Sabtu, 07 Desember 2013

INCREDIBLE INDIA - 04 NOV 2013

Setelah selesai mengunjungi Lumbini pada tanggal 03 Nov 2013 kemarin, sekitar pukul 13.00 kami melanjutkan perjalanan menuju ke Kusinara. Setelah makan siang kami berkemas untuk berangkat ke Kusinara. Wohoo.. I'm really excited for that! Can you feel it?

Perjalanan dari Lumbini menuju ke Kusinara memakan waktu sekitar 6-7 Jam perjalanan. Kami tiba di Kusinara sekitar pukul 18.00 Sore, dimana hari sudah mulai gelap. Yah, seperti yang sudah saya sampaikan diawal perjalanan, tidak ada makan malam selama perjalanan ini berlangsung karena kami melaksanakan Atthanga Sila. Jadi, sesampainya di hotel, saya segera membersihkan diri, mandi, dan setelah itu saya menikmati jam luang saya di Lobby hotel sambil mengakses internet dengan modal membeli wi-fi seharga 100 Rupee/24 hours (Sekitar Rp, 20.000).

Sekitar pukul 19.00 saya menikmati masala tea  (Seperti Ginger Tea/Teh Jahe) saya agak geli mendengar namanya.. Saya berasumsi, jangan-jangan setelah minum masala tea, saya akan dapat banyak masalah! Wakakakakakak! Ngaco Ahhh! Okay, setelah menyerumput secangkir masala tea, maka seperti yang dijanjikan oleh Bhante Thitayanno, kami akan belajar meditasi bersama. Setelah selesai minum, kami berpindah menuju ruang hall kosong di dekat restaurant dan melakukan meditasi dibawah bimbingan Bhante Thitayanno. Sebelum meditasi, Bhante memberikan arahan kepada kami, setelah itu kami melakukan meditasi sekitar 60 menit dan diakahiri dengan Sharing. Acara meditasi selesai sekitar pukul 20.30 malam.

Berhubung belum mengantuk, maka saya memutuskan untuk duduk di lobby sambil bincang-bincang dengan Bhante dan beberapa peserta Dhammayatra kami. Perbincangan itu terjadi cukup lama karena kami sangat menikmati Sharing Dhamma yang di bawakan oleh Bhante. Sekitar pukul 22.00 saya memutuskan untuk kembali ke kamar dan beristirahat untuk mempersiapkan energi untuk esok hari.. Too bad, saya tidak bisa langsung tidur di dalam kamar karena kondisinya cukup seram menurut saya, kamar hotel terlalu luas, pencahayaan juga kurang terang dan memang kelihatannya menjadi sangat ngeri  untuk saya. Saya terpaksa harus bersembunyi di dalam selimut untuk mengatasi ketakutan saya. Hahahahaha..

Keesokan hari, sekitar pukul 08.00 pagi kami menuju ke Kusinara, tempat dimana Buddha mencapai Maha Parinibbana. Lokasinya tidak terlalu jauh dari hotel yang kami tempati, sekitar 10 menit kami sudah tiba di lokasi. Kabut masih terlihat cukup tebal pagi itu, kesan pertama yang saya rasakan saat turun dari bus adalah rasa sedih yang mendalam, saya seperti akan mengunjungi tempat sanak-keluarga yang meninggal, dukacita mendalam di diri saya.

Kami menelusuri setapak demi setapak hingga akhirnya tiba di Mahaparinibanna Stupa dan Nirvan Vihar, sebelum masuk ke dalam gedung, Bhante Thitayanno menjelaskan sedikit mengenai kejadian yang terjadi di Kusinara ini. Dimana Buddha mencapai Mahaparinibbana pada usia 80 tahun di bawah dua pohon sala kembar dan di dalam gedung terdapat sebuah patung Buddha dalam posisi berbaring sama seperti posisi Buddha saat mencapai Mahaparinibbana di zaman itu. Saya merasakan kesedihan yang mendalam saat melihat patung Buddha di dalam Nirvan Vihar dan bahkan airmata terus mengalir membasahi mata saya. Kami pun melakukan Chanting dan meditasi sejenak di dalam Nirvan Vihar. Setelah itu kami melakukan pradaksina sambil memegang kain yang panjang dan kain itu akan kami gunakan untuk menutupi patung Buddha yang berbaring tersebut. Airmata terus mengalir tiada henti saat menutup patung Buddha dengan kain tersebut. Setelah itu, kami melakukan pradaksina diluar bangunan sambil melantunkan "Namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhassa"  berkali-kali dan setelah tiga putaran melakukan pradaksina, kami melakukan meditasi di area Nirvan Vihar.

