Minggu, 22 November 2015

YUK DONASIKAN RAMBUT!

Kita sering mendengar bahwa “Every blood donor is a Hero!”. Jika para pendonor darah adalah pahlawan, bagaimana dengan pendonor rambut? Hah?! Bingung kan??? Istilah donor rambut mungkin masih terasa asing dan membuat kening kita berkerut.

Memang harus diakui bahwa mendonorkan rambut tidak sepopuler mendonorkan darah, namun bukan berarti tidak ada yang melakukannya. Bagi seorang wanita, rambut memang sebuah mahkota. Banyak di antara kita yang rela mengeluarkan banyak uang demi mempercantik rambut. Bahkan, beberapa di antaranya dengan sengaja mengubah gaya rambut yang membuat mereka terlihat semakin cantik. Dan, rata-rata kita lebih suka dengan rambut panjang dan indah.

September 2015 lalu, saat saya sedang iseng didepan laptop, saya mencoba mencari bahan bacaan tentang bagaimana prosedur mendonorkan organ saat ketika kita meninggal, lalu tidak puas dengan hasilnya, saya coba mengetik sebuah kalimat “Menjadi pendonor ketika masih hidup”.  Saya membaca banyak artikel yang menjelaskan tentang apa saja yang bisa kita berikan saat kita masih hidup. Selain darah, mata dan ginjal ternyata ada yang lain yakni rambut, hal sepele yang ternyata malah bisa kita pergunakan untuk membantu orang berkali-kali selama kita masih hidup.
Kalau kita punya rambut sehat ternyata selain berguna untuk diri sendiri juga dapat berguna untuk orang lain karena kita bisa mendonorkan rambut kita untuk orang lain. Kepada siapa rambut kita diberikan?  Banyak lembaga yang menerima donor rambut lalu akhinya rambut-rambut itu diproses menjadi wig / rambut palsu. Rambut palsu yang berasal dari human hair ini bisa dipergunakan menjadi dua kegunaan, yang pertama adalah dikirim kepada pembuat wig lalu dibuat menjadi rambut palsu dan diberikan kepada anak-anak atau wanita yang kehilangan rambutnya akibat kanker atau penyakit medis lainnya. Mereka benar-benar ingin menjadi wanita normal seperti yang lainya namun dia tidak bisa karena penyakitnya tersebut. Atau bisa juga wig tersebut dijual dan profitnya disumbangkan untuk yayasan yang membantu biaya pengobatan penderita kanker tidak mampu.

Ketika kita  menyumbangkan rambut, kita memberikan hadiah yang berharga untuk seorang wanita yang membutuhkan. Siapa pun bisa menyumbangkan rambut, anda tidak akan pernah menyesal membantu orang yang membutuhkan. Setelah membaca beberapa artikel, saya tertarik juga mendonasikan rambut saya untuk anak-anak dan wanita yang kehilangan rambutnya. Namun, rambut saya saat itu tidak begitu panjang, sehingga saya kesulitan mencari organisasi yang bisa menerima rambut saya. Setelah beberapa lama mem-browsing, akhirnya menemukan sebuah lembaga yang bisa menerima donasi rambut saya. Lembaga yang saya pilih adalah Pantene Beautiful Lenghts. Ada beberapa hal yang harus saya lihat dan pelajari sebelum mendonasikan rambut. Tentu saya akan membagikan info-info mengenai donasi rambut ini kepada teman-teman! Saya bahkan berhasil mengajak beberapa teman untuk ikut mendonasikan rambut mereka, saya mengirim 3 ikat pony tail untuk yayasan Pantene Beautiful Lenghths ini.

Sebelum memotong rambut dan mengirimkannya, pastikan bahwa kita memeriksa persyaratan sumbangan amal pilihan kita. Secara umum, panduan berikut yang umum untuk semua organisasi yang menerima rambut:

·        Rambut harus diikat pony tail  atau kepang dan dipotong di atas karet pony tail.
·      Persyaratan panjang sumbangan bervariasi dari delapan inci sampai 12 inci.  Pantene Beautiful Lenghts menerima donasi rambut minimal 8 inchi / 24 cm.
·         Rambut harus bersih dan kering saat dikirim.
·         Rambut tidak diwarnai, bleaching atau beruban.
·         Rambut harus alami - sintetis biasanya tidak diterima.
·         Rambut yang dari lantai tidak dapat digunakan.
·       Memotong pony tail atau kepang harus dikemas dalam kantong plastik ritsleting dan kemudian dimasukkan ke dalam amplop empuk.


Pastikan bahwa kita membaca dan mengikuti semua instruksi dengan seksama. Jika tidak, organisasi tidak akan dapat menggunakan rambut kita dan akan dibuang. Kirimkan donasi rambut ke alamat ini : Pantene Beautiful Lengths, Attn: 192-123. 806 SE 18th Ave. Grand Rapids, MN 55744. United States.

Saya memang sangat peduli dengan perawatan rambut dan sangat menyayangi rambut saya. Namun, tak butuh lama untuk memutuskan sebuah keputusan untuk memangkas pendek rambut yang saya cintai ini. Dua hari kemudian, dengan langkah pasti saya pergi ke salon untuk memotong rambut saya. Sebenarnya ide ini muncul tanpa disengaja. Teman-teman juga sering berkomentar tentang betapa cepatnya rambutku panjang. Dalam 1 tahun saja bisa sampai 2 kali ke salon untuk memotong rambut sekitar 10 – 15cm. Tanpa sadar selama ini ternyata saya sudah menyia-nyiakan rambut, padahal banyak sekali orang yang menginginkannya. Menurut saya, donasi rambut juga cocok untuk teman-teman yang takut jarum suntik atau terpaksa tidak bisa mendonasikan darah karena mengidap penyakit yang dapat ditularkan lewat darah. Donasi rambut bisa untuk siapa saja, bahkan anak-anak sekalipun selama memiliki rambut yang sehat dan panjang rambut yang cukup. Pihak salon juga sempat bingung saat saya meminta mereka memangkas rambut sesuai panjang yang saya inginkan, mereka juga sempat menanyakan apakah saya yakin, berhubung rambut saya sangat sehat, subur dan tebal, sangat sayang jika dipangkas sependek itu. Bagi saya, yang lebih disayangkan adalah jika saya membatalkan niat saya mendonasikan rambut untuk anak-anak dan wanita penderita kanker dan alopecia areata.

