school fees. I was very depressed at the time, I really felt depressed and wanted to cried. I was secondary at that time. It is sort of a joke to hear how so many people talk about living in poverty.  Many of those people have no real clue what it is like and how stressful it is until you have to do it year after year. I had no idea this would occur in my life. At first, I had strength to fight back, but now I am worn down. It feels like falling in the ocean and treading water for years with no real ladder to a ship to get out and get stable and warm. It is hellish stress and very humiliating.

I remember my childhood being basically happy until I was about 12.  I remember my classmates laughing at me for wearing the same pair of blue skirts every day for a week.  I asked my mother to buy me some new clothes or new uniform and she told me I should be grateful for what I had, that she had grown up during the Depression and she remembered kids who had holes in their shoes, etc.. 
By the time I was 15, we were better off financially, I decided to becoming a tutor and  get money for my very first time. The results of teaching, I pay for my own school.  I fought for my life, and my brother-sister. I became a tutor for elementary school children. So I can pay for school fees and daily needs.

As a teenagers, to the shopping mall, gathering in cafes, eating in expensive restaurants is the most favorite things to do. But  I don’t have time for things like that, and it’s seemed too far away from my life. In the morning, waking up early and breakfast with a simple menu. Went to school on foot to save my money. After school, I have to teach, that the reward only Rp 90,000 per child per month. The activity that became my daily routine. Really different from a normal teenagers life. I can’t expect my parents to feed me. I struggled, for my own future. I am having a difficult time in life, but  I can grow and develop, build strength and strong character. And then, I had a lot of students and became quite famous because of my technique of teaching. I have almost 25 students, I teach from afternoon until the evening. I get a lot of money at that time. And shortly afterwards, the tutoring fees become 150,000.

I forgot to tell you that I know Buddhism when I was 14 and interested to learn more bout’ Buddhism. I was confronted with the choice to be a Christian or a Buddhist. My whole family is Christian. I'd love to tell you more about how I could finally being a Buddhist, but not this time. Next time I'll tell the whole story! I became a Buddhist when I was 17, but since I was 15 years old I've loved Buddhism. And of course my parents disagreed with my choice, but I am still on my choice to choose my own religion.


Rabu, 10 Desember 2014

His Journey Keeps Inspiring!


Niko Eka Putra - My Journey Keeps Inspiring!

Sosok Niko Eka Putra yang lebih akrab di panggil Okin mulai aktif bergerak dibidang sosial sejak 3 tahun silam. Pria muda berusia 20 tahun ini saat ini berdomisili di Bandung untuk melanjutkan pendidikan S1 dibidang Teknik Fisika di Institut Teknologi Bandung.

Ya! Ia adalah pria muda biasa, benar-benar pria biasa yang memiliki hal luar biasa dan berbeda dari pria-pria biasa seusianya. Mengenai akademis, saya tentu tidak meragukan pria yang satu ini! Untuk menjadi pemuda yang produktif, ternyata tidak cukup hanya menjadi kutu buku yang hanya belajar terus di kelas. Selain itu, juga perlu membentuk kepribadian dengan belajar bersosialisasi dengan orang lain.

Ada yang membuat saya terkagum-kagum saat bertemu dengan Niko sekitar 4 tahun silam. Saya bertemu dengan Niko saat melakukan pengabdian sebagai seorang pengurus di salah satu vihara di Medan. Kami bertemu dan kami banyak berbincang-bincang seputar ajaran agama dan vihara. Luar biasanya, tak butuh banyak waktu untuk kami agar bisa menjalin kedekatan. Sekejap saja, kami dekat dan menjadi sahabat baik yang saling membantu, saling mendukung dan saling berbagi.

Hingga akhirnya jalinan persahabatan itu keluar dari lingkungan vihara dan berlanjut di lingkungan sosial. Saya senang mengajak teman-teman untuk turut serta dalam kegiatan-kegiatan baik yang saya selenggarakan. Saya mengajak Niko untuk bergabung bersama saya dalam misi-misi sosial yang saya selenggarakan.

Hari ini saya diminta untuk menuliskan sesuatu tentang dirinya. Niko meminta saya untuk menuliskan sebuah cerita tentangnya. Saya agak sedikit ragu tentang kemampuan saya mendeskripsikan seorang Niko Eka Putra yang saya kenal belum lama ini, belum lagi jarak yang memisahkan kami 3 tahun belakangan ini serta keterbatasan kami untuk bertemu dan bercerita.

