Selasa, 07 Juli 2015

Keindahan Surga Dieng!

Dimana lagi kita dapat menyapa matahari terbit, dengan bunga-bunga liar yang sedang bermekaran kemudian dimana lagi kita dapat menyusuri jalan setapak dan mengelilingi telaga cantik dengan pancaran warna-warninya, lalu dimana lagi kita dapat menyapa warga bersarung dengan senyum ramahnya? Dieng oh Dieng, sebuah Negeri diatas awan yang menawan. Dieng kerap mendapatkan julukan, “Negeri diatas awan”. Dataran tinggi teluas di Dunia setelah nepal ini menawarkan pemandangan menakjubkan berupa lautan awan dikaki Gunung, saya dapat menikmati sensasi indahnya negeri diatas awan, seperti foto diatas saat berada di puncak Sikunir.

Dataran Tinggi Dieng terletak di perbatasan antara Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Nama ‘Dieng’ sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu "Di" yang berarti tempat yang tinggi dan ”Hyang” yang artinya tempat para dewa-dewi. Diartikan kemudian sebagai tempat kediaman para dewa dan dewi. Dieng terhampar di ketinggian 2.000 m diatas permukaan laut membuat udaranya sejuk dan menyegarkan serta ditutupi kabut tebal. Karena keindahannya yang menakjubkan inilah diyakini bahwa Dieng dipilih sebagai tempat yang sakral dan tempat bersemayamnya dewa-dewi.

Setelah puas berdiam empat hari di Karimun Jawa – Jepara, akhirnya saya berangkat menuju Dieng bersama dua orang teman baru yang saya temui di Karimun Jawa. Sepasang kekasih ini tidak tahu kemana mereka harus pergi dan berinisiatif untuk mengikuti saya ke Dieng. Mereka adalah Imanol dan Eliza dari Spanyol. Kami bertiga meninggalkan Karimun Jawa dan bertolak ke Semarang lalu melanjutkan perjalanan ke Wonosobo. Wonosobo ditempuh selama 6 jam dari Jepara dan Dieng ditempuh 1 jam dari Wonosobo. Wow, perjalanan panjang!

Kami tiba di Dieng pukul 09.00 malam dan saat kami keluar dari mobil yang membawa kami ke Dieng, hal pertama yang keluar dari bibir saya adalah, “Cool Man!”. Ya! Hal pertama yang saya rasakan adalah dingin luar biasa. Jadi kesejukan udaara bisa mencapai 10 derajat celcius, bahkan menjadi 5 derajat celcius saat musim kemarau. Wow, bahkan penduduk setempat mengatakan kalau kita datang pada bulan agustus bisa terjadi hujan salju. Bisa dibayangkan dong seperti apa dinginnya Dieng?

Kami menginap disalah-satu homestay di Dieng. Lumayan nyaman dan letaknya juga sangat strategis, sayangnya harganya lebih mahal dibanding Karimun Jawa. Kami juga menyewa sepeda motor untuk melakukan penjelajahan esok hari di Dieng, namun lagi-lagi tarifnya lebih mahal dibanding Karimun Jawa. Kebetulan, saya memiliki seorang teman di Dieng yang bisa menjadi guide dan membawa saya berkeliling di Dieng, ia adalah Agus. Agus menyuruh saya untuk bersiap-siap esok pagi pukul 04.30 untuk berangkat berburu sunrise  di Sikunir. Ah.. Lagi-lagi harus bangun dini hari, semoga saja tak mengecewakan!

Pukul 04.30 pagi saya, Imanol dan Eliza sudah siap untuk berburu sunrise di puncak Sikunir. Saya tidak sanggup mandi di pagi hari karena suhu di Dieng sangat sangat sangat dingin! Saya bahkan sudah mengenakan dua lapis pakaian, dua lapir celana, dua lapis kaos kaki, sarung tangan dan jaket, namun dinginnya udara Dieng masih menusuk hingga tulang saya. Bahkan, Imanol dan Eliza sudah mengenakan seluruh pakaian yang dibawa, sekitar 6 lapis katanya, namun suhu masih terasa dingin. Hahaha.

