Selasa, 18 November 2014

Berlindung Pada Perlindungan Luar Biasa

Berlindung Pada Perlindungan Luar Biasa
Oleh : Erica Winata Phenjaya

            Ketika kita sedang mengendarai sepeda motor atau berjalan kaki, lalu tiba-tiba hujan deras disertai angin yang kencang datang, apa yang akan kita lakukan? Ya! Kita akan mencari tempat untuk berlindung agar terbebas dari ketakutan pohon tumbang akibat angin yang kencang ataupun terbebas dari hujan yang turun dengan deras. Lalu, tempat berlindung seperti apakah yang kita cari? Apakah kita akan berlindung dibawah gubuk yang sudah reot? Ataukah kita akan mencari bangunan yang kokoh yang masuk ke dalam bangunan itu untuk berlindung? Tentu, kita akan memilih untuk berlindung di dalam bangunan yang kokoh yang bisa melindungi kita dari hujan dan angina kencang diluar sana.
            Dalam ajaran Buddha, berlindung sering dikaitkan dengan Tisarana, ‘Ti’ artinya Tiga dan ‘Sarana’ artinya perlindungan. Perlindungan disini diartikan sebagai tempat seseorang melindungi dirinya dari bahaya, sama halnya ketika terjadi tsunami di Aceh, semua orang melihat tsunami yang dahsyat tersebut dan berlari mencari perlindungan yang bisa melindungi mereka dari terjangan tsunami. Sama halnya dengan Berlindung dalam persepsi ajaran Buddha. Tiga Perlindungan yang dimaksudkan disini adalah berlindung kepada Tiga Permata yaitu Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiga permata ini dilihat sebagai sebuah tawaran yang menawarkan keamanan dan kebahagiaan bagi siapa saja yang datang mengambil perlindungan kepada tiga permata ini. Tiga perlindungan ini sudah sering kita baca dan kita ulang ketika kebaktian, tapi kerkadang kita tidak paham akan pengertian berlindung yang sesungguhnya. Akibat ketidak-pahaman kita inilah yang membuat kita memiliki keyakinan yang lemah kepada Buddha, Dhamma dan Sangha.
            Kita sebagai umat manusia, umat awam, kita takut mengalami penderitaan, baik itu penderitaan duniawi maupun penderitaan akan lahir dialam-alam rendah. Sebagai manusia biasa, sangatlah wajar bila kita takut mengalami sakit, tua, kita takut berpisah dengan kekasih kita, suami atau istri kita, anak  maupun orangtua kita. Kita juga takut dan khawatir akan berkumpul atau bertemu dengan musuh kita, orang yang kita tidak sukai. Kita semua memiliki ketakutan dan kekhawatiran yang besar dalam hidup ini dan kita yakin Tiratana (Buddha, Dhamma dan Sangha) bisa menyelamatkan kita dari ketakutan dan kekhawatiran itu. Karena adanya ketakutan dan kekhawatiran inilah yang akan membuat kita semakin berkeinginan untuk terbebas dari samsara.
            Ketika kita tahu akan ada musuh yang datang menyerang kita, kita tidak mungkin bisa diam santai dalam satu momen pun. Kita tentunya melakukan persiapan entah mencari seorang pemimpin yang memiliki kekuatan dan kekuasan yang lebih besar dan menjadikannya teman, atau membangun benteng pertahanan, atau sebelum musuh kita datang kita segera kabur ketempat yang jauh, dan sebagainya. Musuh yang disebut dengan ‘penderitaan alam rendah, ketakutan, kekhawatiran, kematian”, tersebut dalam waktu seratus tahun mendatang pasti datang, tidak kita ketahui Ketika musuh-musuh ini datang, kepada siapakah kita pergi berlindung?
            Sebagai seorang umat Buddha, tentulah lebih baik apabila kita tidak mencari perlindungan lain seperti mencari perlindungan pada keris, relik, patung-patung, pohon-pohon besar atau pergi ke tempat pemujaan lainnya. Dalam Dhammapada 188 dan 189 disebutkan bahwa, Gunung-gunung, pohon-pohon, hutan-hutan, dan tempat pemujaan lainnya, perlindungan semacam itu tidaklah aman, perlindungan seperti itu bukan yang tertinggi, dan perlindungan seperti itu seseorang tidak akan berbebas dari penderitaan. Lantas, siapa yang cukup berharga untuk bisa menjadi objek perlindungan? Seventy Verses on Taking Refuge / Tujuh Puluh Bait Mengambil Perlindungan menyatakan : “Buddha, Dhamma dan Sangha adalah perlindungan bagi semua yang mendambakan kebebasan”. Satu-satunya objek perlindungan yang sebenarnya adalah Tiratana, yaitu Buddha, Dhamma dan Sanggha. Tetapi jika kita tidak dapat memahami atau mempelajari kualitas ketiganya secara tepat, kita tidak akan mampu berlindung pada meeka dengan benar. Tiratana dikatakan sebagai objek perlindungan sejati yang bebas dari cacat dan memiliki kualitas bajik.