Dua bulan sudah berlalu. Tak sabar rasanya menunggu rambut saya kembali panjang dan didonasikan kembali. Rambut palsu memang tidak bisa menyembuhkan alopecia areata, kanker atau luka bakar. Namun dengan rambut palsu yang terbuat dari rambut asli manusia ini bisa membuat mereka berbaur dengan teman-teman sebaya dan tanpa melihat apa yang mereka idap. Trust me, ada anak-anak di luar sana yang sangat menginginkan rambut dan hanya dengan 8 inci dari rambut yang kita punya bisa membuatnya tersenyum lebar.


Maukah anda membuat mereka tersenyum dengan percaya diri?


BEFORE

AFTER

SALAH SATU TEMAN YANG IKUT MENDONASIKAN RAMBUTNYA, Ms.Yenni.




Senin, 16 November 2015

GURUKU, SAHABATKU.

Masih terekam jelas dalam benakku kejadian 8 tahun lalu yang mengubah hidupku. 8 tahun lalu aku bertemu dengan seseorang disebuah acara yang tak ku duga sekarang menjadi acara yang ku rayakan setiap tahun. Acara yang mengubah hidupku, mengubah pola pikirku dan acara yang membuatku bangkit dari keterpurukan hidup. Di acara tersebut sosoknya muncul pertama kali di hidupku. Ia tak berkata banyak, ia duduk dihadapanku tanpa berbicara, matanya terpejam, tubuhnya statis dan bibirnya tak mengeluarkan sepatah katapun. Tetapi, tak butuh waktu yang lama bagiku untuk mendekati sosoknya yang hangat dan penuh kasih. 8 tahun lalu ia hadir dalam hidupku dan hingga detik ini ia selalu menjadi motivasiku.

Saya berhutang budi kepada ayah saya untuk hidup, tapi kepada guru saya, untuk hidup dengan baik. Kira-kira inilah kalimat yang menjelaskan kejadian 8 tahun lalu. Kejadian 8 tahun itu mengubah hidupku, aku berhutang kepadanya untuk hidup yang lebih baik ini.

Guru adalah kata yang pantas untuknya. Bukan saja mengajari apa yang belum ku ketahui, tetapi ia memanduku, membimbingku, menunjukkan kepadaku apa yang belum ku jalani. Ia memberiku kesempatan untuk menjadi diriku, sebuah hal yang belum pernah ku dapatkan sebelumnya. Ia memberikanku sebuah kepercayaan, sebuah hal yang tak pernah diberikan orang lain sebelumnya. Aku terharu dan serasa ingin meneteskan airmata. Betapa tidak, sosok guru yang selama 8 tahun menemani perjalanan hidupku bahkan ia lebih mengetahui diriku dibanding orangtua kandungku.
Delapan tahun lalu, aku bertemu dengannya disebuah acara, ku lihat ia duduk tenang didepan sana, matanya terpejam. Ketika ia membuka matanya dan berbicara, aku tertegun. Banyak sekali hal baru yang ia sampaikan dan semua yang ia katakan menusuk hatiku, seolah-olah masalahku mendapatkan jawaban setelah sekian lama ku temui jalan buntu. Setelah acara itu selesai, aku ingin tahu siapa sosok yang berbicara didepan tadi, aku ingin rasanya mengucapkan terima kasih karena telah menjawab pertanyaan yang selama ini mengganjal hatiku. Aku malu-malu ketika berhadapan dengannya, mulutku terasa terkunci dan berat berbicara. Ku lihat sosok itu mulai mengembangkan senyum diwajahnya. Senyumnya hangat, tulus, dan tidak terlihat palsu. Aneh, Ia tidak terasa asing bagiku. Rasanya, sudah lama ku kenal sosok ini, tapi entah dimana kami pernah bertemu sebelumnya. Ah, kini ku sadari bahwa kami memang pernah bertemu sebelumnya, memang aku tak ingat dimana tempat kami bertemu, tapi satu yang ku tahu pasti, kami pernah bertemu di kehidupan sebelumnya. Ya, kehidupan sebelumnya.

Kami terlibat pembicaraan panjang, hingga aku memutuskan untuk akan mencarinya kembali. Aku mencarinya terus sejak pertemuan kami 8 tahun lalu. Bahkan aku tak pernah bosan terlibat pembicaraan dengannya. Ia adalah sosok yang memberiku inspirasi dan tidak pernah mengizinkanku puas begitu saja. Ia penuh kasih, peduli, membuatku merasa penting dan disambut, Ia menuntut, mendorongku dengan amat keras, Ia memiliki selera humor yang membuatku merasa tak pernah lelah untuk bercerita dengannya. Ia memiliki pengetahuan yang luas, namun ia tetap rendah hati dan selalu mau mendengarkan orang lain. Ia sederhana dan mudah dilayani. Bagiku ia adalah guru teladan, sungguh aku bangga menyebutnya sebagai guruku.

Bagiku, ia tak hanya sekedar guru. Ia adalah sahabatku, tempatku berkeluh kesah. Ia selalu mengatakan kepadaku, “Jika masukan dan krtitikku tak bisa membantu masalahmu, minimal biarkanlah itu menjadi penghibur bagimu”. Sudah 8 tahun aku mengenalnya dan ia tidak pernah berubah. Ia bagai matahari yang memberikan hangat. Walau terkadang ia begitu menyebalkan, ia sering sekali menyindir dan meledekku didepan orang lain, tapi aku tidak pernah bisa marah kepadanya. Dibalik sindirannya itu, aku tahu ia selalu memperhatikan gerak gerikku walau kami jarang bertemu.

Ia bagai ayah bagiku yang kehilangan sosok ayah kandung beberapa tahun silam akibat perceraian kedua orangtuaku. Ia tidak hanya menyekolahkanku, ia juga mendidikku dengan pelajaran yang tidak didapatkan dibangku pendidikan formal. Diluar aku terlihat kuat, namun hanya dihadapannya aku menunjukkan bahwa aku lemah, hanya didepannya aku menitikkan airmata, sungguh hanya didepannya aku mampu melakukan itu. Aku masih ingat, pidato berbahasa Inggris pertamaku yang ku ikuti. Ada ketegangan dan ketidak-percayaan diri saat aku akan mengikuti ajang perlombaan itu.