Setelah selesai mengunjungi Nirvan Vihar, kami mengunjungi tempat dimana Y.A Ananda mengambil air untuk minum Buddha yang terakhir kalinya, kami melakukan pradaksina sebanyak satu putaran disana. Lokasi pengambilan air ini, tidak jauh dari Nirvan Vihar, dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 3 menit. Lalu, setelah mengunjungi tempat tersebut, kami mengunjungi tempat pembagian relik Buddha. Lokasinya juga tak terlalu jauh dari Nirvan Vihar, jaraknya sekitar 5 menit dari Nirvan Vihar. Dan kami harus  berjalan kaki melewati sawah-sawah selama 2 menit. Sepanjang sawah, kita akan menemukan anak-anak kecil yang melantunkan "Namo amitofo" atau "Namo Kwan She Im Phu Sa" atau melantunkan "Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa", Mantra yang dilantunkan beragam, dan mereka tentu berharap sekali turis asing mau memberikan setidaknya 10 rupee kepada mereka.

Kami tiba di lokasi pembagian relik, disana hanya terdapat sebuah bangunan kecil sebagai tempat pemujaan Buddha dan sebuah pohon Bodhi yang berdiri kokoh disana. Setelah puas dari sana, kami kembali ke hotel untuk makan siang dan check-out dari hotel. Setelah selesai makan siang dan berkemas, sekitar pukul 13.00 kami berangkat keluar dari hotel untuk melanjutkan perjalanan, kali ini kami mengunjungi Ramabhar Stupa, lokasinya sekitar 1,5 kilometer dari hotel, Ramabhar Stupa adalah tempat dimana Buddha di kremasi. Stupa ini terlihat sangat indah dengan tinggi sekitar 15 meter. Kami melakukan pradaksina disini dan bernamaskara.

Setelah mengunjungi Ramabhar stupa, kami seharusnya melanjutkan perjalanan menuju Varanasi, namun kami tertarik untuk singgah di Sekolah yang berada di samping Ramabhar Stupa. Sekolah itu dikelola oleh seorang Bhikkhu untuk anak-anak di India yang ingin mengenyam pendidikan dan sekolah itu tidak memungut biaya apapun dari masyarakat yang kurang mampu tersebut. Maka kami mengunjungi dan menengok sejenak sekolah tersebut. Sungguh kaget karena saaya melihat bahwa sekolah itu cukup prihatin dan perlu bantuan. Ruang kelas pun seadanya di bawah tenda dengan kursi dan meja seadanya serta papan tulis yang juga seadanya. Akhrinya, kami memutuskan untuk memberi bantuan dan mengumpulkan dana sukarela dari teman-teman yang satu rombongan untuk sekolah ini.

Lalu, kami melanjutkan perjalanan menuju Varanasi, dan.... jarak tempuh kami kali ini adalah 7-8 jam perjalanan! Ohh nooo.. Lelah sekali rasanya harus duduk selama itu di dalam bus.. Tapi kami bersyukur karena saat ini kami dapat menggunakan bus, berbeda dengan zaman Buddha dulu yang menempuh jarak itu dengan berjalan kaki berbulan-bulan..

Lagi-lagi, saya bersyukur!

Regards,
Erica Yin
Kabut tebal menyelimuti pagi di Kusinara

Nirvan Vihar

Inside Nirvan Vihar

Excuse Me
Luasnya Nirvan Vihar

Meditasi di sekitar Nirvan Vihar

Nirvan Vihar

Tempat pembagian relik Buddha


Lovely Capture

Tempat terakhir Y.A Ananda mengambil air untuk diminum oleh Buddha

Tempat pembagian Relik

Tempat Kremasi - Ramabhar Stupa

Kusinagar Public School

Ruang kelas bagian luar


ruang kelas bagian dalam

Jumat, 06 Desember 2013

INCREDIBLE INDIA !!! - 03 NOV 2013

Ya! Lumbini menjadi salah satu situs Buddha yang wajib kita kunjungi apabila menginjakkan kaki di India, dan betapa beruntungnya saya hari ini dapat menginjakkan kaki di Nepal! Yuhuuuuu!