            Mengambil perlindungan kepada Buddha adalah hal yang luar biasa. Mengapa kita berlindung kepada para dewa saja? Banyak umat awam yang mencari kesejahteraan dengan mempercayakan diri pada dewa, dan sebagainya. Padahal dewa itu sendiri masih tidak cukup berharga untuk dijadikan tempat perlindungan karena para dewa pun masih terikat samsara dan penderitaan. Dewa masih memiliki ketakutan akan kematian, bahkan para dewa tidak tahu kapan mereka akan mati. Kebijaksanaan para dewa tidaklah sebesar kualitas kebijaksanaan seorang Buddha, jadi sesekali dewa-dewi dan makhluk-makhluk halus dapat membantu, tetapi diwaktu lain mereka juga dapat menyakiti kita.  Jika objek perlindungan tempat kita mencari pembebasan juga belum bebas dari semua penyebab ketakutan, maka dia tidak akan mempunyai kemampuan untuk membebaskan makhluk lain. Sama hal nya jika ada dua orang yang tidak bisa berenang dan tenggelam di dalam sungai, maka dua orang itu tidak mungkin bisa saling menyelamatkan satu sama lain.
Buddha dikatakan layak menjadi tempat perlindungan karena Buddha telah bebas dari ketakutan. Buddha tidak lagi takut dan khawatir dari penderitaan lahir, tua, sakit, mati, berkumpul dengan yang dibenci ataupun berpisah dengan orang yang dicintai. Buddha telah merdeka dari jajahan ketakutan dan Buddha punya cara untuk menyelamatkan kita dari ketakutan dan kekhawatiran, Buddha terampil dalam metode-metode menyelamatkan makhluk lain. Beliau berhasil membebaskan orang-orang seperti si kejam dan bengis yang dipenuhi kebencian, Angulimala atau si dungu Culapanthaka. Oleh sebab itulah, Buddha dikatakan layak menjadi pelindung kita.
Tidak hanya itu, kualitas-kualitas seorang Buddha menjadikannya layak untuk menjadi tempat bernaung kita. Buddha telah melenyapkan kesalahan dan menyempurnakan kebajikannya. Buddha juga memiliki cinta kasih dan kebijaksanaan yang luar biasa dan tanpa batas. Semua tindakan Buddha dilakukan untuk semua makhluk, bahkan makhluk yang tidak pernah menguntungkan beliau. Buddha tidak hanya memandang semua makhluk adalah sama dan dengan welas asih yang agung, tetapi Buddha juga bertindak untuk kepentingan semua makhluk. Jika kita mencari perlindungan kepada seseorang yang kurang dalam hal welas asih yang agung, dia mungkin tidak menolong kita. Tetapi, karena welas asihnya yang agung, Buddha pasti memberikan perlindungan bahkan kepada orang yang tidak memintanya. Welas asih seorang Buddha tak terbatas dan tidak naik turun. Artinya, welas asih Buddha tidak hanya timbul ketika melihat makhluk-makhluk yang menderita lalu kemudian lenyap ketika mereka tidak lagi terlihat. Welas asih Buddha merasakan pada setiap waktu bahwa setiap makhluk terbelenggu dalam penderitaan. Karenanya hal ini membangkitkan cinta kasih dan simpati yang snagat besar bagi mereka pada setiap waktu dan tanpa interupsi.  Itulah sebabnya Buddha layak dijadikan tempat berlindung kita.
