Jumat, 18 Juli 2014

DUA HAL YANG TIDAK BISA KITA TUNDA

18.July 2014

ADA 2 HAL YANG TIDAK BISA KITA TUNDA DI KEHIDUPAN INI :
1. BERBAKTI PADA ORANGTUA
2. MELAKUKAN KEBAIKAN KEPADA SESAMA DAN SEMUA MAKHLUK

Orangtua ibarat sepasang Buddha / Dewa yang berada di dekat kita. Terkadang kita terlalu sering menghormati yang di luar sana, namun kita lupa untuk menghormati mereka yang berada sangat dekat dengan kita. Orangtua diibaratkan sepasang Buddha hidup yang harus kita perlakukan setara dengan Buddha yang kita puja di Vihara.

Di hidup ini kita membutuhkan makanan, pendidikan, uang, pakaian, teman, pekerjaan dan kita memerlukan CINTA. Dimanakah cinta pertama kita? Cinta pertama yang kita temukan saat kita membuka mata di dunia ini adalah cinta dari kedua orangtua kita. Mereka mencintai kita walaupun mereka belum tahu apakah anak mereka laki-laki atau perempuan, mereka mencintai kita walaupun mereka belum tahu apakah anak mereka itu cantik, ganteng atau tidak, mereka mengorbankan tenaga dan pikirannya untuk kenyamanan hidup anak-anaknya, mencukupi segala kebutuhannya dan memberikan segala hal terbaik yang mereka punya. Apakah kita sanggup hidup tanpa cinta mereka?

Ketika kita mulai dewasa, kita semakin jauh dari orangtua, kita semakin membentangkan jarak diantara kita dan orangtua, orangtua terkadang tak lagi menjadi prioritas utama kita, namun ingatlah kita selalu menjadi prioritas utama mereka. Betapa besarnya cinta mereka kepada kita. Kita bersyukur memiliki mereka. Mereka yang tak pernah kehabisan stok cinta, pengorbanan dan kasih sayang untuk kita.

Sudahkah kita membalas jasa mereka? Bagaimana cara membalas jasa mereka? Apakah dengan mencari uang sebanyak-banyaknya? ataukah menjadi anak pintar? Bahkan, jika kita memikul mereka diatas pundak kita dan kita berjalan mengelilingi dunia ini, kita masih belum bisa membalas jasa mereka. Orangtua tak perlu uang mu, mereka butuh perhatianmu. Orangtua tak perlu hartamu, mereka butuh bakti mu.

Datanglah pada mereka hari ini, sekarang ini dan saat ini.. Peluklah mereka dengan segenap cinta yang kamu punya, mungkin cintamu tidak sebesar cinta yang mereka punya, tetapi lakukanlah dengan ketulusan yang engkau punya. Katakanlah dengan penuh kesadaran dan renungkan jasa kebajikan yang telah mereka lakukan untukmu, katakan "Aku mencintaimu, Ma.. Pa., Aku minta maaf atas segala kesalahan yang ku perbuat kepada mama dan papa, Ma.. Pa.. Maafkan segala kesalahanku, ketidak-patuhanku, ketidak-berbaktianku, Mohon maafkan aku.. Terima Kasih Mama, Papa atas cinta, kasih sayang dan pengorbanan yang begitu luar biasa yang engkau berikan padaku.." Bersujudlah.. Peluklah.. Tataplah mereka yang sudah mulai tua dan renta.. Jangan biarkan mereka semakin jauh dari hidup dan pikiran kita..

Mungkin mereka bukan orangtua terbaik, namun mereka telah melakukan hal terbaik yang mereka bisa.. Ingatkan dan Pahami mereka, bukan membentaknya, lindungi mereka di hari tua mereka, cintai mereka seperti mereka mencintaimu dengan seluruh jiwa dan raga mereka. Kita tidak bisa memilih dimana kita akan dilahirkan, memilih lahir dari rahim ibu siapa, ataupun memilih terlahir di keluarga yang seperti apa, namun percayalah.. mereka mencintaimu melebihi mencintai diri mereka sendiri.. Mereka orangtua hebat..

Laksanakan baktimu pada orangtua sesegera mungkin, saat mereka masih bisa menerima baktimu saat ini.. Jangan menundanya hingga mereka sudah tak bisa menerima baktimu.. Surga di telapak kaki ibumu, bahkan di telapak kaki seorang pelacur pun terdapat surga apabila ia dengan kesungguhan hati mencintai, merawat dan berkorban untuk anaknya.. Apapun pekerjaan orangtuamu, apapun yang mereka lakukan, apapun yang mereka kerjakan diluar sana, ingatlah bahwa mereka adalah orang pertama yang memberikan cinta dan hidupnya untuk kita..

