Jumat, 14 Agustus 2015

Indonesia Tanah Airku!

Aku memang keturunan Tionghoa dengan wajah khas China, oval dengan mata sipit, yang jika tersenyum maka mataku akan hilang dari penglihatan. Tulisan singkat ini menceritakan kenapa aku bangga menyebut diriku sebagai warga Indonesia. Buyut, kakek, nenek, ibuku, ayahku, dan aku juga menjadi salah satu suku di Indonesia, yaitu Tionghoa. Walaupun aku etnis Tionghoa, tapi jangan tanyakan lagi bagaimana perasaanku tentang negeri ini, Indonesia. Aku katakan bahwa aku sungguh bangga menjadi orang Indonesia! Walau tragedi Mei 1998 begitu menyakitkan bagi warga keturunan Tionghoa, tetapi sungguh sedikitpun aku tidak menyesal menjadi warga Indonesia. Memang aku tidak akan terharu dan menangis apabila bendera merah putih dinaikkan ketika upacara bendera, namun yakinlah aku selalu bermimpi untuk bisa memberikan kontribusi nyata bagi Indonesia.

Banyak permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini, dan tak mungkin bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Sekalipun satu pihak itu adalah pemerintah dan segala jajarannya. Permasalahan bangsa ini diibaratkan seperti benang kusut yang hanya bisa diperbaiki dengan memotong bagian-bagian yang kusut. Tapi permasalahan negara tidak mungkin diselesaikan dengan semudah memotong bagian benang yang kusut tersebut. Sekali lagi Aku katakan bahwa permasalahan negara ini tidak akan terselesaikan oleh satu pihak, oleh presiden. Kontribusi yang dilakukan seluruh warga negara itu akan sangat berarti, sekalipun yang dilakukan hanyalah hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya. Apalagi sampai mampu berkontribusi nyata dalam lingkup yang lebih luas, seperti apa yang telah berhasil dilakukan oleh gerakan Indonesia mengajar.

Indonesia Mengajar adalah program yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Bapak Anies Baswedan. Program ini memberikan kesempatan pada relawan berprestasi untuk mengajar di daerah pelosok  Indonesia dalam jangka waktu satu tahun. Terus terang, saya sangat mengaggumi Pak Anies Baswedan, bukan karena pidato-pidatonya yang hebat dan menggetarkan hati saya untuk berkontribusi, namun ia benar-benar memfasilitasi dan mendukung siapapun yang ingin turun tangan langsung untuk berkontribusi.

Indonesia Mengajar merupakan sebuah lembaga nirlaba yang merekrut, melatih, dan mengirim generasi muda terbaik bangsa ke berbagai daerah di Indonesia untuk mengabdi sebagai Pengajar Muda di Sekolah Dasar (SD) dan masyarakat selama satu tahun. Ini menjadi lebih dari sekadar program, ini adalah gerakan untuk mengajak bersama masyarakat untuk ikut berperan aktif mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai wujud upaya melunasi janji kemerdekaan. Yakin bahwa pendidikan dasar adalah pondasi pembangunan masyarakat Indonesia, maka Indonesia Mengajar percaya bahwa pendidikan dasar untuk anak-anak di seluruh pelosok Indonesia wajib disampaikan dan didampingi oleh generasi terbaik bangsa. Didasari juga oleh janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka Indonesia Mengajar mengambil inisiatif untuk mendampingi sekolah dasar–sekolah dasar di berbagai pelosok Indonesia dengan merekrut, membekali, dan menempatkan sarjana-sarjana terbaik bangsa yang memiliki semangat mengabdi untuk mengajar di sebuah SD selama satu tahun.

Para Pengajar Muda adalah sarjana-sarjana terbaik dari berbagai penjuru tanah air. Mereka terpanggil untuk menjadi Pengajar Muda. Ikut membantu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui langkah nyata dibidang pendidikan. Menjadi Pengajar Muda bukanlah pengorbanan melainkan sebuah kesempatan sekaligus kehormatan besar untuk mengenal Bangsa Indonesia secara langsung dan utuh. Selama setahun di daerah penempatan, mereka mengajar, berinteraksi, menginsipirasi dan menjadi teladan ditempat dimana mereka ditugaskan.

Entah mengapa, ketika saya mengetahui adanya kehadiran Indonesia Mengajar, saya terpanggil untuk mengabdikan diri saya menjadi tenaga pendidik di pedalaman Indonesia. Misi saya sangat sederhana, saya ingin mengamalkan ilmu pengetahuan yang saya miliki kepada Negara, berjuang mendidik anak bangsa di daerah-daerah terpencil yang selama ini kurang tersentuh tangan-tangan profesional muda dan saya ingin hidup bersama mereka. Walau saya berbeda, saya dianggap bukan warga Indonesia karena saya adalah etnis Tionghoa, tetapi saya juga ingin berkontribusi untuk Negara Indonesia, Negara yang selama ini telah memberikan perlindungan dan hak yang sama kepada saya sama seperti warga pribumi lainnya.

