Sabtu, 26 September 2015

BACKPACKING IN UJUNG KULON NATIONAL PARK!

'Jauh amat neng mainnya.'
Demikianlah komentar beberapa masyarakat Jakarta yang saya temui dalam bus perjalanan menuju ke Serang Banten. Saya tidak pernah menyangka bahwa saya akan menapakkan kaki di Ujung Kulon tanggal 23 September kemarin. Sama sekali tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Ujung Kulon! 3 bulan lalu Mas Ojik, salah satu teman yang berdomisili di Karimun Jawa menyebutkan destinasi wisata Ujung Kulon dalam percakapan kami via Whatsapp. Setelah saya telusuri diinternet, ternyata... saya tergoda untuk melihat langsung keindahan yang ada disana. Tanpa pikir panjang lebar, saya langsung memesan tiket pesawat ke Jakarta untuk merealisasikan perjalanan ini. Sebagian orang mengatakan saya gila, rela menghabiskan uang untuk mengunjungi Ujung Kulon.








Siapa yang tak kenal dengan Taman Nasional Ujung Kulon. Areal seluas sekitar 122.956 hektar ini menjadi taman nasional pertama yang diresmikan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1992, setelah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO pada 1991. Tempat ini merupakan habitat asli sekaligus sanctuary bagi satwa badak bercula sayu yang jumlahnya tinggal puluhan ekor saja.



Untuk bisa sampai di Ujung Kulon, saya membeli penerbangan ke Jakarta pada pagi hari, 23 September 2015. Sekitar pukul 12.00 siang saya tiba di Jakarta. Ujung Kulon, sebuah tempat wisata di ujung Banten dengan perjalanan yang cukup rumit dan menantang. Perjalanan dimulai dari terminal Kp. Rambutan menggunakan bus prima jasa jurusan Merak dan turun di terminal pakupatan Serang. Perjalanan ditempuh selama 3 jam. Perjalanan backpacker Ujung Kulon ini dilakukan bersama 5 orang lainnya. 2 peserta itu adalah teman baik saya dan 3 peserta lainnya adalah warga Jakarta yang kami temui di terminal Kp. Rambutan. Total peserta kali ini adalah 6 orang!



Kami tiba di Serang pukul 00.00 wib. Dimana bus ELF menuju Taman Jaya sudah tidak beroperasi. Kami harus menunggu tanpa kepastian, banyak orang yang menghampiri kami di terminal dan menawarkan kami untuk menyewa angkotnya dengan tarif Rp.400.000 per orang! Gilaaaa! Tentu saja kami tidak mau menerima tawaran seperti itu, karena jika menggunakan ELF Serang menuju Taman Jaya hanya dikenakan Rp. 70.000/orang. Akhirnya.. beberapa jam kemudian tampaklah titik terang, penjaga terminal menelepon salah satu supir ELF Taman Jaya dan ternyata pada tanggal 24 September kemungkinan tidak ada mobil menuju Taman Jaya karena hari tersebut adalah hari raya idul adha. Saya sedikit shock karena sudah jauh-jauh datang dari pulau Sumatera demi Ujung Kulon. Akhirnya setelah tawar menawar, mencari-cari informasi, kami berenam memutuskan menyewa ELF tersebut dengan harga Rp.150.000/orang. Jam 03.00 dini hari kami berangkat menuju Taman Jaya dengan ELF sewaan dari terminal pakupatan Serang dan tiba di Homestay Sunda Jaya milik Pak Komar pukul 08.40 Pagi hari.



Perjalanan yang ditempuh dari Serang ke Taman Jaya melewati banyak jalan rusak yang sebenarnya tidak begitu parah. Akses menuju Taman Jaya hanya melewati jalan berlubang yang sedikit berbatu dan kadang menanjak kadang menurun. Tapi secara keseluruhan, saya tidak menganggap ini adalah jalan yang rusak super parah. Bagi saya, akses jalan ke Taman Jaya dengan apa yang saya lihat di Taman Jaya adalah sebanding. Artinya, perjalanan yang kami lalui tidak membuat kami menyesal. Kelelahan kami dibayar setimpal dengan apa yang kami lihat dan alami di Taman Jaya dan Ujung Kulon. Dan saya baru benar-benar merasakan terasing dari kehidupan perkotaan saat menyadari tidak ada sinyal sama sekali yang tertangkap di daerah ini.