Aku mengambil handphone, lalu mengirim sebuah pesan teks kepadanya dan berkata, “Aku sungguh takut akan perlombaan esok. Semua peserta berasal dari perguruan tinggi, hanya aku yang mengenakan rok abu-abu besok. Aku tidak percaya diri. Aku takut”.   
Lalu, ia membalas pesanku, “Lakukan saja. Berikan penampilan terbaikmu. Berbicaralah seolah-olah kamu adalah putri Diana dari kerajaan Inggris yang sedang memberikan pidato kepada rakyatnya”.

Aku pernah terjebak ketakutan selama seminggu sebelum ujian nasional, dan saat aku ketakutan aku selalu mencarinya untuk meminta perlindungan, “Aku takut. Besok ujian nasional dimulai. Bagaimana kalau aku tidak lulus ya? Aku takut, aku tidak bisa tidur”.
Lalu ia membalas pesanku, “Bagus sekali kalau takut, artinya akan belajar sungguh-sungguh. Jika tidak ada rasa takut menghadapi ujian, pasti kamu tidak akan belajar sungguh-sungguh. Benar kan? Kalau besok kamu berkeringat terus disepanjang ujian, jangan lupa bawa kain untuk menghapus keringat dinginmu dan peras keringatmu didalam ember. Ingat, jangan menenggelamkan peserta dan pengawa ujian nasional dengan keringatmu. Semangat!”.

Aku tertawa membaca pesan yang ia balas. Ia tahu betul bagaimana menenangkanku dan mengembalikan kepercayaan diriku. Ia adalah teladan dan inspirasiku. Guru yang tak lekang oleh waktu. Guru yang memberikan contoh-contoh baik dalam kehidupan. Guru yang memberikan semangat hidup dan semangat pengabdian secara nyata. Ia sosok hebat yang pernah kutemui dalam kehidupanku kali ini.

Walau kehilangan kehangatan seorang ayah kandung, kehadirannya menyembuhkan luka itu. Aku bersyukur bertemu dengannya delapan tahun lalu. Dan aku bersyukur dia berhasil membangkitkan nilai-nilai positif dalam diriku. Ia selalu berhasil menginspirasiku dengan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya disetiap pembicaraan kami. Ia selalu berhasil membuatku bangga dengan pemikiran-pemikirannya. Dan ia selalu membuatku berharap, ya.. berharap.


Aku selalu berharap kelak, berkat jodoh baik yang kami jalin selama hidup kami di kehidupan ini dapat mempertemukan kami di kehidupan mendatang untuk menjadi sebuah keluarga yang bisa saling mendukung dan menyemangati hingga tujuan serta cita-cita luhur kami tercapai. 

Setiap aku memejamkan mata, seorang sosok yang hangat, berpengetahuan, baik hati, tulus dan selalu tersenyum selalu menghiasi benakku. Suara dan tawanya selalu terdengar. Bayangannya nyata! 

Terima kasih, Guruku.

Kamis, 12 November 2015

Sebuah Rumah Harapan Untuk Anak-Anak Suku Pedalaman Mae Hong Son - Thailand.

Tulisan ini dibuat sesuai dengan kebutuhan penggalangan dana yang sedang dilakukan untuk sebuah panti asuhan dibagian utara Negara Thailand. Kita perlu tahu mengapa kita perlu membantu mereka, kita perlu mengerti situasi yang terjadi dan dialami oleh mereka. Selamat membaca!

Dhammagiri Foundation adalah sebuah proyek dari Dhammagiri Yayasan didirikan pada tahun 2009, dana untuk proyek itu disponsori oleh Ms Kristal Lau, penduduk Buddhis  Malaysia  dan adik Mulia Ajahn Cagino.  Ajahn Cagino lahir di Malaysia pada tahun 1967 dan lulus dari Malaysia Institute of Art. Selama karirnya sebagai seorang fotografer profesional dari usia 22-27, ia menerima sebanyak 40 penghargaan fotografi, dan pada tahun 1990 memenangkan perdana kompetisi Fotografi Asia.  Pada 29 tahun, ia pergi ke Wihara hutan di Thailand dan Selandia Baru untuk mencari Dhamma. Pada tahun 1997, ia menjadi seorang pemula / Bhikkhu muda / Samanera di Ang Hock See Temple di Penang. 18 bulan kemudian, ia berangkat ke Thailand, dan berangkat dengan Ajahn Ganha sebagai pembimbing nya.
Ajahn Cagino

Pada tahun 2004, ia kembali ditahbiskan di biara hutan internasional Ajahn Chah Wat Pah Nanachat. Selama bertahun-tahun, ia telah berjalan beberapa 4000km di Thailand. Ia datang di anak yatim dari suku-suku minoritas di Mae Hong Son yang ia ditemukan untuk menjadi baik dan murni hatinya. Dia merasa bahwa anak-anak bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan bimbingan yang tepat dan pendidikan. Oleh karena itu ia mendirikan Yayasan Dhammagiri sebagai panti asuhan untuk anak yatim Buddhis suku pedalaman, pemberian sponsor dan mengorganisir retret meditasi untuk membantu mereka.  Sejak 2011, ia telah memberikan ceramah Dhamma dan melakukan retret meditasi di Singapura, Malaysia, Taiwan dan Indonesia, dan lain-lain.  Ajahn Cagino saat ini adalah kepala wihara  dari Mae Hong Son sangharama dan penasehat spiritual Nibbana Dhamma Rakkha di Singapura.

Provinsi terpencil Mae Hong Son, terletak di pegunungan dari barat laut dari Thailand yang berbatasan dengan Burma, adalah salah satu daerah termiskin di Thailand. Populasinya mencakup banyak kelompok etnis yang berbeda, di antaranya adalah sejumlah suku-suku yang miskin. Komunitas ini berada di bawah tekanan yang meningkat dari masalah seperti deforestasi dan perdagangan narkoba. Banyak bentuk-bentuk budaya tradisional mereka tidak berkelanjutan di era modern dan orang-orangnya sedang berjuang untuk beradaptasi dengan perubahan yang cepat di sekitar mereka. 