Sunrise Sikunir kian populer bagi para wisatawan yang berkunjung ke Dieng. Berada di Ketinggian 2260 mdpl, Bukit sikunir yang terletak di Desa Sembungan - Desa tertinggi di Pulau Jawa ini memang tempat yang sangat pas untuk berburu Sunrise. Menyaksikan peristiwa terbitnya matahari diufuk timur lanskap alam Dieng yang mempesona dan Khas dengan udara dinginnya tentu akan menjadi peristiwa yang memorable bagi saya. Dari parkiran motor, kami harus berjalan 800 meter  untuk bisa tiba dipuncak Sikunir ini. Jalan yang dilalui tidak terlalu sulit, namun jalan menanjak ditemani udara super dingin menjadikannya sedikit sulit dan lelah. Warna keemasan yang berpadu dengan arak-arakkan awan dan kabut putih ketika sang matahari keluar dari peraduannya menjadi pemandangan yang memukau saat terbit fajar. Kelelahan berjalan mendaki Sikunir terbayar lunas oleh pemandangan sunrise ini.














Setelah selesai berburu sunrise selanjutnya kami berempat berburu pemandangan cantik di Telaga Warna. Kami memilih untuk menikmati keindahan telaga warna dari ketinggian, maka kami memilih jalur Batu Pandang sebagai spot asyik untuk menikmati keindahan telaga warna. Spot ini berada dekat Dieng Plateau Theatre, bisa ditempuh dengan sedikit mendaki, namun meskipun agak menguras tenaga  dijamin anda tidak akan menyesal begitu melihat keindahan pemandangan telaga dari atas sana. Harmonisasi alam dengan udara yang sejuk dan bersih membuat suasana Telaga Warna Dieng begitu memikat. Anda juga akan merasakan suasana mistis yang hening disempurnakan oleh kabut putih dan pepohonan yang melingkupinya. Tidaklah lengkap menyambangi Dieng tanpa melihat langsung keindahan Telaga Warna Dieng. Dinamakan Telaga Warna karena fenomena alam yang terjadi di tempat ini yaitu berupa pergantian warna air dari telaga tersebut. Terkadang berwarna hijau dan kuning atau berwarna warni seperti pelangi. Fenomena ini terjadi karena di dalam air tersebut terdapat kandungan sulfur cukup tinggi sehingga saat sinar Matahari mengenainya maka warna air telaga nampak berwarna warni.







Kami berempat cukup lama berada di spot ini karena kami mendapatkan paparan sinar matahari sembari melihat telaga warna. Rasa dingin yang menusuk akhirnya hilang ketika disinari oleh sinar matahari yang menghangatkan ini. Ah.. Luar biasa! Puas menghangatkan diri, kami kembali ke penginapan untuk menikmati sarapan pagi yang telah disiapkan oleh pihak penginapan. Sebuah roti panggang dengan telur mata sapi didalamnya cukup membuat rasa lapar saya hilang seketika. Saking laparnya, Imanol dan Eliza malah memesan dua buah roti lagi. Hahaha.

Usai sarapan, kami kembali menjelajahi sisi keindahan Dieng lainnya. Kami beranjak menuju kompleks Candi Arjuna yang letaknya tak jauh dari penginapan kami. Dieng memang memiliki candi-candi kecil kuno yang indah dan terhampar di Kawasan dataran tinggi. Ada banyak candi bercorak hindu dengan arsitektur yang indah dan  unik. Beberapa candi diberi nama seperti tokoh-tokoh cerita Mahabrata, seperti Bima, Gatot Kaca, Arjuna dan Srikandi. Dalam sejarah Candi Arjuna Dieng, tercatat bahwa Candi Arjuna Dieng adalah salah satu candi Hindu di Jawa Tengah yang sampai detik ini masih terawat, karena masuk cagar budaya yang dilindungi pemerintah. Lokasi Candi Arjuna Dieng  berada di kompleks dataran tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah.





Puas mengintip candi-candi di Dieng, kami beralih menuju kawah Sikidang. Bau belerang dan asap tebal menyambut kehadiran kami di sana. Kawah Sikidang ini merupakan sebuah kolam belerang yang mungkin hanya berdiameter sekitar 20 meter, dan selalu menyembulkan asap seperti perokok akut. Gumpalan belerang pada kawah dengan diameter sekitar sepuluh meter tersebut tampak meloncat-loncat ke udara seperti kijang. Nama kawah Sikidang menurut sejarah memang berasal dari kata kijang.