Salam Bakti,
EriCa YiNz

Senin, 14 Juli 2014

TREKKING SIBAYAK MOUNTAIN!

12 July 2014 – 13 July 2014

Yeay! Hari ini saya dan ke-empat teman-teman saya akan mendaki Gunung Sibayak! Horay!
Ke-empat teman saya adalah Rudy, Rudy adalah salah satu teman yang usianya sudah 40-tahunan namun jiwa dan semangatnya masih 25-tahunan! Hahaha. Kedua adalah Vito! Vito sudah saya anggap seperti adik saya sendiri, usia kami terpaut 2 tahun dan saya lebih tua 2 tahun dari Vito. Vito adalah anak laki-laki yang sangat menyukai kegiatan alam dan petualangan. Lalu ada Gunawan dan Hendra, mereka adalah teman-teman saya dan Rudy.

Kami akan melakukan pendakian gunung Sibayak pukul 02.00 dini hari pada 12 Juli 2014 dan akan turun gunung keesokan harinya setelah sarapan bersama. Dalam rombongan yang berangkat mendaki, saya adalah satu-satunya wanita yang ikut mendaki bersama mereka, tentu ini bukan pendakian saya yang pertama, kali ini adalah pendakian ketiga saya di gunung sibayak. Saya menyiapkan semua keperluan mendaki seperti ransel, sandal gunung, jaket, kaos kaki, jas hujan, air minum, makanan ringan dan tak lupa kamera untuk mengabadikan momen-momen indah ini.

Saya tidak keberatan untuk mendaki, karena saya merasa ini adalah kegiatan yang menyenangkan dan mengasyikan. Sedangkan bagi Gunawan ini adalah pendakian perdananya, Ia masih belum terbiasa dengan track yang disediakan oleh gunung Sibayak ini. Diantara kami berlima, Vito adalah salah satu yang sudah belasan kali mendaki sibayak dan membawa rombongan yang ingin mendaki. Walau ini adalah pendakian saya yang ketiga, namun saya tetap merasa sedikit gugup dan tegang untuk menghadapi medan perang yang ada di kawasan gunung Sibayak.
Saya di jemput pukul 22.30 malam dan kami langsung menuju ke Brastagi Medan untuk melakukan pendakian. Sekitar pukul 00.30 dini hari, kami mengisi energy kami dengan makan semangkuk mie instan sambil tertawa dan ngobrol  bersama. Sekitar pukul 01.00 dini hari, kami langsung bergegas menuju Lau Si eEbuk-Debuk yang memiliki pemandian air panas belerang alami yang sudah tersohor kemana-mana. Kami berangkat menuju meeting point  sekitar 02.00 dini hari dan kami berfoto-foto sejenak di bawah papan petunjuk yang ada disana sebelum melakukan pendakian, tak lupa kami saling mengingatkan untuk berhati-hati dan bersikap sopan selama pendakian serta melakukan doa bersama.

Oke! Pendakian di mulai! Kami berlima berjalan menuju hutan dan sesekali tertawa selama pendakian. Angin di sana terlihat sedikit berbeda, sepertinya dingin sekali dan sesekali angin berhembus dengan kencangnya ditubuh kami. Suasana di hutan cukup gelap, namun senter yang kami bawa menerangi seluruh jalan yang kami lalui dan dapat kami lihat dengan jelas bahwa terjadi badai angin beberapa hari lalu yang menyebabkan banyaknya pepohonan yang tumbang di dalam hutan dan membuat kami sesekali harus merunduk, merangkak, melompat ataupun melangkahi pohon-pohon tumbang tersebut.  Hingga tiba di satu persimpangan yang ditutupi banyak pohon tumbang, kami harus berhenti dan menerka-nerka mana jalan yang benar untuk kami lalui, kami pun belok ke kanan, namun guide kami malam itu, yaitu Vito mengatakan bahwa itu adalah jalan yang salah. Maka Vito pun mencari jalan dengan memeriksa beberapa jalan yang ada di dalam hutan tersebut, karena memang banyak pohon tumbang yang menutupi jalan sehingga agak kesulitan untuk mencari jalan tersebut. 15 menit kemudian Vito kembali dan mengarahkan kami menuju jalan yang benar untuk bisa tiba di puncak gunung Sibayak.