Saya tidak tahu apa yang membuat saya betah berlama-lama mengobrol dengan 'anak kecil' yang satu ini, bahkan kami selalu kekurangan waktu bercerita ketika sudah bertemu. Kami menjadi sepasang saudara yang tidak diragukan lagi kesamaan dan kekompakannya.

Dimata saya, Niko adalah seorang pria muda yang energik, cerdas, ceria dan menginspirasi. Di usianya yang muda, ia tak menghabiskan waktu yang ia miliki seperti pria-pria seusianya. Bagi saya, Niko adalah Orang yang bersedia mengabdi secara ikhlas dan tanpa pamrih, tidak digaji atau diberikan imbalan, rendah hati, dan rela berkorban serta meringankan beban penderitaan makhluk lain, inilah yang saya sebut sebagai relawan. Ya! Niko adalah relawan! Ada banyak nilai positif yang bisa dia dapatkan dengan menjadi seorang relawan dan melayani sesama, karena bahagia bukan hanya tentang uang.

Dia bukanlah seorang dokter yang mampu menyembuhkan penderitaan jasmani dan fisik makhluk lain, tapi saya yakin dia telah meringankan bahkan menyembuhkan luka serta penderitaan batin yang dialami banyak makhluk disekitarnya. Niko juga telah membantu menjembatani berbagai perbedaan menuju “rasa percaya” dan “penghormatan” antar manusia yang mungkin belum pernah bertemu sebelumnya.

Membantu sesama manusia sungguh menyenangkan! Niko meluangkan waktu, tenaga, pikiran, bahkan uangnya untuk mendukung kegiatan-kegiatan sosial. Ia adalah pahlawan di masa kini, karena rela mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan orang banyak.

Menjadi seorang relawan sosial, mengabdi dan melayani sesama adalah perbuatan mulia, itulah yang Niko jalani setiap hari dan setiap saat. Ia memberikan penghiburan bagi anak-anak yang terlantar, memberikan pengetahuan dengan mengedukasi anak-anak yang membutuhkan, menggoreskan senyum dan membawa kebahagiaan bagi mereka yang kesulitan. Itulah yang ia lakukan, sebuah tindakan kecil yang nyata dan tindakan itu dapat membawa dampak perubahan yang baik untuk sekelilingnya. Luar biasa!

Wajah Niko membuktikan betapa bahagianya dengan apa yang ia jalani saat ini selain menjadi manusia pada umumnya yang harus melanjutkan pendidikan dan bekerja. Sinar kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya serta senyum lebar yang menjadi trademark seorang Niko Eka Putra menjelaskan dengan sangat jelas bahwa ia adalah pemuda yang bahagia!  Wajah itu diakibatkan dari rasa bahagia dan ketulusan yang dihasilkan dari perasaan positif saat membantu oranglain.

Dengan menjadi relawan, saya yakin Niko belajar, bahwa terkadang bahagia itu bukan hanya soal uang, tapi bagaimana rasanya bahagia membantu orang lain, melindungi binatang dari kepunahan, menolong orang lain yang kesusahan. Niko telah berkomitmen dalam diri sendiri untuk mengabdi dan berkontribusi dengan merelakan waktu, tenaga, pikiran, dan jasanya tanpa dibayar apa-apa. Semua itu bukan karena ia tidak berharga, tapi karena ia terlalu berharga untuk dibayar dengan sejumlah uang.

Selamat berkontribusi, Niko! Tetaplah menjaga ketulusan dan menjunjung tinggi nilai-nilai pengabdian! Janganlah lelah membantu dan melayani sesama! Berjanjilah pada semesta bahwa dirimu akan selalu mengabdi dan memberi tanpa pamrih.. Teruslah melayani dengan usaha terbaik yang bisa kamu lakukan juga memberikan hal terbaik yang bisa kamu berikan sebagai seorang relawan. Karena dengan melayani dan memberi dengan tanpa pamrih dan tuluslah hidup akan menjadi lebih menarik dan indah.

Berjanjilah pada setiap matahari yang akan terbit, berjanji pada diri sendiri bahwa kamu tidak akan membiarkan kebajikan yang ada di depan matamu dikalahkan begitu saja. Pada setiap mentari yang terbit berjanjilah untuk bangkit dan menebar cinta kasih di sepanjang jalan raya kehidupanmu..

Ingat, karena kamu terlalu berharga untuk dibayar dengan uang.