Berhubung kemarin malam kami tiba di hotel terlalu larut, yaitu sekitar pukul 20.30, maka saya memutuskan untuk istirahat lebih awal agar bisa melanjutkan perjalanan esok hari menuju lumbini, dan beruntungnya saya adalah kami semua diberikan waktu istirahat lebih lama, dan kami berangkat menuju lumbini sekitar pukul 08.00 pagi setelah sarapan! Jarak dari hotel menuju Lumbini tidaklah jauh, hanya sekitar 30 menit perjalanan saja. Tiba di parkiran yang amat luas, mata saya langsung celingak-celinguk mencari situs Lumbini. "Where's the Lumbini?" Saya sama sekali tak menemukan keberadaan Lumbini, mungkinkah kami tersesat? atau salah tempat pemberhentian???

NO, NO, NO!
"Where's the Lumbini? I can't see Lumbini here"  Tanyaku pada Mr. Deepak yang merupakan Tour Guide Kami.
"Lumbini is over there! of course you can't see it from here, too far girl!" Jawb Mr. Deepak sambil menunjuk kearah kiri ku..

Tenang para pembaca, kami rupanya tidak tersesat ataupun salah tempat pemberhentian..
Kami hanya harus memutuskan akan menggunakan transportasi apa untuk menuju ke dalam sana.. Ada tiga transportasi untuk masuk menuju Lumbini, yang pertama adalah : kapal boat, yang kedua adalah becak roda tiga dan yang terakhir adalah dengan berjalan kaki! Sebenarnya saya mulai was-was, karena ternyata jauhnya sekitar 1,5 - 2 kilometer, bayangkan apabila berjalan kaki, mungkin sesampainya di dalam sudah tak punya tenaga lagi untuk foto-foto. Wakakakakaka! Dan lagi-lagi saya bersyukur, berhubung rombongan kali ini banyak terdapat ibu-ibu yang lanjut usia dan bapak-bapak yang lanjut usia, maka kami akan naik becak! Cihuy!

Seteah nego harga dengan para supir becak itu, Mr. Deepak mempersilahkan kami untuk masing-masing naik ke becak untuk di angkut menuju pintu masuk Lumbini, dan saya tak percaya bahwa saya harus naik becak yang super mengerikan buat saya! Gimana nggak ngeri, becak tersebut tanpa pegangan, tidak tahu harus pegang bagian yang mana supaya tidak jatuh atau terlempar, tapi kami semua tertawa dengan gembira karena ini adalah pengalaman yang tak terlupakan buat kami semua. Celakanya, selama perjalanan masuk menggunakan becak, saya begitu tegang bahkan sesekali menjerit karena kaget, si tukang becak hanya tertawa melihat sikap saya.
"Slowly please sir.." Ucapku pada tukang becak berulang-ulang dengan mimik wajah menderita
"Don't worry mam! Enjoy this trip" Jawab tukang becak sambil cekikikan dan malah mengendarai becaknya semakin kencang..

Okay.. sekitar 15 menit saya menghadapi penderitaan diatas becak, maka tibalah kami di gerbang masuk pintu Lumbini.. Saya di sambut oleh sebuah papan yang bertuliskan "Welcome to the birth place of Lord Buddha" Senang sekali perasaan saya.. Setelah bernarsis ria dengan rombongan di pintu masuk, maka kami pun saatnya masuk ke dalam situs tersebut.. Kami masih harus melewati gerbang pemeriksaan (security) dan diperiksa satu-persatu. Penjagaan cukup ketat diterapkan di dalam Lumbini. Sandal/Sepatu haruslah dilepas saat akan memasuki Lumbini. Setelah melewati security check maka kami jalan masuk ke dalam Lumbini, di tengah perjalanan saya menemukan 3 orang pria yang berjalan sambil bernamaskara setiap 3 langkah atau yang dikenal dengan istilah Aliran Mahayana sebagai "San Bu Yi Pai" (3 langkah sujud sekali), jadi yang dimaksudkan disini adalah setelah berjalan tiga langkah, lalu seseorang akan bersujud/bernamaskara sebagai tanda hormat kepada Buddha, Dhamma dan Sangha. Saya sungguh kagum pada kesungguhan ketiga pria yang saya lihat itu.