Selama di hutan, beberapa kali kami tertawa dan saling mengejek supaya perjalanan bisa lebih mengasyikan dan tidak penuh ketakutan. Salah satu teman yang menjadi bahan tertawaan kami adalah Gunawan, berhubung ini adalah pendakian pertamanya, maka wajahnya diliputi sedikit ketegangan dan ia selalu berjalan paling akhir. Kami beberapa kali berhenti untuk menungguinya, ia tidak terbiasa dengan kegiatan alam seperti ini sehingga membuatnya melangkah agak lama, tidak secepat langkah kami. 30 menit kemudian kami tiba di Pos 1 dan berhenti untuk duduk sejenak di sana, saya mulai mengeluarkan beberapa cemilan untuk mengisi energy kami yang telah sedikit terkuras sedari tadi. Setelah berhenti sekitar 10 menit, kami kembali melanjutkan perjalanan dan kali ini jalan yang kami lewati lebih menguras tenaga dibanding yang sebelumnya. Namun kami tetap menikmati perjalanan tersebut hingga pada akhirnya kami tiba di Pos 2. Di Pos ke-2 kami semakin bersemangat karena akan segera tiba di puncak sekitar 1 ,5 jam lagi. Dari pos pertama menuju ke pos ke-2, memakan waktu hampir 1 jam, lagi-lagi Gunawan sering kali ketinggalan dari rombongan. Beberapa kali saya memanggil namanya di hutan untuk memastikan ia tidak tertinggal terlalu jauh, dan setelah ia mendekat kami kembali melanjutkan perjalanan menuju pos ke-3. Di pos ke-3 ini kami berhenti sangat lama, sekitar 20 menit. Kami membicarakan hal-hal lucu yang membuat kami tertawa terbahak-bahak. Setelah itu kami kembali melanjutkan perjalanan menuju batu cadas yang akhirnya akan membawa kami ke puncak gunung sibayak! Saya semakin bersemangat, namun tidak bagi Gunawan, langkah kaki nya semakin berat dan tertinggal semakin jauh. Saya menjeritkan namanya beberapa kali di dalam hutan dan suara saya cukup keras saat menjeritkan namanya. Hingga pada suatu ketika, saya berkata, “ih, kok bau minyak angin sih? Ko Rudy pake minyak, ya? Mirip om-om!” Kata ku sembari tertawa kecil. Rudy pun langsung menanggapinya dengan serius, “Diam-diam aja, yuk lanjut jalan”. Saya mengerti apa maksudnya, maksud Rudy adalah ada makhluk lain yang tidak terlihat di sekitar kami. Saya sedikit ke takutan dan kami membuka lagu-lagu Buddhis untuk menghilangkan ketakutan kami.

Sesampainya di batu cadas, kami mulai pendakian menuju puncak dan cuaca lebih dingin disana karena sudah tidak ada lagi pepohonan yang bisa melindungi kami dari angin gunung tersebut. Saya suka sekali bagian ini karena sangat-sangat mengasyikan dimana kami bisa memanjat batu-batu dan melihat kota Brastagi dari sini. Langkah Gunawan melambat dan Vito membantunya dengan membawakan tas ranselnya agar dapat berjalan lebih cepat, namun itu tak membantu sama-sekali, jalannya tetap saja lambat dan kami kedinginan menunggunya. Sekitar 1,5 jam di batu cadas, akhirnya kami tiba di puncak, terlihat matahari mulai terbit dan indah sekali. KAMI TIBA DI PUNCAK SIBAYAK! YESSS! WE DID IT!!!!

Kami akhirnya mulai duduk di puncak gunung untuk menikmati indahnya pemandangan pagi itu. Angin di puncak gunung semakin kencang saja dan membuat kami makin kedinginan. Kami mulai mencari tempat yang strategis untuk memasak dan membuka terpal yang di bawa oleh Vito. Kami duduk di bagian yang agak bawah dari puncak dan membuka terpal. Kami sedikit kesulitan untuk membuat terpal itu terikat dengan baik karena angin yang menghantam sangat kencang. Setelah perjuangan 20 menit akhirnya terpal itu terpasang dengan baik dan kami bisa berlindung di bawah terpal sembari memasak.