Ajahn Cagino dan Biarawan lain memutuskan untuk membantu mereka dengan mendirikan panti asuhan untuk memberikan anak-anak suku pedalaman lingkungan yang kondusif. Anak-anak akan pergi ke sekolah umum, dan di bawah bimbingan para biarawan, menerima pendidikan moral sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Buddha menghormati kehidupan, kasih sayang dan kejujuran. Ketika mereka meninggalkan  panti asuhan, mereka akan mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat dan membantu keluarga mereka memutus lingkaran kemiskinan.

Provinsi Mae Hong Son telah dikunjungi oleh wisatawan yang ingin membantu atau berdonasi selama bertahun-tahun, lokasi  di lembah yang dalam, dikelilingi oleh pegunungan berkabut - berarti bahwa banyak suku bukit / pedalaman hidup dalam isolasi.

Dikatakan oleh Ajahn Cagino  beberapa tahun silam anak-anak ini jarang mandi dan mereka harus diajarkan untuk mandi dan berganti pakaian. Ajahn Cagino bahkan menemui kasus dimana dua bersaudara hanya memiliki dua set pakaian. Ketika Ajahn  menemukannya, mereka dibawa untuk berbelanja baju baru oleh Ajahn Cagino. Mereka adalah anak yatim, anak-anak terlantar, dan anak-anak dari single parent. Dibutuhkan berbulan-bulan untuk mengajari mereka keterampilan hidup dasar, seperti bagaimana menggunakan toilet flush atau tidak untuk membuang sampah sembarangan. Ini bagus bahwa anak-anak ini sekarang memiliki tempat yang tepat untuk hidup, makan dan dididik. Sebelumnya ketika mereka tinggal dengan keluarga terdekat atau wali mereka, makanan mereka yang tidak pasti bahkan mereka kelaparan beberapa hari.

Saat ini ada 41 anak, berusia tujuh hingga 21 tahun. Panti asuhan ini  hanya menerima anak-anak dari usia bersekolah karena tidak memiliki pengasuh anak untuk merawat anak-anak dibawah usia sekolah. Anak-anak ini dapat tetap tinggal disini sampai mereka menyelesaikan pendidikan tinggi mereka, dan Ajahn Cagino akan membantu mendidik mereka. Jika mereka tidak tertarik untuk belajar, mereka harus meninggalkan panti asuhan tersebut ketika mereka datang pada usia untuk berjuang sendiri. Untuk membantu Ajahn Cagino, ada empat pekerja - dua pria dan dua wanita untuk mengurus panti asuhan dan memperhatikan kebutuhan anak. Dan anak-anak juga bergantian untuk memasak makanan mereka dan mencuci pakaian mereka sendiri sehingga mereka dapat belajar untuk menjadi mandiri. Mereka juga diajarkan untuk mengolah sawah dan menanam sayuran organik, termasuk kentang dan kedelai, untuk menambah pasokan makanan mereka.

Pada hari biasa, anak-anak dibutuhkan untuk ke sekolah dengan berjalan kaki sejauh 5 kilometer. Mereka pergi ke sekolah sekitar jam 7:00 pagi dan pulang sekitar pukul 04:45 sore. Dua kali sehari, pada pukul 05:00 pagi dan 05:00 sore, anak-anak mengabdikan 30 menit untuk nyanyian dan 10 menit untuk meditasi. Selama musim panas liburan sekolah (dari akhir Maret hingga akhir Mei), anak laki-laki diajari sebagai biksu pemula dan mengikuti Ajahn Cagino dari hutan ke hutan untuk bermeditasi. 


Panti asuhan terhubung ke jaringan listrik lokal dan memiliki tangki limbah; air minum dari sumur disalurkan sementara air untuk keperluan lain, seperti membersihkan, berasal dari sungai. Ajahn Cagino mengatakan, bahwa masyarakat (termasuk saya – Erica) sangat disambut setiap waktu untuk datang dan mengunjungi anak-anak yang kurang beruntung. Ajahn Cagino berharap donatur akan memberikan buku dalam bahasa Thai untuk perpustakaan di panti asuhan. Pakaian anak-anak dalam kondisi baik juga dapat disumbangkan. Dana terus dibutuhkan, tentu saja, tidak hanya untuk menjalankan panti asuhan tetapi juga untuk perbaikan. Mereka masih membutuhkan dana untuk membangun jalan beraspal yang tepat. Sekarang, jalan sangat berdebu di musim panas dan berlumpur di musim hujan. 


Pengairan Dhammagiri Foundation





Memang, bukan menghadapi masa depan yang suram, anak-anak ini juga memiliki harapan untuk kehidupan yang lebih baik ke depan. Di tempat ini di mana gunung-gunung berkabut secara keseluruhan sepanjang tahun, ada banyak hari hujan - tapi kadang-kadang matahari juga tentu bersinar, seperti harapan bersinar bagi anak-anak suku pedalaman tersebut. 

Rabu, 11 November 2015

Call Me Mommy, Sura!

Dikala waktu senggang, biasanya saya memanfaatkan waktu untuk browsing internet entah itu membaca berita online  atau menonton youtube. Saya senang mencari inspirasi dari media-media online  yang sedang up to date. Ketika sedang asyik mencari bahan tontonan via youtube, saya tertarik pada satu video yang bercerita tentang orangutan keeper  atau penjaga orangutan disebuah organisasi di Kalimantan, tempatnya di Samboja Lestari.
Video berdurasi 22 menit itu menceritakan kehidupan orangutan keeper yang bekerja di pusat rehabilitasi orangutan. Video ini membuka wawasan baru bagi saya yang baru saja pergi ke hutan demi bertemu hewan yang sudah sangat langka ini. Siapa sangka saya berjodoh mempelajari mengenai orangutan lebih dalam melalui video tersebut.
Menurut Wikipedia, Orangutan adalah  sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang hidup di hutan tropika Indonesia dan Malaysia, khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Orangutan adalah spesies kera besar satu-satunya di Asia. Saat ini orangutan hanya hidup di Pulau Kalimantan dan Sumatera yang terbagi dalam dua spesies generik, Pongo pygmaeus dan Pongo abelii. 90% dari populasi orangutan ini hidup di Indonesia, sementara 10% sisanya dapat ditemukan di Sabah dan Sarawak, Malaysia. Di Sumatera, populasi terbesar ditemukan di ekosistem Leuser, sedangkan orangutan Borneo dapat ditemukan di Kalimantan Barat, Tengah dan Timur. Dalam video yang saya tonton itu, diceritakan kehidupan orangutan di Borneo.  Seorang wanita yang bekerja sebagai orangutan keeper ini  setiap harinya mengurusi puluhan orangutan yang direhabilitasi. Orangutan tersebut datang dari latar belakang yang berbeda-beda, ada yang direhabilitasi karena ditinggalkan oleh ibunya, ada yang ditarik dari sirkus atau kebun binatang, ada yang korban pemburuan hingga menderita trauma, dan masih banyak lagi.