Mayoritas para petani di kawasan Dieng masih menjadikan tanaman kentang sebagai komoditas utama pertanian. Lahan yang subur menjadikan hasil pertanian mereka melimpah, lahan-lahan sempit mereka manfaatkan untuk tanaman sayuran dan kentang. Satu lagi yang menjadi rahasia mereka dalam menghasilkan kentang yang bagus adalah sistem irigasi dan terasering yang unik. Dieng menyimpan banyak potensi alam, selain subur akan tanah untuk bertani, Dieng merupakan dataran yang banyak menyimpan energi panas bumi dan bisa dikatan sangat melimpah. Hal yang khas lainnya dari Dieng adalah pepaya gunung yang oleh warga setempat disebut carica, jenis buah-buahan yang cocok tumbuh di ketinggian antara 1.500m sampai 3.000m. Tumbuhan ini berasal dari dataran tinggi Andes, Amerika Selatan. Selain itu, Purwaceng menjadi minuman khas yang dijual di Dieng yang dipercaya sebagai viagra tradisional yang dapat meningkatkan stamina pria. Hanya ada di Dieng!



Carica.

Carica's Variant




Sayangnya, saya tidak cukup kuat untuk menginap semalam lagi di Dieng, saya memutuskan bertolak sesegera mungkin ke Yogyakarta karena tidak tahan akan dinginnya suhu di Dieng. Walau begitu, Dieng tetap memukau dimata saya. Ini adalah bait peninggalan yang tersisa dari perjalanan Dieng, 03 – 04 Juli ini.. Enjoy to see you all in this trip, hope to see you again someday! Saya kembali ke Wonosobo sendirian dengan menggunakan Mikrobus local yang menjadi salah satu sarana transportasi di Dieng, sementara Imanol dan Eliza memilih menginap dan menikmati Dieng semalam lagi.


till we meet again, Dieng.


Saya beranjak pelan-pelan, meninggalkan Dieng siang itu dengan kabut yang selalu setia bersanding dengan Sang Gunung..

Dieng, till we meet again…

Minggu, 05 Juli 2015

Pesona Pulau Karimun Jawa.


Setelah menelusuri Gunung, tiba saatnya bagi saya untuk menelusuri Laut. Destinasi pilihan saya kali ini adalah Karimun Jawa yang terletak di Jepara. Puas menelusuri Bromo, saya kembali ke Surabaya dengan menggunakan bus kota jurusan Probolinggo - Surabaya yang ditempuh selama 2 jam. Tiba di Surabaya, saya kembali menaiki bus kota jurusan Jepara. Jepara dapat dicapai dengan perjalanan 6 jam dari Terminal Surabaya. Dan.. pukul 04.00 pagi saya tiba di terminal Jepara! Tanpa harus khawatir, setiba di terminal saya ada banyak penarik becak yang siap membawa saya ke Pelabuhan Kartini menuju Karimun Jawa. 
Surabaya - Jepara.

Menyenangkan sekali menaiki becak di pagi hari dimana udara masih terasa segar untuk dihirup. Perjalanan dari terminal menuju pelabuhan Kartini hanya membutuhkan waktu 15 menit. Saya memilih untuk bersantai di sebuah warung dan memesan secangkir kopi sembari menunggu loket pembelian tiket kapal dibuka.

Untuk mencapai Karimun Jawa memakan waktu sekitar 4 sampai 6 jam dari daratan Pulau Jawa dengan menggunakan Kapal Motor Cepat dari Semarang atau Jepara. Ada beberapa jenis kapal yang ditawarkan, tetapi untuk menuju Karimun Jawa, saya memilih menggunakan Ferry Cepat Express Bahari 2C. Cukup 2 jam perjalanan laut saya sudah bisa meraih Karimun Jawa. Tiket Express Bahari dibandrol seharga Rp.150.000 untuk satu orang. Kapal Express Bahari ini hanya melayani penumpang pada hari Senin, Selasa, Rabu, Jum'at, Sabtu dan Minggu dengan jam keberangkatan yang berbeda-beda. Dan beruntungnya saya, jadwal kapal saya adalah pukul 09.00 pagi, artinya saya akan tiba sesegera mungkin di Karimun Jawa. Cihuyyy!


Sambil menunggu kapal diberangkatkan, saya duduk di ruang tunggu yang sudah disediakan oleh pihak pelabuhan. Tiba-tiba seorang laki-laki menghampiri saya, "Erica, Ya?". Ia mengulurkan tangannya dan saya menyambut ulurannya dengan jabatan tangan dan tersenyum. Ya, Dia adalah Mas Ojik! Mas Ojik adalah salah satu orang yang saya hubungi sebelum saya datang ke Karimun Jawa. Mas Ojik pernah membuat tulisan di salah satu media sosial yang disebut KASKUS, tulisan yang dibuat berisi tentang update terbaru mengenai Karimun Jawa yang sangat membantu wisatawan yang ingin berkunjung kemari karena artikel-artikel terdahulu masih banyak sekali yang belum diperbaharui.