Taaaa-Daaaa....
Tibalah kami di dalam Lumbini, yang pertama saya lihat adalah sebuah bangunan berwarna putih yang berdiri kokoh di tengah taman yang luas tersebut, itulah Vihara Mayadevi tempat Pangeran Siddharta dilahirkan. Di dalam Vihara Mayadevi kita dapat melihat sebuah tapak kaki Buddha saat ia lahir dan berjalan 7 langkah ke utara. Tentu teman-teman masih ingat bukan riwayat kelahiran Buddha? Kalaupun sudah lupa, coba buka kembali buku Riwayat Hidup Buddha yang anda miliki atau akses bacaan di Internet agar anda dapat mengingat kembali cerita tersebut.

Di dalam Vihara Mayadevi hanya tersisa satu jejak kaki Buddha saja, dan itupun sudah sangat samar-samar alias tak jelas. Sebelum kami masuk kedalam Vihara Mayadevi, kami melakukan pembacaan paritta dan meditasi di sisi sebelah kanan dari bangunan Vihara tersebut sebagai wujud bakti dan hormat kami kepada Buddha, Dhamma dan Sangha. Setelah meditasi, kami masuk kedalam Vihara tersebut dan saya tidak tahu mengapa saat pertama kali kaki menginjak di dalam vihara tersebut, airmata saya mengalir terus tak berhenti. Ada rasa haru dan bahagia dalam batin, saya sungguh merasa bersyukur dapat menginjakkan kaki di India. Penjagaan di dalam vihara juga sangat ketat, penggunaan kamera tidak diperbolehkan di dalam vihara tersebut. Di dalam vihara hanya terdapat bebatuan kuno yang sudah berabad-abad dan jejak kaki Buddha juga hanya bisa dilihat dalam jarak 1 meter saja, Jejak kaki itu dimasukkan di dalam kotak kaca. Walau hanya jejak kaki, saya sudah sangat bahagia tak terkira. Karena antrian begitu panjang, maka setelah melihat jejak kaki itu, kami segera meninggalkan vihara dan menuju ke bagian belakang vihara, disana terdapat Puskarni Pond, kolam tersebut digunakan oleh Ratu Mahamaya sebelum melahirkan Pangeran Siddharta untuk membersihkan diri.

Saya merasakan kebahagiaan yang luar biasa saat berada di Lumbini, perasaan itu bagaikan perasaan bahagia menyambut kelahiran Pangeran Siddharta, sama seperti perasaan bahagia yang dirasakan oleh semesta pada 623 SM. Setelah selesai berfoto-foto, kami memutuskan untuk kembali ke hotel untuk makan siang, karena kami akan melanjutkan perjalanan menuju ke Kusinara hari ini. Namun lagi-lagi, saya tak ingin secepat itu meninggalkan Lumbini.. Tapi, karena tak punya pilihan dan tak diberi piliha, maka dengan perasaan sedikit kecewa saya harus meninggalkan Lumbini saat itu juga. Hiksss..

Oh ya, di depan pintu masuk Lumbini, kita akan menemukan Fire of Peace (Api Perdamaian) yang menjadi simbol perdamaian dunia. Tak hanya bahagia, tapi juga rasa bangga menghampiri saya sebagai seorang umat Buddha, dimana tempat kelahiran Pangeran Siddharta ini telah diakui oleh dunia membawa misi perdamaian.

Fiuh... Kini penderitaan tiba kembali, apa itu? Naik Becak.. Ohhh, TIDAKKKKKK!!!
Jantung seperti mau copot saat menaiki becak tersebut, selain jantung mau copot, saya juga merasakan pengalaman yang tak terlupakan ini bersama rombongan Dhammayatra, dan sekarang apabilamengingat kejadian itu, malah rasanya ingin diulang kembali dan seringkali tersenyum sendiri..