Di Samboja Lestari, tempat orangutan ini direhabilitasi, Kegiatan utama tidak hanya berupa penyelamatan orangutan, translokasi orangutan dari daerah-daerah konflik ke daerah-daerah habitat yang aman dan dilindungi, tetapi juga perawatan dan pelayanan kesehatan, rehabilitasi, reintroduksi dan kegiatan restorasi hutan. Didalam video itu juga diceritakan mengenai  ‘Sekolah Hutan’, Selama rehabilitasi, orangutan diajarkan dan dibimbing untuk membangun sarang, memilih pakan alami yang tepat dan mengenali predator alami mereka. Proses ini dimulai di ‘Sekolah Bayi’ dan berlangsung melalui berbagai tingkat di ‘Sekolah Hutan’, di mana setiap hari dihabiskan di hutan untuk belajar keterampilan baru. Keterampilan yang diperoleh setiap individu akan dinilai sebelum mereka boleh naik ke tingkat selanjutnya. Orangutan kemudian masuk ke Karantina Kesehatan atau Sekolah Hutan 3, yang merupakan hutan singgah untuk menuju tahap akhir rehabilitasi. Tergantung pada usia dan keterampilan yang dimiliki masing-masing orangutan, rehabilitasi bisa memakan waktu hingga 7 tahun.
Saya melihat para orangutan keeper tidak hanya mengajari orangutan, tetapi juga memberi makan tambahan karena pada umumnya orangutan yang bersekolah di Sekolah Hutan belum mahir mencari makanan, sehingga gizi tidak tercukupi apabila tidak diberi makanan tambahan oleh para keeper. Makanan yang diberikan berupa susu formula sebelum berangkat sekolah, lalu suplemen untuk menjaga kesehatan orangutan yang berupa oats yang dicampur dengan tempe lalu dihancurkan lalu dimasukkan kedalam bambu dan diberikan kepada orangutan. Selesai bersekolah, orangutan diberikan buah-buahan seperti pepaya dan semangka juga! Para keeper tak hanya membawa bayi orangutan bersekolah dan memberi makan saja, tetapi juga menulis laporan tentang peningkatan orangutan yang bersekolah, semacam rapor sekolah. Hahahaha! Rapor inilah yang menentukan apakah orangutan bisa naik kelas/naik level atau tidak.  Sungguh luar biasa para keeper ini!

Setelah puas melihat video tersebut, saya melanjutkan sesi browsing informasi mengenai orangutan dan dimana saya bisa mendaftarkan diri menjadi relawan untuk membantu orangutan keeper. Saya tertarik untuk meluangkan liburan saya ditahun mendatang untuk merawat orangutan, saya rasa ini bukan ide yang buruk. Lalu, saya membuka sebuah website di Borneo dan membaca dengan seksama. Tidak tercantum cara mendaftar sebagai relawan, tetapi tercantum cara lain untuk mendukung kegiatan mereka melalui program adopsi orangutan. Wow, its sounds great!!! Saya mulai membaca satu persatu biodata orangutan yang boleh diadopsi. Ada berbagai usia dengan beragam latar belakang yang dicantumkan disana. Saya juga diberikan pilihan apakah hanya akan mengadopsi selama 1 bulan, 6 bulan atau 1 tahun. Setelah melirik-lirik semua orangutan yang ada di website tersebut, akhirnya saya menjatuhkan pilihan untuk mengadopsi bayi orangutan bernama Sura.

Pada usia 4 bulan, Sura kehilangan ibunya dan tiga jari ditangan kirinya. Dia dikonfirmasi berada di sekitar 4 bulan usia berdasarkan kondisi gigi nya. Tim Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) juga menemukan fakta menyakitkan memilukan: Tiga jari di tangan kirinya telah dipotong. Luka-luka yang terbuka dan tampak seolah-olah mereka berasal dari pisau atau parang pukulan. Jari-jari bengkak dan tidak lagi pendarahan. Sura kemudian dimasukkan ke dalam kelompok bayi karantina, menerima sekitar perawatan intensif jam dari tiga babysitter. Dia tidak menunjukkan perilaku liar apapun. Dia masih terlalu kecil dan terlalu lemah. Ia hanya akan memegang erat babysitter-nya. Seringkali ia melihat jari-potong, seakan mempertanyakan bagaimana hal ini terjadi. Rumah hutannya telah hancur dan ia kejam dan brutal dipisahkan dari kasih ibunya.



Setelah membaca kisah yang memilukan itu, saya menyatakan diri akan menjadi ibu asuh untuk Sura selama 1 tahun kedepan. Adapun biaya yang harus saya bayar adalah Rp.1.000.000,00 untuk satu tahun. Biaya tersebut telah termasuk biaya sekolah, vaksin, perawatan, kesehatan dan makanan untuk Sura selama setahun. Setelah mengirim donasi melalui bank transfer, lalu saya dikirimin via email oleh pihak BOSF beberapa foto Sura, cerita-cerita perkembangan Sura selama direhabilitasi dan sertifikat ucapan terima kasih. Setelah perawatan medis intensif dan perawatan, Sura akhirnya membuat pemulihan penuh. Luka di jari-jarinya kini sembuh, flu-nya hilang, bahkan meskipun kadang-kadang tenggorokannya terdengar sedikit tegang saat cuaca dingin atau lembab. Beberapa teman saya menertawakan saya ketika mereka tahu saya baru saja mengadopsi bayi orangutan. Saya sadar, ini bukanlah hal yang umum dan biasa. Melihat Sura telah sehat dan aktif seperti orangutan pada umumnya membawa begitu banyak sukacita untuk saya dan para babysitter/orangutan keeper karena semua kerja keras mereka telah terbayar. Sura sekarang sehat lagi dan mudah-mudahan ia akan tetap sehat dan bahagia saat ia mulai periode panjang rehabilitasi untuk mempersiapkan dia untuk hidup di alam liar!