Sesampainya di Homestay Sunda Jaya, saya lalu mencari pemilik Homestay yakni Pak Komar. Sayangnya, beliau sedang tidak ada ditempat dan kami dilayani oleh pekerja yang ada disana. Penginapan Sunda Jaya yang bernuansa kayu, berada dekat sekali dengan pinggir pantai dan rumah penduduk adalah kombinasi yang sempurna bagi saya. Penginapan Sunda Jaya bagi saya sangat asri dan saya sangat suka dengan situasi yang ada disini. Kami hanya memesan dua buah kamar karena setiap kamar disini boleh ditempati hingga maksimal 4 orang/kamar. Tidak hanya itu, harga kamar sangat terjangkau dan kami sangat terbantu oleh para pekerja disini. Sebelum saya datang, saya menghubungi Pak Komar untuk meminta detail perjalanan ke Ujung Kulon beserta perincian harganya, saya juga dibantu oleh Pak Komar untuk dicarikan peserta yang bisa diajak share biaya sewa kapal. Totally recommended! Pak Komar sangat helpful dan trusted. Harga-harga yang diberikan juga sangat cocok untuk backpackers! You should be there!







Pak Komar, pria paruh baya pemilik homestay Sunda Jaya ini menjadi satu-satunya orang kepercayaan saya dalam mencari segala informasi perjalanan perdana Ujung Kulon ini. Konon katanya, menyebut nama Pak Komar adalah sebuah kata sakti selama di Ujung Kulon. Tentu saja mitos ini sudah saya buktikan. Ketika saya berada di terminal pakupatan serang dan negosiasi dengan supir ELF menuju Taman Jaya, nama Pak Komar selalu saya sebut-sebut dan mereka nampaknya sangat menghormati beliau sehingga mereka sama sekali tidak berani memberikan harga-harga yang ganas kepada kami. Once again, Thanks to you Pak Komar!







Yihaaaa! Setelah check-in di penginapan, kami dicarikan Guide dan sewa kapal yang akan membantu kami selama menjelajahi Ujung Kulon. Tour Leader kami kali ini adalah Pak Kusni dan 2 Awak kapal laut lainnya. For your information, Pak Kusni sangat baik sekali! Beliau banyak membantu dan sangat sopan. Saya sama sekali tidak merasa Pak Kusni dan 2 Awak Kapal lainya adalah orang baru dalam hidup saya. Saya dengan mudah berbaur dengan mereka. Kami mengobrol, berbagi makanan dan saling bertukar pengetahuan mengenai Ujung Kulon. Bagi saya, mereka adalah keluarga baru!  Setelah selesai makan dan bersiap-siap, akhirnya perjalanan hari ini akan segera kami jalankan! Saya sudah tidak sabar!




Hari pertama kami mengunjungi Pulau Badul untuk snorkeling. Pulau mungil ini dapat ditempuh dengan kapal sewaan selama 1 jam perjalanan dari Taman Jaya,  ukuran pulau ini kira-kira hanya seluas dua kali lapangan basket, tidak banyak yang bisa saya lakukan dan pulau ini tidak banyak pengunjung yang datang. Cuaca pagi itu sedikit berawan. Anginnya benar-benar sejuk banget! Laut tenang damai, tujuan pertama adalah silaturahmi dengan ikan-ikan dan terumbu karang di Pulau Badul. Pulau mini yang tidak berpenghuni dengan karang laut super istimewa!Kedalaman sekitar 3-4 meter dengan spot snorkelingnya yang paling bagus dibanding pulau-pulau lain, wajib mampir kemari deh pokoknya!