Walau saya sudah melihat beratus-ratus kali video-video sulitnya medan juang dan keterbatasan infrastruktur yang menjadi tantangan yang berat bagi pengajar muda, namun saya belum gentar. Ini akan menjadi pengalaman berharga apabila saya ditempatkan di daerah pedalaman. Paling tidak, saya bersedia berjuang di daerah terpencil dan menjadi sosok pendidik yang bermental baja. Saya merasa diri saya masih sangat muda dan memiliki kesempatan untuk bergerak serta berkiprah dalam pemberantasan buta huruf. Berjuang dalam usaha membuat melek pendidikan bagi masyarakat daerah pedalaman.

Indonesia, saya siap, sanggup dan ingin sekali menjadi guru di pelosok Negeri. 

Aku siap ditempatkan di pelosok negeri ini yang mungkin sebelumnya tak pernah ku dengar namanya. Aku sanggup  menghadapi berbagai masalah dan tantangan yang ada di pelosok negeri ini, aku sanggup. Aku ingin sekali datang ke pelosok negeri dan menjadi role model untuk mereka, mengajar mereka dan berbagi bersama mereka. Aku ingin mereka tahu bahwa aku sebagai etnis Tionghoa juga ingin berkontribusi untuk Negara yang sudah memberikan perlindungan dan kehidupan bagiku. Aku ingin mereka juga bangga dan mencintai Indonesia, sama sepertiku.

Aku ingin kelak, aku bisa mengajarkan anak cucuku yang terlahir sebagai etnis Tionghoa untuk memiliki rasa nasionalisme dan patriotisme melalui apa yang aku lakukan untuk Indonesia, walau itu hanya terjadi satu tahun seumur hidupku. Aku ingin menjadi guru idaman siswa-siswinya. Yang bisa berperan sebagai guru, orangtua, teman, sahabat, maupun saudara untuk mereka, mengajari mereka betapa asyiknya belajar itu. Aku ingin mengajar dengan tulus dan ikhlas, tanpa memikirkan seberapa besar gaji yang akan diterima. Aku ingin membuat anak-anak tersenyum  dan ingin mengubah negaraku ini menjadi negara yang berpendidikan tinggi, tidak saling dibodohi dan membodohi. Aku ingin di negeri ini banyak orang yang bisa jadi penerus bangsa dan membuat bangsa ini adil , makmur, dan sejahtera.

Di kota besar, kualitas pendidikan dan gedung sekolah tak lagi diragukan. Bagaimana di pedalaman dan perbatasan Indonesia? Di Pedalaman dan perbatasan Indonesia, pendidikan adalah kebutuhan yang sangat mahal. Kualitas pendidikan di pedalaman dan perbatasan berbanding terbalik dengan di kota besar. Bukankah pendidikan adalah salah satu pemutus tali kemiskinan? Bagaimana kemiskinan bisa terputus jika sumber daya manusia tidak memadai? Banyak sekali anak-anak usia sekolah yang tidak bisa menikmati bangku sekolah karena keterbatasan ekonomi yang dimiliki dan tidak adanya perhatian pemerintah bagi mereka. Tidak tersedia sekolah terbuka atau sekolah gratis bagi mereka yang tidak mampu. Kalaupun ada yang iklannya gratis itu hanya usapan jempol belaka. Belum lagi gedung sekolah di pedalaman dan perbatasan, hanya gedung sekolahnya yang tersedia, tetapi gurunya tidak ada. Karena guru yang mengabdi tidak diberikan jaminan kesejahteraan sehingga guru ogah  mengabdi. Belum lagi disebagian tempat ada anak-anak yang harus rela sekolahnya di jadikan kandang kambing di malam hari. Tidak hanya  masalah kandang kambing, ada lagi gedung SD yang sudah berusia puluhan tahun sehingga tinggal nunggu robohnya saja. Sungguh ironis! Kondisi ini mengisyaratkan bahwa orang-orang dari kelompok ekonomi rendah atau orang-orang di perbatasan dan pedalaman tidak diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan disekolah yang layak mereka tidak berdaya untuk mengikuti perkembangan pendidikan dan teknologi yang dinamis karena tereleminasi oleh tidak adanya pemeratan pendidikan.

Masa depan bangsa dan negara Indonesia bergantung pada generasi mudanya. Bagaimana indonesia bisa maju jika banyak anak-anak usia sekolah yang seharusnya sekolah tetapi mereka tidak bisa merasakan pendidikan dengan semestinya? Melihat hal yang memilukan itu maka aku bertekad dan bermimpi untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia terutama didaerah pedalaman dan perbatasan Indonesia. Salah satunya membuat bangunan sekolah yang layak serta nyaman, mengembangakan tenaga pengajar dan menjadi guru terbaik untuk anak-anak di pedalaman dan perbatasan, bekerjasama dengan PLN untuk menyalurkan aliran listrik secara merata di daerah pedalaman, dan membebaskan mereka dari segala biaya pendidikan.