            Dhamma adalah hal yang menghasilkan atribut-atribut seorang Buddha. Buddha tidak menciptakan Dhamma, tetapi Buddha menemukan Dhamma dan mengajarkannya pada kita agar kita terbebas dari ketakutan dan kekhawatiran. Tanpa Dhamma, tidak akan ada seorang Buddha, karena Dhamma-lah yang menghasilkan seorang Buddha. Dhamma tidak hanya menghasilkan Buddha saja, tetapi juga membangkitkan kualitas-kualitas di dalam batin kita, itulah sebabnya mengapa di dalam Manggala Sutta dikatakan bahwa mendengarkan Dhamma pada waktu yang sesuai dan membahas Dhamma pada waktu yang sesuai adalah berkah utama, karena tujuan Dhamma adalah untuk membawa pikiran seseorang agar dapat dikendalikan. Dhamma adalah ajaran yang ditemukan dan diajarkan Buddha untuk melenyapkan penderitaan yang dihadapi oleh semua makhluk yang menderita. Dhamma berisi cara dan metode yang dapat membantu kita keluar dari penderitaan, kekhawatiran dan ketakutan. Tanpa mempelajari Dhamma dengan benar, maka kita itu artinya kita tidak benar-benar mengetahui ajaran Buddha dan kita sama seperti kerbau yang dicucuk hidungnya dan mengikuti kemana tali itu menarik sang kerbau. Dhamma mengundang kita untuk bertanya, menginvestigasi dan bertanya, banyak bertanya bukan berarti meragukan Dhamma, justru dengan bertanya kita akan melenyapkan keraguan yang ada. Inilah yang menjadikan Dhamma sebagai perlindungan yang layak bagi umat Buddha.
            Dalam ajaran Buddha, Sangha diartikan sebagai siswa Buddha yang sedang berupaya atau berjuang untuk melenyapkan kekotoran batin dan meniru kualitas-kualitas seorang Buddha, inilah yang menjadi sebab mengapa kita dianjurkan untuk berlindung pada Sangha. Bukan berarti kita berlindung kepada sosok Bhikkhu tersebut, tetapi Sangha disini diartikan sebagai teman, best friend, atau sahabat baik kita yang membantu kita menemukan perlindungan dan merealisasikan perlindungan. Renungkanlah, walau keunggulan dari kualitas tubuh, ucapan, batin dan aktivitas seorang Sangha belum mencapai kualitas-kualitas Buddha yang sesungguhnya, mereka melatih diri untuk mencapai kualitas tersebut. Dengan berlindung pada Sangha kita akan merasa bahwa kita juga harus memiliki kualitas seperti ‘mereka’. Inilah mengapa umat Buddha dianjurkan untuk berlindung pada Sangha.
            Berlindung pada perlindungan luar biasa seperti Buddha, Dhamma dan Sangha adalah perlindungan terbaik. Kita seringkali focus pada perlindungan yang ada diluar diri kita dan melupakan focus pada Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai sesuatu yang mampu kita capai dan kita lupa bertekad untuk mencapainya. Berlindung yang tepat adalah ketika kita mengambil perlindungan setelah mempelajari kualitas-kualitas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tidak hanya mempelajari kualitasnya, kita juga harus mengambil perlindungan dengan menyatakan keyakinan kita untuk berlindung pada Tiratana dan meninggalkan keyakinan berlindung pada yang lain seperti pohon-pohon besar, dewa, hutan, dan sebagainya, Ketika kita dapat merealisasikan ini semua, maka kita disebut berlindung dengan benar dan tepat.
            Berlindung ibarat kita melihat bahaya / bencana besar dan kita bergegas mencari perlindungan / pertolongan. Tentu kita harus mencari pertolongan yang benar / perlindungan yang benar agar bisa sealamat. Dengan berlindung, kita akan mampu mengumpulkan kebajikan yang sangat luas dengan mudah karena Buddha merupakan ladang kebajikan yang luar biasa, apapun yang kita lakukan terhadap makhluk seperti itu pasti akan menjadi sebab bagi diri kita untuk mencapai pencerahan sempurna.  Kita akan memiliki kualitas-kualitas batin seperti Buddha, Dhamma dan Sangha jika kita berusaha untuk mencapainya. Tidak hanya itu, dengan berlindung dengan penuh hormat, rasa bakti, keyakinan, penuh pengertian benar dan pandangan benar, kita akan terlahir kembali menjadi Buddhis untuk menyempurnakan kebajikan-kebajikan kita. Dengan berlindung kepada Tiratana dengan tepat dan benar, akan membawa kita lahir di alam bahagia dan terbebas dari ketakutan serta kekhawatiran. Selain itu, kita akan mendapatkan kebebasan dan keberuntungan dalam semua kehidupan kita selanjutnya. Dan dalam kelahiran-kelahiran itu kita akan bertemu dengan objek perlindungan dan terus mempraktekan berlindung.