Saya berharap Sura akan mulai mendapatkan kekuatan ditempat ia direhabilitasi. Kelimpahan cinta dan perawatan dari babysitter/orangutan keeper yang mungkin tidak dapat menggantikan ibunya hilang. Saya hanya berusaha memberinya begitu banyak cinta dan perawatan terbaik yang saya bisa melalui donasi saya. Suatu hari, saya akan melihat Sura sebagai orangutan  laki-laki dewasa yang siap untuk menjelajahi hutan nyata Kalimantan, tangguh dan berani, seperti namanya yang diberikan.





Officially Adopted Baby Orangutan.
Call Me Mommy, Sura!

Love you!!!

Sabtu, 07 November 2015

Jungle Trekking at Ketambe, Gunung Leuser National Park. (02 - 06 NOV 2015)

Sebuah mobil kijang inova membawa saya menuju ke Ketambe pada 03 November 2015 pukul 21.30. Perjalanan menuju Ketambe ditempuh dalam waktu 7-8 jam. Saya duduk didalam Mobil dan tertidur dalam waktu yang lama. Mungkin sekitar 5 jam lebih saya tertidur dalam perjalanan ini. Saya sempat terbangun beberapa kali karena mobil yang saya tumpangi hampir menabrak saat menyalip kendaraan besar didepan kami. Belum lagi beberapa jalan yang longsor karena musim hujan yang sedang berlangsung, saya tiba di Ketambe pukul 05.00 pagi.

Ketambe masih sepi sekali ketika saya sampai, bukan karena waktu yang terlalu pagi, tapi memang saya tak melihat banyak rumah dikawasan ini. Hanya ada beberapa guest house dan rumah penduduk yang terlihat. Saya menelepon seorang guide yang sudah saya hubungi sebelum saya datang kemari, Pak Ahmed namanya. Beliau adalah pemilik Friendship Guest House yang merupakan mantan tour guide di Ketambe. Ia bangun dan membukakan pintu untuk saya lalu menyuruh saya langsung masuk ke kamar untuk istirahat. Dalam kondisi setengah sadar tersebut saya langsung jalan dan masuk ke kamar dan membuka sleeping bag saya lalu tidur. Hingga.. saya mendengar suara pintu saya diketuk, bukan diketuk oleh manusia, tetapi monyet setempat! Saya melirik telepon genggam saya dan waktu menunjukkan pukul 08.30 pagi. Saya bergegas bangun dan berjalan-jalan disekitar penginapan. Saya terpukau oleh ruang tamu di guesthouse ini dimana ruangan tersebut dipenuh foto-foto cantik yang membuat saya tersenyum dan penasaran ingin cepat masuk kedalam hutan.







Saya memesan sepiring mix vegetables omelette dan secangkir kopi susu untuk sarapan. Guesthouse ini tidak menyediakan jasa makan gratis karena harga kamar yang cukup murah disini. Dengan membayar Rp.50.000/malam, kita sudah bisa mendapatkan kamar yang luar biasa apik dan kamar mandi didalamnya. Sarapan yang disediakan disini cukup beragam dengan harga yang cukup murah. Recommended! Waktu menunjukkan pukul 11.00 siang, karena tak ingin membuang banyak waktu, maka saya berdiskusi dengan Pak Ahmed mengenai jungle trekking yang cocok untuk saya dan saya memutuskan untuk mengambil 3 hari 2 malam jungle trekking di Ketambe. Keputusan yang cukup berani bagi saya! 

Oh ya, Pak Ahmed sempat berpikir bahwa saya adalah turis yang berasal dari Malaysia atau Jepang. Beliau sama sekali tidak menyangka saya adalah warga negara asli Indonesia dan berasal dari Medan. Pantas saja, setiap saya bertanya melalui Whatsapp, beliau selalu menjawab dengan bahasa Inggris walau saya menjawab dengan bahasa Indonesia. Lucu sekali! Pak Ahmed berkata bahwa saya adalah wanita muda yang asli dari Indonesia dan keturunan chinese pertama yang datang sendirian ke Ketambe untuk menginap 3 hari 2 malam di Hutan. Pak Ahmed sempat berdecak heran dan kagum, ia penasaran apa yang ingin saya lakukan didalam hutan. 

Setelah bersiap-siap, lalu saya menunggu diberangkatkan ke dalam hutan. Guide saya hari ini adalah Safar! Kami akan bersama-sana selama 3 hari 2 malam didalam hutan. Pukul 13.00 saya dan Safar mulai berjalan menuju ke hutan. Kami melewati perkampungan sebelum masuk kedalam hutan. Saya mendengar banyak warga yang berbicara dengan Safar. Karena penasaran, saya bertanya kepada Safar apa yang mereka katakan, karena mereka berbicara dalam bahasa daerah yang tidak saya pahami. Safar mengatakan bahwa mereka bertanya apakah saya adalah turis dari Jepang, China, Malaysia atau Thailand? Beberapa mengatakan saya adalah turis dari Jepang. Safar mengatakan saya adalah gadis Chinese asli Indonesia dari Medan, mereka sedikit kaget dan tak bisa berkata-kata.  

Kami mulai masuk kedalam hutan. Sungguh bukan hal yang mudah, 15 menit pertama saya merasa sangat kelelahan karena 15 menit pertama adalah trek yang sangat menanjak. 1 jam pertama adalah jam yang sangat melelahkan bagi saya. Karena jalan yang dilalui tidak hanya menanjak namun juga becek dan berlumpur. Tak hanya itu, teman-teman kecil dihutan juga bermunculan. Banyak sekali pacet yang menempel di celana dan baju saya, tak lupa saya menjerit cukup keras saat mengetahui keberadaan mereka di tubuh saya. Untunglah Safar mencabut mereka dengan sangat cepat. Saya terpukau dengan indahnya hutan dan udara segar yang bisa saya hirup didalamnya. Safar banyak menceritakan kepada saya mengenai hewan-hewan kecil dan flora yang kami temui. Sungguh menyenangkan!