Ya.. Saya sedang tersenyum saat menulis cerita ini, semoga para pembaca juga tersenyum yaa!

Salam,
Erica Yin
Welcome to the birth place of Lord Buddha

Welcome!

Excuse Me :P

Buddha was born here..

Puskarni Pond






Mayadevi Monastery Behind Me

Pengalaman tak terlupakan

Becak! BEcak! Tolong pelan-pelan! Wakakaka

World Heritage Site Lumbini!

Fire of Peace

Public Toilet - 10 Rupee

Helooo

Fire of Peace Description

Boat, salah satu transportasi menuju pintu gerbang Lumbini

Jalan yang ditempuh untuk masuk ke gerbang Lumbini


Ven. Thithayanno Thera and Ven. Upasamo 

Chanting dan Meditasi di Lumbini

San Bu Yi Pai

San Bu Yi Pai menuju Security Check Lumbini

Rabu, 04 Desember 2013

INCREDIBLE INDIA!!! - 02 NOV 2013

Saya tiba di Sravasti pukul 19.30 malam, kondisi sudah tidak memungkinkan untuk mengunjungi situs agama Buddha yang ada disana, terpaksa saya harus bersabar hingga esok hari... Pada masa kehidupan guru Buddha, Savatthi merupakan ibukota kerjaan kosala yang diperintah oleh raja Pasenadi Kosala..

Tadaaaaaaaa!!!!
Pagi ini sedikit lega karena bisa tidur hingga pukul 06.00 pagi.. ^_^b
Sekitar pukul 07.30 kami berangkat menuju Kediaman Anathapindika (Anathapindika Stupa), Anathapindika adalah orang yang cukup tersohor di dalam literatur Buddha karena beliau merupakan salah satu penyokong Buddha yang setia. Tepat di seberang Anathapindika Stupa, ada Angulimala Cave (Gua Angulimala), sayangnya Angulimala Cave ini sudah dipagari sehingga kami hanya bisa melakukan pradaksina dan melihat dari luar pagar saja.

Angulimala juga cukup populer dikalangan umat Buddha, terutama bagi saya. Kisahnya yang cukup mengerikan tetapi menginspirasi itu menjadi satu nilai plus di benak saya. Sedikit mengenai Angulimala, dia adalah seseorang yang sangat pintar dan setia di zaman Buddha. Namun, kepintaran dan kesetiaannya tidak disukai oleh teman-temannya sehingga ia di fitnah oleh teman-temannya. Teman-temannya memfitnah angulimala dengan mengatakan kepada guru Angulimala bahwa Angulimala telah berselingkuh dengan istri Sang Guru. Berita itu membuat guru dari Angulimala menjadi murka dan menyuruh Angulimala untuk menunjukkan bakti dan setianya kepada Sang Guru dengan mengumpulkan 1000 jari manusia. Karena sifatnya yang bakti dan setia, Angulimala punmenuruti permintaan gurunya tanpa mempertimbangkan apakah itu baik dan benar atau tidak. Singkat cerita, karena tidak ada satu orangpun yang mau memberikan jempol kepada Angulimala secara sukarela, maka mau tak mau Angulimala harus membunuh mereka dan mengambil jempolnya. Karena bangkai jempol sering hilang dimakan oleh burung atau binatang disekitar hutan tersebut, maka Angulimala pun mengumpulkannya dalam bentuk kalung yang dikalungkan di lehernya, maka ia dikenal dengan sebutan "Angulimala - Si Kalung Jari".