Tanpa kehadiran guru, profesi – profesi lain tidak akan berkembang. Istilah kerennya, Teaching is the one profession that creates all other professions! Teachers touch the future!”. Dengan kondisi yang demikian memotivasi saya untuk mengabdikan diri sebagai guru karena pengabdian guru didasari semangat pengabdian memanusiakan manusia yang merupakan pondasi pendidikan kita. Kualitas guru adalah bagaimana guru mengabdi, bagaimana cara guru mencintai profesinya. Ketika guru mencintai profesinya, maka pengabdiannya akan seluruhnya diberikan pada siswa – siswanya, akan dilakukan yang terbaik yang mampu dilakukan oleh guru tersebut. Guru hidup untuk memberi dan tidak meminta apapun sebagai ganti dari apa yang telah diberikannya kepada kita, kepada anak didiknya, mereka hanya ingin kita menerima, mengingat dan memanfaatkan apa yang ia berikan kepada kita agar kita menjadi pribadi-pribadi yang berguna bagi bangsa dan negara.

“Engkau patriot pahlawan bangsa, Tanpa tanda jasa.."
Kutipan diatas adalah lyrik terakhir pada lagu 'Hymne Guru'. Sebuah lagu yang dipopulerkan oleh R Sartono dan menjadi lagu Wajib Nasional. Dipersembahkan untuk para guru karena dipandang sebagai sosok pahlawan yang tak pernah dihargai perjuangannya. Sosok guru adalah figur yang mengajar tanpa kenal lelah, berjalan kaki, naik turun gunung, kadang naik sepeda, tanpa minta dihargai dan tanpa berharap lebih. Semua dilakukan dengan hati yang tulus dan ikhlas. Keinginan-nya hanya satu mencerdaskan setiap anak didik yang diajarnya. Mengabdi untuk masyarakat, bangsa dan negara tanpa pamrih. Bukankah keinginan mereka ini sungguh mulia dan hebat? Layaknya  para superhero dalam The Avangers, para pahlawan tanpa tanda jasa ini pun tersebar dimana-mana, tanpa terlihat oleh masyarakat umum.

Sebentar lagi, kita sebagai warga Indonesia akan memperingati hari kemederkaan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus ini. 70 tahun yang lalu, Indonesia yang dulunya hanyalah bangsa yang terjajah sejak adanya proklamasi bangsa terjajah itu mengaku telah merdeka dan mengangkat harkat martabat bangsa sebagai bangsa yang merdeka dan bebas dari penjajahan oleh kolonial dan Jepang. Namun nyatanya, hingga saat ini janji kemederkaan yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, belum bisa terpenuhi dengan maksimal. Masih banyak warga Indonesia yang terjajah oleh kebodohan dan buta huruf namun tidak pernah diperhatikan.

Di tahun ke-70 merdekanya Indonesia ini, aku selalu berdoa dan berterimakasih telah diizinkan untuk lahir dan tinggal di Negara Indonesia ini. Aku menikmati hasil alam dan kekayaan alamnya. Aku dilindungi oleh Negaranya. Aku diberikan kesemapatan untuk menikmati hak yang sama walau aku adalah etnis Tionghoa. Aku bersyukur terlahir di Indonesia karena aku dapat mengenal sifat gotong royong, musyawarah da tenggang rasanya. Suatu hari nanti, aku akan balas apa yang telah diberikan Indonesia kepada etnisku. 

Indonesia, izinkan aku mengajar dipelosok negeri agar orang dipelosok negeri sana memiliki rasa bangga, nasionalisme dan patriotisme yang sama sepertiku. Izinkan aku menjadi inspirasi bagi mereka. Aku ingin mengajar, Indonesia.


Bambu Runcing - Indonesiaku..

Walau aku bukan penggemar pelajaran Sejarah disekolah, namun museum Negara adalah favoritku.

Berkibarlah Merah Putih ~

Merah putih teruslah kau berkibar,
 di ujung tiang tertinggi di indonesiaku ini,

merah putih teruslah kau berkibar,
di ujung tiang tertinggi di indonesiaku ini,
merah putih teruslah kau berkibar,
ku akan selalu menjagamu. (Bendera-Cokelat)

Padamu negeri kami berjanji,
Padamu negeri kami berbakti,
Padamu negeri kami mengabdi,
Bagimu negeri jiwa raga kami. (Bagimu Negeri)

Indonesia tanah air beta,
Pusaka abadi nan jaya,
Indonesia sejak dulu kala,
Tetap di puja-puja bangsa,
Di sana tempat lahir beta,
Dibuai dibesarkan bunda,
Tempat berlindung di hari tua,
Tempat akhir menutup mata. (Indonesia Pusaka)