Selama perjalanan saya bertemu dengan flora dan fauna yang tidak pernah saya temui di kota. Namun tak nampak tanda-tanda kehadiran orangutan disana. Kata Pak Ahmed, orangutan biasanya keluar pada pagi hari. Setelah 3 jam berjalan, kami hampir tiba ditempat perkemahan. Lalu Safar memanggil saya sambil mengisyaratkan saya untuk diam. Dia menunjuk ke arah kiri atas kami, rupanya disana sedang duduk seekor orangutan tua jantan. Saya diminta tidak berbicara agar tidak mengganggu orangutan tersebut. Saya langsung memotret orangutan tersebut dan terus mengamati apa yang dilakukan oleh orangutan tersebut. Walau hanya melihat seekor orangutan, saya senangnya bukan main! Saya melihat orangutan dengan mata saya dan bukan dari televisi! Langsung dari dalam hutan Ketambe!!!

Setelah orangutan itu pergi, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju perkemahan. Kami berjalan sekitar 30 menit lagi untuk sampai di perkemahan yang letaknya tepat disamping sungai. Sesampainya disana kami membangun sebuah tenda plastik untuk penginapan kami malam ini. Kami juga menyiapkan kayu bakar untuk bahan masak kami malam ini. Saya cukup kaget ketika Safar membongkar isi tasnya, didalam tasnya berisi sayur-sayuran dan buah seperti nenas, jeruk, telur, panci, kuali, tomat, kentang, buncis, wortel, tempe dan beras. Ini adalah bahan masak kami selama di hutan! Saya sengaja menolak segala jenis daging dan ikan selama di hutan, karena saya sedang belajar menjadi vegetarian.







Setelah tenda dan kayu bakar siap, Safar mengundang saya untuk masak bersama. Saya diminta mengupas kentang, wortel dan buncis, Safar mengaku akan membuat kari untuk makan malam kami! Whatttt?! Saya sangat yakin dia sedang bercanda saat itu. Mana mungkin membuat kari didalam hutan begini! Setelah memasak nasi, menggoreng kerupuk dan tempe, dia benar-benar membuktikan keahliannya pada saya, ia benar-benar memasak kari! Dia membawa sedikit kelapa parut untuk membuat santan dan bumbu kari bubuk didalam tasnya, bahkan bawang! Saya sungguh tak percaya akan menikmati kari didalam hutan! Dan.. setelah masak sambil kecipratan air hujan selama 1.5 jam, siaplah menu makan malam kami hari itu. Ada nasi putih, kerupuk goreng, tempe goreng dan kari sayur hutan! Percaya atau tidak, makan malam ini terasa amat sangat nikmat! Setelah makan malam, tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain tidur. Hujan juga semakin terdengar deras. Tidak ada lampu, hanya ada cahaya senter yang menemani kami didalam tenda. Tidak ada orang lain saat itu, hanya saya dan Safar serta flora dan fauna yang ada di hutan. 







Saya bangun pukul 07.00 pagi dan saya melihat Safar sudah bangun lebih awal dari saya. Dia sedang membersihkan peralatan memasak kami dan sudah mandi! Saya bangun lalu mencari batu besar dan cuci muka dibelakangnya! Selesai mandi di sungai, saya kembali ke tenda dan saya melihat Safar sudah menyiapkan secangkir kopi untuk saya. Dia bertanya apa menu sarapan yang ingin saya santap pagi ini? Namun saya menolaknya. Saya belum cukup lapar dan masih memiliki stok biskuit. Dan.. Safar memasak pancake untuk dirinya sendiri! Whatt? Saya lagi-lagi tak bisa berkata apa-apa, membuat pancake didalam hutan? Tak terbayang oleh saya sebelumnya, namun ia benar-benar membuat pancake! Saya langsung menyadari bahwa hidup di hutan perlu keterampilan untuk bertahan hidup dan Safar membuktikannya!



Selesai berdecak kagum dengan keahlian bertahan hidup ala Safar, saya membereskan semua perkakas saya dan bergegas pergi ke hutan lagi. Hari ini kami akan pergi ke tempat selanjutnya yang lebih jauh. Butuh keahlian berjalan melawan arus dan bebatuan menyebrangi sungai deras, lalu mendaki selama 30 menit lalu berjalan datar selama 1 jam hingga adegan manjat memanjat, lompat melompat juga terjadi selama perjalanan menuju air panas. Selama perjalanan saya banyak memotret flora dan fauna unik yang mungkin belum pernah saya lihat sebelumnya. Sedikit lelah namun bahagia saat melihat air panas dan tempat berkemah kami malam ini. Life is wonderful!







Kali ini giliran Safar membangun tenda dan mencari kayu bakar untuk memasak. Saya sibuk dengan kamera dan memotret banyak kupu-kupu yang beragam warna dan cantik! Sekitar 30 menit kemudian tenda selesai dan air mulai dimasak. Kami duduk berbicara sambil menunggu air masak. Safar dan Saya berbicara banyak hal, mulai dari hutan, gunung, pulau, Eropa, turis, sampai politik! He was open minded and a good listener! Dari percakapan tersebut saya mengetahui usia Safar adalah 21 tahun, hanya 1 tahun lebih muda dari saya. Lalu, saya mengajaknya berjalan ke hutan. Kami menelusuri hutan cukup lama hingga akhirnya hujan mulai turun. Kami memutuskan untuk kembali ke tenda dan belum sempat kami sampai di tenda, kami sudah diguyur hujan deras. Kami bermain hujan untuk kembali ke tenda. Saya tak terpikir kamera saya yang tidak anti air ini, saya baru menyadari ketika tiba ditenda dan kamera saya basah. Kami tertawa terbahak-bahak karena hujan turun dengan derasnya dan kami basah kuyup. Saya menerima semua situasi dan kondisi yang terjadi didalam hutan, saya bahagia.