Setiap hari, ia membunuh orang yang dijumpainya tak peduli tua atau muda, laki-laki atau perempuan, ia membunuh dan mengambil jempol mereka dan akhirnya orang-orang di desanya banyak yang pindah dan mati. Jumlah jempol yang dimilikinya sudah mencapai 999, maka apabila ia mendapatkan 1 jempol lagi, maka lengkaplah 1000 jari untuk di persembahkan kepada gurunya sebagai tanda baktinya. Namun sayangnya sudah tidak ada lagi orang yang bisa ia bunuh di desanya. Maka ia berniat untuk membunuh ibunya sendiri dan mengambil jarinya untuk dipersembahkan. Saat sSang Buddha melihat dengan mata batinnya bahwa angulimala akan membunuh ibunya, maka dengan welas asihnya Buddha pergi menolong Angulimala agar ia tidak menderita dikehidupan mendatang. Saat Angulimala melihat ada Ibu dan Sang Buddha, Angulimala berpikir untuk membunuh Buddha saja, karena ia sendiri sebenarnya juga tak tega membunuh ibunya sendiri. Namun, Buddha berjalan menjauhi Angulimala, Angulimala terus mengejar Buddha, ia kelelahan berlari mengejar Buddha, padahal sebenarnya Buddha hanya berjalan dengan santai namun Angulimala harus mengejar Buddha denga berlari. Saat kelelahan, Angulimala berkata "Berhenti! Berhentilah Sebentar!",  Lalu Buddha menjawab, "Angulimala, saya sudah berhenti. Kamu lah yang belum berhenti.. Saya sudah berhenti melakukan perbuatan jahat, sesungguhnya kamulah yang belum berhenti.." 

Setelah Sang Buddha berkata demikian, Angulimala menjadi sadar terhadap apa yang telah ia lakukan. Sebenarnya Angulimala adalah orang yang bijaksana serta mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk. Tetapi sekarang ia menjadi orang yang jahat dan kejam karena pikirannya selalu diarahkan untuk membunuh. Untuk melaksanankan hal itu ia keluar masuk hutan yang lebat, makan dan tidurnya tidak teratur, ia tidak dapat menikmati kebahagiaan karena selalu menderita lahir dan batin, hidupnya jauh dari Dhamma. Pada saat ini ia dapat mendengar kata-kata Sang Buddha yang tepat mengena di hati sanubarinya. Seketika itu juga ia merasa damai dan bahagia. Wajahnya menjadi cerah bagaikan orang yang baru saja istirahat setelah melakukan perjalanan jauh dan selesai mandi di sebuah sungai yang jernih airnya. Itulah sedikit yang bisa saya ceritakan mengenai Angulimala, untuk lengkapnya silahkan cari buku refrensi yang memiliki kisah Angulimala secara lengkap.

Dari Angulimala Cave, kami menuju ke Vihara Jetavana. Lokasinya tak begitu jauh dari Angulimala Cave dan Anathapindika Stupa, 15 menit ditempuh dengan Bus. Sebelum masuk ke dalam Vihara Jetavana, kami mampir terlebih dahulu ke Vihara yang letaknya tepat diseberang Vihara Jetavana, yaitu "Ananda Bodhi Society of India. Nava Jetavan Maha Vihar and Srilankaramaya Shravasti", Fiuh... Cukup panjang yaa.. Hihihihihi... Di dalamnya terdapat ruang Dharmasala yang tidak terlalu luas tetapi cukup khidmat.. Dan.. dilengkapi dengan lukisan-lukisan riwayat hidup Buddha yang terlukis di seluruh dinding vihara. Wowwww! Amazing!