Apa yang kami bawa untuk sarapan disana? Kami membawa ayam goreng KFC! Lebih tepatnya Vito yang membawanya tanpa sepengetahuan saya! Wahhh, saya sangat senang! Walau sudah dingin, namun enak sekali rasanya makanan itu! Sambil menikmati ayam goreng, saya memasak air untuk menyeduh pop mie dan membuat teh. Setelah air mendidih, saya menuangkan air itu kedalam gelas-gelas pop mie teman-teman dan kami menikmati pop mie itu dengan gembira! Wuahhhhh!!! Enak banget!!!! Namun sayangnya, kami belum merasakan cukup atas apa yang kami makan, kami malah menggoreng nugget diatas gunung! Seru, kan? Saya yang menggoreng nugget-nugget itu dan kami memakannya bersama, tak lupa kami mengambil foto-foto yang indah setelah menikmati makanan tersebut. Kami berfoto-foto ria di puncak setelah selesai membereskan semua perlengkapan perang kami! Waktu menunjukkan pukul 08.30 dan sudah waktunya untuk turun gunung! Setelah kenyang, kami mulai bereskan seluruh barang-barang kami dan memungut semua sampah yang kami buang, kami sangat mencintai alam dan tidak ingin merusaknya dengan sampah-sampah yang dibuang sembarangan.

Sesaat setelah membereskan barang, teman kami Rudy, merasakan ada “panggilan alam” dari dalam perutnya. Ya!!! Dia ingin buang air besar! Bisa di bayangkan bagaimana rasanya sakit perut di puncak gunung yang tidak memiliki toilet? Rudy melakukan segala cara untuk menahan rasa ingin buang air besarnya itu. Kata orang, dengan mengaitkan kedua jempol, rasa ingin buang air besarnya bisa hilang, dan Rudy pun melakukannya. Benar! Rasa ingin buang air besar itu hilang! Namun, terkadang rasa itu bisa muncul kembali dan Rudy melakukan hal yang sama untuk menghilangkannya, kami tertawa terbahak-bahak melihat aksi tersebut.

Setelah berfoto-foto, kami memutuskan untuk turun gunung dengan jalur yang sama ketika kami naik. Ya! Kami kembali turun melalui batu cadas dan hutan! Saat menuruni batu cadas, saya merasa sangat ngeri sekali karena tidak ada pegangan dan saya langsung melihat ke bawah, belum lagi angin yang sangat kencang yang hampir membuat saya terjatuh. Fiuhhh….

Saat berada di batu cadas sana, Rudy kembali merasakan isi perutnya sudah mengetuk-ngetuk pintu anus untuk dikeluarkan, tanpa pikir panjang lagi, ia mengeluarkan rasa tak tertahankan itu di balik batu cadas yang besar. Kami tertawa setengah mati, karena angin masih sangat kencang disana, kami khawatir kotoran itu akan terbang di bawa angin! Hahahaha.. Ini adalah pengalaman Rudy buang besar beratapkan langit! Lucu sekali! Dari kejauhan Rudy berteriak bahwa kotorannya itu seperti kuah sate padang, tawa kami semakin kencang saja! Hahahaha.. Gunawan juga masih ketinggalan jauh di belakang, ia bergerak sangat pelan sekali. Kami terus turun hingga menuju hutan dan menunggunya disana. 30 menit kemudian barulah kelihatan batang hidung Gunawan, ia berkata bahwa celanannya bolong akibat menuruni batu cadas dengan cara ngesot. Kami lagi-lagi tertawa!

Gunawan selalu berada di bagian paling belakang dari barisan kami. Ia berjalan sangat lama dan kami lihat kakinya mulai gemetaran. Mata saya mulai mengantuk dan Vito yang terus-terusan buang angin membuat kami terus tertawa sepanjang penurunan gunung tersebut! Proses penurunan gunung kami lalui hampir 5 jam dan selama 5 jam itu kami terus tertawa dan terus meledeki Gunawan. Rudy dan Hendra sudah jauh di depan, mungkin sudah tiba di meeting point, sedangkan saya dan Vito masih di dalam hutan menunggu Gunawan yang ketinggalan jauh. Benar-benar melelahkan karena seharusnya kami bisa tiba bawah hanya dengan perjalanan 2 jam, namun menjadi 4,5 jam karena menunggu Gunawan.

Seru sekali perjalanan kali ini, walau melelahkan, namun seru tak terkira! Setelah turun gunung kami masih merendam kaki di pemandian air panas lalu makan mie goreng bersama, di perjalanan menuju Medan, kami berhenti untuk makan durian bersama! Inilah perjalanan kami mendaki Sibayak. Seru sekali!

Saya masih menunggu saat-saat lainnya untuk mendaki bersama! Love Nature and Love Adventure!!!


Proses Pendakian

We Laugh All Day!

Wait Gunawan

Brother - Sister

Meeting Point

Ayam Goreng!

Packing

Selfie!

Vito & Erica

Rudy - Erica - Vito

View jam 05.30 a.m

Pasang Terpal

Brother - Sister

Our Guide - Vito

Sunrise! AWESOME!!!!

Anak Alam




Nugget!