Kesan pertama saya terhadap Mas Ojik sangatlah baik. Ia dengan mudahnya bisa mengenali saya diantara lautan manusia yang ada di Pelabuhan tersebut. Pukul 08.30 kami sudah dipersilahkan masuk kedalam kapal agar kapal bisa diberangkatkan tepat waktu pukul 09.00 wib. Setelah mengambil posisi duduk sesuai nomor kursi, tanpa aba-aba saya langsung memejamkan mata dan tidur nyenyak selama 2 jam dalam perjalanan menuju Karimun Jawa. Ini adalah cara paling jitu untuk menghindari mabuk laut yang pasti akan terjadi pada diri saya.

Menurut teman-teman yang sudah mengenal saya, Karimun Jawa bukanlah destinasi berlibur yang cocok bagi saya. Saya memiliki phobia (ketakutan) yang cukup luar biasa pada laut, pantai bahkan kolam berenang. Ada hal pahit yang membuat trauma itu masih melekat kuat dalam diri saya. Bahkan, beberapa tahun lalu ketika mengunjungi sebuah pantai di Aceh, saya sempat pingsan sebelum melihat pantainya. Suara air dipantai dan ombak yang berdebur mampu menggetarkan seluruh tubuh saya dan membuat saya jatuh pingsan. Bahkan di kolam berenang, saya juga mengalami hal ini. Mengunjungi Karimun Jawa memang tidak pernah direncanakan dalam hidup saya, namun entah mengapa saya memilih Karimun Jawa sebagai destinasi berlibur kali ini, dan saya bertekad bahwa ini adalah saatnya melepas ketakutan dan memaafkan kejadian pahit yang pernah saya alami dulu. Saatnya saya berevolusi menjadi lebih berani dan kuat. Saya yakin, liburan di Karimun Jawa akan menjadi liburan terindah yang tak terlupakan.

2 jam berlalu, saya bangun dan kapal mulai merapat ke tepi. Kami dipersilahkan turun, dipintu keluar saya melihat Mas Ojik sudah menunggu saya. Kami berjalan kearah penginapan milik Mas Ojik, Waru Homestay namanya. Penginapan ala pantai dimana pandangan utamanya langsung menghadap pantai dan memiliki jarak yang amat dekat dengan Pelabuhan. Cukup berjalan kaki sekitar 5 menit kami sudah tiba di Waru Homestay. Saya berdecak kagum dengan apa yang saya lihat. 5 kamar menghadap laut dengan gazebo kecil di halamannya serta disediakan tempat berjemur di depannya. Adapula kasur gantung (Hammock) dibawah pohon yang boleh digunakan untuk bersantai. Luar biasa indah!
Waru Homestay!

Tempat santai di Waru Homestay.

Waru Homestay.

Situasi Kamar di Waru Homestay.

Waru Homestay

View dari Gazebo Waru Homestay langsung terlihat Pelabuhan  Karimun Jawa.

Karimun Jawa adalah gugusan pulau yang sangat indah dengan hamparan pasir putih menawan, meliputi 27 pulau dalam 1 kecamatan dan terbagi dalam 3 desa. Luas tempat indah ini adalah 107.225 ha, sebagian besar wilayahnya berupa lautan (100.105 ha) sementara sisanya adalah daratan seluas 7.120 ha. Karimun Jawa memiliki kekayaan ekosistem flora dan fauna mulai dari terumbu karang, hutan mangrove, hutan pantai, hingga hutan dataran rendah. Karimun Jawa menyuguhkan pemandangan yang menakjubkan. Tidak hanya di daratan, pemandangan di bawah air laut juga begitu menakjubkan. Kegiatan seru yang bisa kita lakukan di pulau Karimun Jawa adalah Snorkeling dan Diving.