            Agar benar-benar sembuh secara total, seseorang yang dilanda penyakit serius membutuhkan bantuan dari tiga sumber, yaitu dokter, obat dan perawat. Demikian juga halnya, ketiga objek perlindungan dibutuhkan untuk mencapai pembebasan dari penderitaan samsara dan alam rendah, serta dari dua penyakit paling mengerikan yaitu  keberadaan ketakutan dan kekhawatiran dalam diri kita. Kita membutuhkan Buddha, Sang Penyembuh yang menunjukkan jalan menuju pembebasan. Kita membutuhkan Dhamma yang menjadi obat yang membebaskan. Kita juga membutuhkan Sangha, yang merupakan perawat yang membimbing kita dalam praktek Dhamma. Oleh karenanya, inilah ketiga objek yang harus menjadi tempat kita berlindung.
Semoga sharing Dhamma ini membawa manfaat bagi diri kita dan semua makhluk.
Terima kasih.

Sahabat Baik, Kamma Baik.

Sahabat Baik, Kamma Baik.
Oleh : Erica Winata Phenjaya

Namo Sanghyang Adibuddhaya,
Namo Buddhaya.
Senang sekali melihat kita semua dapat hadir disini untuk melakukan salah satu perbuatan baik yaitu membahas Dhamma pada waktu yang sesuai. Ya! Tentu kita semua adalah orang-orang terpilih pada minggu pagi yang berbahagia ini. Bagaimana tidak, ketika kita dihadapkan dengan begitu banyak pilihan saat kita bangun tidur tadi pagi, seperti kembali tidur lebih lama, jalan-jalan bersama para sahabat, ataupun melakukan kegiatan favorit kita, tetapi kita semua malah memilih untuk dating ke vihara dan membahas Dhamma. Bukankah ini sangat luar biasa?
Perkenalkan, nama saya Erica Winata Phenjaya. Pada minggu yang cerah dan bersama orang-orang luar biasa ini, saya akan membawakan topik yang berjudul, “Sahabat Baik, Kamma Baik”.  Apakah kita semua memiliki teman? Saya yakin kita semua memiliki teman, tetapi apakah teman yang sekarang berhubungan dengan kita adalah sahabat yang baik? Di dunia ada banyak sekali manusia, ada beberapa orang yang dekat dengan kita. Kita bergaul, menyukai mereka dan berbagi kebahagiaan dengan mereka. Namun, dalam menjalin persahabatan atau pergaulan di masyarakat kita juga membutuhkan ketelitian dan kewaspadaan dalam bergaul.  Kita hendaknya harus selalu bergaul dengan orang yang bijaksana dan menghindari orang yang tidak bijaksana, mengapa kita perlu melakukannya? Karena ada musuh diluar sana yang berpura- pura menjadi teman akan tetapi sebenarnya malah membahayakan kita ketika kesempatan itu muncul. Untuk itulah hari ini saya akan memberitahu kepada kita semua 3 hal. Yang pertama, Apa yang dapat di kategorikan sebagai sahabat baik dan sahabat tidak baik?. Yang kedua, Siapakah yang memulai terlebih dahulu untuk menjadi sahabat baik? Dan yang ketiga, Bagaimana caranya menjadi sahabat baik?
Seperti salah satu kutipan menarik dari Sutra Abhiniskramana yaitu jika kita menyentuh rumput yang merupakan bekas tergeletaknya ikan, maka tangan kita akan ikut berbau ikan, demikian pula jika kita berteman dengan teman yang tidak baik, maka kita akan ikut menjadi tidak baik. Tetapi apabila kita mencelupkan tangan kita kedalam kemenyan kayu garu maka sekejap tangan kita menjadi wangi, demikian pula jika kita berteman dengan sahabat yang baik, maka kita akan ikut menjadi baik. Sahabat adalah orang yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Para sahabat adalah orang yang membantu kita untuk maju dan harus kita bantu sebagai balasannya, oleh karena itu persahabatan adalah pilihan yang kita tentukan secara sadar. Kalau kita bersahabat dengan orang yang baik dan bijak, secara tidak sadar kita dapat mengikuti kebaikan dan kebijaksanaannya, itu berarti dia telah membantu kita menjadi lebih baik. Namun sebaliknya, jika kita bersahabat dengan orang yang tidak baik dan tidak bijaksana, kita juga bisa terpengaruh akan sikapnya yang buruk dan tidak bijaksana.
Dalam Ittivutakkha 68-69 di katakan bahwa, Orang buruk akan membimbing ke alam rendah dan orang baik akan membimbing ke alam bahagia. Sahabat yang baik dan bijaksana akan membawa kita pada hal-hal yang baik dan berguna yang akan menjadi sebab kebahagiaan baik di kehidupan saat ini atau kehidupan mendatang. Bergaul dengan orang yang tidak bijaksana akan membuat kita tersesat atau terjerumus pada hal-hal yang buruk dan tidak berguna yang akan menjadi sebab penderitaan baik di kehidupan saat ini atau kehidupan mendatang. Lantas bagaimana kita membedakan sahabat yang baik dan sahabat yang tidak baik?