Setelah puas snorkeling ria, kami mengujungi pulau Handeuleum. Pulau Handeleum menawarkan pesona berbeda yang tidak tersedia di pulau lainnya. Kegiatan wajib disini adalah canoeing menyusuri Sungai Cigenter. Dengan jarak tempuh sekitar 1 jam dari pulau Badul, saya mendayung kano sambil menikmati pemandangan hutan hujan serta bakau. Dengan perahu kecil, kami menyusuri sungai-sungai sambil mendengarkan kicauan merdu para burung. Di sungai ini hidup aneka reptil dan mamalia. Konon, daerah ini adalah habitat ular serta buaya muara! Hmm, ngeri-ngeri sedap, ya. Disini juga merupakan habitat Badak Bercula Satu loh! Tetapi, saya sama sekali tidak melihat wujud badak yang sangat saya harap-harapkan. Konon katanya, melihat badak disini tidaklah mudah, kita harus menginap berminggu-minggu bahkan berbulan untuk bisa melihat badak. Hutan yang luas dengan jumlah badak yang sedikit adalah salah satu yang menyebabkan kita sulit melihat wujud  badak. Namun, Pak Kusni menunjukkan kepada saya jejak-jejak yang ditinggalkan Badak ketika mereka berjalan. Banyak jejak kaki yang ditinggalkan badak dipinggir sungai setelah mereka mandi atau berendam di sungai. Pak Kusni sendiri yang sudah sering kesana baru dua kali melihat badak, itupun dari tangkapan kamera yang dipasang dihutan. Pak Kusni mengatakan beliau pernah menginap 20 hari dihutan bersama peneliti asal Jerman, namun mereka sama sekali tidak bertemu Badak secara langsung, melainkan hanya melihat dari foto yang tertangkap di kamera yang dipasang di Hutan. Wuih.. susah banget untuk bisa melihat badak!















Keesokan harinya.. perjalanan dilanjutkan ke Pulau Peucang yang sangat sangat sangat terkenal. Salah satu pulau di Ujung Kulon yang dikelilingi lautan biru kehijauan bening dan tenang. Di hari kedua ini, kapal kami kedatangan 3 tamu lainnya yang bisa diajak untuk sharing biaya sewa kapal, lumayan! Seorang wanita bernama Mbak Desy dan 2 Pria asal Jerman bernama Eike dan Nicholas menjadi teman baru kami. Inilah yang saya suka dari penginapan Sunda Jaya, banyak sekali backpackers yang datang dan tidak kesulitan untuk mencari orang yang bisa diajak untuk sharing biaya sewa kapal. Kami ber-sembilan mengunjungi pulau Peucang. Perjalanan ditempuh 3 jam dari Taman Jaya. Begitu kami sampai di dermaga Pulau Peucang, kami disambut oleh pantai Ujung Kulon dengan pasirnya yang putih dan lembut sehalus tepung tanpa kerikil sedikit pun. Pantai di pulau ini landai dengan air laut biru jernih yang amat bening.  Saya tidak melakukan snorkeling dipulau ini. Tetapi saya menghabiskan waktu untuk berjemur dan jalan-jalan menyusuri pulau peucang! Seru euyy!










Matahari show off nih. Panasnya super! Sudah terbayang selesai perjalanan ini, kulit saya akan semakin eksotis. Belum lagi saya senang sekali duduk diujung kapal sambil nyanyi bahkan tidur diujung kapal dengan nyamannya tanpa memperhatikan teriknya matahari yang bersinar. Duh.. eksotis benar kulit saya sekarang!



Saya juga melakukan trekking ke Tanjung Layar. Tanjung layar ditempuh selama 20 menit dari pulau Peucang. Dan.. kabar baiknya adalah, saya menjadi nahkoda! Saya diizinkan mengemudikan kapal dari pulau Peucang hingga Tanjung Layar! Pengalaman ini sungguh tak terlupakan dan mengasyikan! Saya melakukan trekking sekitar 1 jam disana untuk melihat tebing yang menjulang tinggi, penjara bekas orang Belanda dan Mencusuar. Di masa Hindia Belanda, tanjung ini namanya Java's Eerste Punt atau "ujung pertama pulau Jawa" maksudnya bila orang berlayar datang dari barat. Saya berada di Ujung pulau Jawa! Sama sekali tempat yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya, but its totally awesome!!! Saya memanjat karang-karang besar disana untuk bisa melihat keindahan laut lepas dibalik karang! Sungguh luarrrrrrrr biasaaaaaaaa!!!






