Air sungai tampak semakin deras dan tinggi, saya tak berani untuk mandi, sudah dua hari saya tidak mandi karena air sungai sangat keruh dan deras. Akhirnya saya memutuskan mengeringkan badan dan berganti pakaian ditenda! Safar adalah pemuda sangat sopan, dia tidak balik badan selama saya berganti pakaian. Saya merasa aman dan nyaman tanpa rasa cemas apalagi takut berkemah dengannya. Selesai berganti pakaian, tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain duduk mengobrol sambil melihat hujan yang semakin deras. Lagi-lagi kami mengobrol banyak hal. Saya belajar dari Safar. Ia muda dan berbeda. Baginya hidup di kampung sangat nyaman. Ia tidak tertarik dengan konser-konser atau pasar malam yang diadakan di Kota. Ia sering menghabiskan malam minggu dengan santai dirumah atau pergi ke gunung setempat untuk mengobrol dan bermain gitar dengan dua teman baiknya. Ia sama dengan saya, kami sama-sama pecinta kopi! Tak hanya belajar mengenai gaya hidupnya, saya belajar menjadi pecinta kopi sejati. Saya belajar banyak dari Safar. Gaya jalan-jalan saya selalu sama, saya senang berdekatan dengan warga lokal, belajar dan mengamati gaya hidup mereka. Saya bersyukur lahir di Kota namun saya ingin belajar sederhana seperti mereka. Pelajaran ini tidak diajarkan disekolah, namun setiap saya bertualang, saya diajarkan banyak orang. Ketika seorang petualang mendapatkan banyak pelajaran dalam perjalanannya dan bertemu orang-orang yang menginspirasi dalam perjalanan mereka, maka mereka akan selalu ingin mengulangi perjalanan yang sama.

Selesai berbicara panjang lebar, saya mengibarkan bendera putih, ngantuk berat! Air di sungai nampak semakin tinggi. Terdengar suara batu-batu besar terbawa arus dan menghantam keras batu-batu yang lain dan tanah sedikit bergetar. Terdengar pula suara pohon tumbang, namun hati mantap tak tergoyahkan untuk segera tidur. Akhirnya saya tertidur pulas hingga besok pagi jam 7.30 wib. Ketika saya bangun, Safar sudah bangun lebih awal dan sungai terlihat sudah surut. Saya bangun dengan sebuah senyum pada pagi itu. Saya bersyukur. Terlihat Safar sudah sibuk menyiapkan makanan, kopi dan memasak air rebus untuk diminum. Saya membereskan tenda karena kami harus kembali ke penginapan hari ini. Sarapan pagi kami adalah secangkir kopi, semangkuk mie instan dan sebutir telur rebus yang direbus oleh Safar di air panas alami yang letaknya persis disamping tenda. Luar biasa!



Selesai sarapan, kami langsung berjalan balik menuju penginapan. Kurang lebih 1 jam berjalan menyusuri hutan, lalu kami harus kembali menyebrangi sungai. Parahnya saya tidak sanggup menahan arus kuat yang menghantam dan beberapa kali hampir hanyut. Melihat badan saya yang sudah bergetar, Safar mengambil tas saya dan menyebrangkannya terlebih dulu lalu menggendong saya dipunggungnya hingga ke seberang. Berkibar lagi bendera putih! Saya mengemis waktu istirahat untuk menenangkan diri setelah hampir hanyut terbawa arus. Hahaha. Sata tak tahu apa jadinya jika saya terbawa arus, sungguh menakutkan!





Setelah beristirahat sekitar 15 menit kami berjalan kembali sekitar 1.5 jam untuk keluar dari hutan. Parahnya, saya tidak memakai kaos kaki dan celana saya bukanlah celana panjang saat itu, lalu habislah kaki saya dihiasi oleh vampir-vampir kecil penghisap darah, pacet namanya. Vampir kecil itu menghisap darah saya dan saya terlihat lebih terampil menyingkirkannya dari kulit saya. Saya menarik mereka dari kulit saya dan melemparnya ke tanah. Setelah 1.5 jam melawan vampir kecil, kami keluar dari hutan dengan selamat sejahtera! Yeayyy!

Saya kembali ke penginapan lalu mandi, saya sudah 2 hari tidak mandi. Setelah diri ini bersih dari daki-daki, saya memesan makan siang berupa gado-gado dan tak lupa 2 cangkir kopi susu, satu untuk saya, satu untuk Safar. Selesai makan siang, saya bergegas kembali ke Medan. Saya diantar oleh pemilik Friendship Guesthouse ke Kota yang jaraknya 1 jam untuk mencari mini bus menuju ke Medan. Sebenarnya, mengantar saya ke kota bukanlah sebuah paket yang ditawarkan oleh guesthouse ini. Namun karena mereka senang dengan kedatangan saya, dengan segudang cerita dan rasa persaudaraan yang saya berikan, mereka dengan senang hati mengantar saya tanpa meminta bayaran apapun bahkan saya tidak meminta untuk diantarkan lho! Saya selalu menemukan saudara baru ditempat saya pergi dan bertualang. Sungguh bahagia ketika semua orang dapat saling mengasihi tanpa membedakan, tanpa melihat agama dan suku. 


Mini bus menuju Medan akan mulai beroperasi pukul 17.30 wib dan saya tiba di Medan pukul 01.00 dini hari. Lelah memang. Betis pun mulai berdenyut, kepala mulai berat dan mengantuk. Namun saya akan kembali melakukan jungle trekking di musim kemarau. Saya ingin bertemu lebih banyak orangutan dan menikmati keindahan hutan Ketambe yang telah membuat saya jatuh cinta.


Terima kasih Pak Ahmed!
Terima kasih Safar!
Terima kasih semua makhluk!

"Jangan tanyakan seberapa cintanya saya kepada Bangsa Indonesia. Walau saya Tionghoa dan saya tidak pernah berjuang memerdekakan Bangsa ini sebelumnya, namun saya berani pastikan bahwa saya mencintai Indonesia sebagai tanah airku, tanah tumpah darahku dan tanah dimana aku akan menghabiskan masa tua hingga akhir menutup mata.."

DAMN!! I love Indonesia!!!