Berdasarkan rujukan yang di dapat dari Sigalovada Sutta, sahabat yang baik adalah mereka yang melihat kita berbuat salah dan  akan langsung mengingatkan kita, baik kepada kita, senang membantu orang lain, tidak meninggalkan kita ketika sedang dibutuhkan, tidak membicarakan keburukan kita dibelakang, bersimpati, menjaga rahasia yang kita ceritakan kepadanya, memberitahu hal baik yang belum kita ketahui, dan menganjurkan kita untuk selalui berbuat baik.  Sahabat yang selalu mengingatkan kita ketika kita berbuat salah adalah sahabat yang akan menjauhkan kita dari penderitaan. Sahabat seperti ini pasti juga memiliki belas kasih dan pengertian. Mereka tidak akan menyesatkan kita dan akan mencoba menghentikan kita ketika melihat kita sedang dalam jalur yang salah.
Berbeda dengan sahabat yang tidak baik, Mereka adalah orang yang serakah, memberi sangat sedikit tetapi meminta banyak, memuji kita di depan tetapi menjelekan kita di belakang, menganjurkan kita untuk berbuat jahat, meninggalkan kita disaat kita mengalami kesulitan dan sahabat yang tidak baik hanya berteman demi keuntungannya sendiri saja bukan untuk kebaikan kita. Oleh karena itu, dia akan berharap menerima lebih banyak dari kita tetapi memberi lebih sedikit kepada kita. Dia juga adalah orang yang banyak bicara kosong dan hanya bertujuan memperoleh keuntungan atau bantuan kita, selalu membicarakan keinginannya untuk menolong, akan tetapi ketika kita meminta pertolongan, dia akan memberikan alasan tidak dapat membantu. Demikianlah ia yang disebut sahabat yang tidak baik.
Sebelum kita menuntut orang lain untuk menjadi sahabat yang baik, ada baiknya kita melihat kedalam diri kita, apakah kita sudah menjadi sahabat baik bagi sahabat-sahabat kita? Karena tentulah tidak akan ada akibat yang muncul tanpa sebab, demikian pula dengan persahabatan. Tidak akan ada sahabat baik apabila kita tidak berusaha menjadi sahabat yang baik pula. Hanya ketika diri kita sudah mampu menjadi sahabat yang baik bagi orang lain, maka kita akan lebih mudah untuk mendapatkan sahabat yang baik. Mulailah dari diri sendiri. Dengan menjadi sahabat baik bagi orang lain, kita telah membantu diri kita sendiri untuk mendapatkan sahabat yang baik.  Dengan menjadi sahabat baik, artinya kita telah menciptakan kamma baik bagi diri kita sendiri dan akan kita petik sendiri buah dari kamma baik yang kita tanam tersebut.
Bagaimana kita dapat mengetahui apakah seseorang dapat menjadi sahabat yang baik? Tidak ada jawaban yang sederhana untuk hal ini, akan tetapi ikuti nasehat Buddha yang tercantum dalam Udana seperti berikut ini, “Bergaullah dengan orang yang perilakunya diketahui. Bergaullah dengan orang bijaksana, tidak dengan si bodoh. Hanya dengan bergaul dengan orang yang kita kenali integritasnnya. Dengan pengendalian diri dan ketenangannya saat menghadapi masalah. Bila berbicara dengannya anda akan mengetahui kebijaksanaannya.” Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasih sayangnya ia akan memberanikan diri menegur apa adanya. Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa adanya dengan tujuan sahabatnya mau berubah lebih baik. Dengan menjalankan Pancasila Buddhis dengan baik, niscaya kita akan dapat menjadi sahabat yang baik bagi orang lain.
Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, keterbukaan dan kepercayaan. Belajar dari kisah persahabatan Sejati antara Y.M Sariputtra dan Y.M Monggalana yang sejak kehidupan lampau merupakan sepasang sahabat yang sama-sama berjanji untuk menjadi murid utama seorang Buddha.              Dua murid ini saling berjanji jika bertemu dengan guru dan ajaran yang luar biasa mereka akan saling memberi tahu. Akhirnya mereka berdua menjadi murid Utama Buddha. Memilih sahabat baik bukan berdasarkan suku, agama, ras dan bahasanya, tetapi berdasarkan ajaran Buddha yaitu moralitas, ketulusan dan kebijaksanaannya.


Terima Kasih!