Lalu, saya melanjutkan perjalanan ke Cidaon. Perjalanan ke Cidaon ditempuh 15 menit dari pulau Peucang. Lagi-lagi saya mengemudikan kapal kali ini. Saya sungguh ketagihan menjadi Nahkoda! Hahaha.  Di Padang Cidaon ini kita dapat menemukan sekumpulan banteng di sebuah padang rumput. Namun sayangnya saya tidak melihat hewan apa-apa disini. Menurut Pak Kusni, cuaca yang panas menyebabkan hewan-hewan jarang kelihatan karena mereka lebih senang berkeliaran didalam hutan yang sejuk. Lagi-lagi saya kecewa berat. Untuk mencapai padang rumput ini, lagi-lagi saya harus sedikit trekking masuk ke dalam hutan, tapi tidak selama saat menuju Tanjung Layar. Sekitar 15 menit, kita akan menjumpai padang rumput yang luas menghijau. Kita juga dapat mengamati padang Cidaon ini dari atas menara pengawas.











Karena tidak kelihatan satu hewan pun, akhirnya kami memutuskan untuk kembali saja ke Taman Jaya karena hari sudah semakin sore. Pak Kusni berpesan agar hari ini kami kembali lebih awal ke Taman Jaya. "Lagi musim angin selatan atuh, Neng. Takut atuh kalau kemalaman pulangnya. Ombaknya gede." Kata Pak Kusni.



Akhirnya kami memutuskan kembali ke Taman Jaya pukul 16.00 sore. Estimasi akan tiba di Taman Jaya pukul 19.00 wib. Sepanjang perjalanan pulang Pak Kusni menyuruh kami mengambil posisi duduk dibagian belakang kapal, tidak berjalan kesana-kemari dan tetap duduk. Instruksi ini disampaikan berulang-ulang oleh Pak Kusni dan Awak Kapal. Ternyata.. sepanjang perjalanan pulang, kami diombang-ambing oleh ombak. Tak hanya itu, tubuh serasa sedang menunggang kuda! Ya, ombak sangat kuat dan tinggi. Dua pria asal Jerman yang satu kapal bersama kami kelihatan sangat khawatir dan takut terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Hampir 4 jam kami diombang-ambing diatas laut dan samudera, serta menunggangi ombak. Namun, bagi saya ini adalah pengalaman yang tak terlupakan.



Tanggal 26 September 2015, tiba saatnya kami kembali ke ibukota. Tak terasa petualangan kali ini sudah hampir selesai. Besok kami akan kembali ke Jakarta pagi-pagi dan saya kembali ke Sumatera untuk melakukan rutinitas masing-masing seperti biasanya. Sebelum pulang, Pak Komar menghampiri kami. Ternyata beliau telah kembali dari luar kota. Sesosok pria paruh baya yang energik dimata saya. Kami berbincang-bincang begitu banyak dan mendalam. Dimata saya, beliau adalah pahlawan super bagi masyarakat Taman Jaya dan Ujung Kulon. Saya percaya kehadiran beliau di Taman Jaya bagai sebuah cahaya yang bersinar terang kala kegelapan terjadi di Taman Jaya. Pak Komar, sosok sederhana dan humoris ini hanya ingin memberdayakan masyarakat setempat dan berbagi rezeki dengan masyarakat setempat. Homestay Sunda Jaya yang ia bangun sejak 12 tahun lalu adalah sebuah momen yang luar biasa bagi penduduk Taman Jaya. Kehadiran homestay ini membantu warga untuk mendapatkan lapangan pekerjaan. Para pemuda dan bapak-bapak diberdayakan menjadi pemandu lokal dan sewa kapal, sedangkan ibu-ibu setempat menjadi juru masak bagi para pengunjung yang berkeliling pulau karena dipulau-pulau tidak ada restoran sama sekali. Luar biasa sekali apa yang dikerjakan Pak Komar dan timnya. Saya senang sekali bertemu dengan beliau, lagi-lagi saya belajar hal yang berharga dan tak terlupakan.

Petualangan ini memang telah berakhir, namun pengalaman pertama saya mengunjungi salah satu Taman Nasional di Indonesia ini tentunya tidak akan terlupakan bagi saya. Ini adalah pengalaman luar biasa. Saya pasti akan kembali. Saya akan datang untuk melihat badak! 




Damn! I Love Indonesia!!!!