Then, setelah puas foto-foto dan bernamasakara di dalam Vihara tersebut, maka saya melangkahkan kaki untuk masuk ke Vihara Jetavana.. Yuhuuuu! Saya terkaget-kaget karena ternyata Vihara Jetavana ternyata sangat amat luassssssss, entah berapa hektar luasnya, saya tidak bisa menghitungnya dengan pandangan mata saya.. Namun, benar-benar membuat saya merinding dan sedikit terharu saat masuk ke Vihara Jetavana. Vihara Jetavana saat ini tak lagi tampak seperti bangunan vihara pada umumnya, bentuknya hanya taman yang dilengkapi reruntuhan batu yang masih tersisa. Yang luar biasa adalah Sang Buddha tinggal disini selama 24 vassa, vihara ini didanakan oleh Anathapindika. Jetavana dulunya hanya merupakan sebidang tanah yang didanakan oleh Anathapindika kepada Buddha untuk dijadikan sebagai vihara. Dimana saat itu taman itu adalah milik pangeran Jeta dan ia tidak berniat untuk menjualnya, kecuali tanah tersebut ditutupi dengan kepingan-kepingan uang emas. Anathapindika menyatakan keinginannya membeli taman itu seharga berapapun yang dikatakan oleh Pangeran Jeta, tetapi Pangeran Jeta tetap tidak menyetujuinya. Anathapindika lalu merundingkan kepada para pejabat istana tentang pernyataan Pangeran Jeta yang akan menjual taman itu apabila ditutupi dengan kepingan uang emas dan para pejabat istana menyetujui permintaan tersebut. Anathapindika lalu memerintahkan para pegawainya untuk membawa beberapa kereta berisi kepingan-kepingan uang emas, dan menutupi Hutan Jeta itu dengan kepingan uang emas yang dibawa. Ada sebagian kecil tanah hutan itu uang tidak tertutupi dengan kepingan uang emas dan Pangeran Jeta yang melihat hal itu mengatakan bahwa bagian tanah tersebut adalah persembahan darinya. Anathapindika menyetujui dan membangun pintu gerbang dan sebuah bangunan. Anathapindika lalu membangun Vihara Jetavana ini dengan indah, membangun ruangan-ruangan untuk belajar, ruangan persembahan dana, perapian, gudang, kamar mandi, koridor, sumur, kolam, kamar-kamar dengan penghangat ruangan, paviliun-paviliun. Milyuner ini menghabiskan lima puluh empat kati kepingan emas untuk menyelesaikan bangunan di Vihara Jetavana ini.

Disini terdapat pohon Bodhi yang ditanam langsung oleh Y.A Ananda dan Gandhakutti (tempat tinggal/kamar) Buddha. Kami mengadakan Chanting, meditasi dan pradaksina ditempat ini.  Di seberang Gandhakutti, terdapat sebuah sumur pompa air yang katanya merupakan salah satu tempat dimana Y.A Ananda sering mengambil air untuk Buddha dan menjadi salah satu sumber mata air di tempat itu... Saya Sungguh bahagia berada disana, namun tidak bisa selama itu berada disana. Kami harus segera kembali untuk makan siang dan melanjutkan perjalanan..

Kami kembali ke hotel dan setelah makan siang kami melanjutkan perjalanan menuju Lumbini, letak Lumbini adalah diluar negara India, tepatnya Nepal. Setelah 4 jam perjalanan, kami tiba di Kapilavastu yaitu dimana dulu merupakan ibukota kerajaan Sakya, tempat tinggal Pangeran Siddharta pada masa kecilnya. Sekitar pukul 16.00 kami tiba di Kapilavatthu. Kapilavatthu juga hanya tersisa reruntuhan saja dan sangatlah luas. Saya sangat senang karena mampu menghabiskan matahari tenggelam di Kapilavatthu dan menjadi kenangan tersendiri hingga saat ini. 

Lalu, kami melanjutkan perjalanan menuju Nepal, saat berada di perbatasan negara antara India dan Nepal, sebagai turis asing kami harus melapor di kantor imigrasi terlebih dahulu, sedangkan untuk masyarakat India cukup menunjukkan kartu identitasnya saja. Setelah selesai di kantor imigrasi, kami melanjutkan perjalanan menuju penginapan untuk beristirahat dan kami tiba di hotel pukul 20.30 malam. Sesampainya di hotel kami segera beristirahat dan menyiapkan tenaga untuk esok hari mengunjungi Lumbini! Senangnyaaa...

Sampai jumpa di kisah selanjutnya yang tak kalah menarik dan seru!

Regards,
Erica Yin
tempat penyimpanan harta di Anathapindika Stupa

Anathapindika Stupa

Anathapindika Stupa

Angulimala Cave

Tempat Tinggal Angulimala

 "Ananda Bodhi Society of India. Nava Jetavan Maha Vihar and Srilankaramaya Shravasti"

Pohon Bodhi yang di tanam oleh Y.A Ananda

Gandhakutti Sang Buddha

Pompa air sumur di Jetavana

Jetavana

Jetavana - Tempat Buddha membabarkan Dhamma

Kapilavatthu

Kapilavatthu