Sesampainya di penginapan, Mas Ojik mempersilahkan saya untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan acara jalan-jalan sore hari nanti di Pulau Karimun Jawa. Di Karimun, listrik hanya bisa digunakan pukul 17.30 sore s.d 05.30 pagi. Diluar jam tersebut, kita tidak akan menemukan listrik kecuali menggunakan genset pribadi. Walau begitu, entah mengapa saya sama sekali tidak khawatir mengenai hal ini. Saya menikmati sekali berdiam di Karimun Jawa ini. Karena tidak terbiasa tidur siang dan cuaca yang cukup panas, maka saya memilih untuk duduk didepan kamar sambil mengobrol dengan Mas Ojik dan Mas Brian, teman Mas Ojik. Banyak pelajaran yang saya dapat dalam percakapan ini, tampilan Mas Ojik yang awalnya membuat saya sedikit khawatir, ternyata memiliki kepribadian yang cukup menganggumkan. Kami bercerita mengenai agama, kebetulan saya seorang Buddhis dan ia adalah seorang Muslim, namun ia ternyata mengenal juga terinspirasi oleh guru favorit saya, yakni Ajahn Brahmavamso. Bahkan Mas Ojik sudah pernah membaca Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya, kami tertawa ketika sama-sama menyebutkan judul salah satu artikel yang populer dalam buku tersebut, yaitu Dua Bata Jelek. Luar biasa percakapan antara saya dan Mas Ojik kali ini.

Ketika matahari terlihat sudah tak begitu terik, kami memutuskan berjalan-jalan. Mas Ojik membonceng saya dengan motor dan kami berkunjung ke Pantai Batu Topeng yang letaknya lumayan jauh dari penginapan. Ini adalah pantai pertama yang saya kunjungi dan saya berdecak kagum atas keindahan yang dimiliki oleh pantai batu topeng ini. Air yang jernih, karang yang indah dipinggir pantai, dan sesekali ombak menyapu lembut kaki saya membuat saya semakin terpukau dan betah berlama-lama disini. 






Setelah puas menelusuri pantai ini, Mas Ojik membawa saya mengunjungi Hutan Mangrove. Sayangnya, pintu gerbang sudah ditutup dan tidak ada penjaga disekitar sana. Lalu Mas Ojik mengajak saya lompat gerbang! Seru sekali! Disini kita dapat menyusuri sejuknya hutan mangrove yang luas ini dengan jalur tracking yang menyuguhkan aneka macam jenis pohon mangrove langka sekaligus kita dapat ikut menanam dan melestarikan mangrove di sana. Kami menelusuri jembatan-jembatan tersebut mengelilingi hutan bakau yang indah dengan pemandangan gunung serta rawa-rawanya. Tak terasa sebentar lagi mentari akan tenggelam, Saya dan Mas Ojik naik ke sebuah rumah singgah yang berada ditengah-tengah hutan bakau ini dan menaiki anak tangga hingga ke bagian tertinggi dari rumah ini untuk menikmati matahari tenggelam. Ah, indah sekali pemandangan dari atas sini.


Senja dihutan Mangrove

Ah.. Indahnya!

Hari semakin gelap, kami kembali ke penginapan untuk mandi dan istirahat sejenak. Seperti tidak punya rasa lelah, jalan-jalan berlanjut ke alun-alun Karimun Jawa. Ketika malam tiba banyak warga berjualan aneka makanan dan juga banyak disediakan arena lesehan makan. Kami habiskan malam dengan makan malam di alun-alun dan mengobrol. Saya mencoba makanan khas disini, yakni Pindang Serani. Seekor ikan yang dimasak kuah kuning yang kaya akan rempah dan sangat nikmat rasanya. Setelah perut kenyang dan puas mengobrol, kami kembali ke penginapan untuk beristirahat dan bersiap-siap melakukan penjelajahan laut esok hari. Wah, ini menegangkan!



Pindang Seruni. Yummyyy!

Pukul 07.00 pagi saya sudah bangkit dari tempat tidur dan bersiap-siap untuk menjelajahi pulau Karimun dan sekitarnya. Ketika saya keluar dari kamar, ternyata Mas Ojik sudah menyiapkan sarapan. Sebuah pancake tradisional dengan kuah kelapa yang encer serta secangkir teh melati mengawali pagi yang indah ini. Luar biasa! 

Breakfast.

I'm ready!

Sarapan selesai, kini saatnya Mas Ojik membonceng saya ke Pelabuhan dimana penjelajahan laut akan dimulai. Dengan sebuah kapal berkapasitas 15 orang, kami melakukan penjelajahan. Wah, saya sedikit tegang, karena saya masih sedikit takut. Ketika penumpang lain dengan santai berlalu-lalang diatas kapal yang sedang berlayar ini, saya memilih duduk manis tidak bergerak. Hahaha. Kami tiba di arena Snorkeling. Rasanya saya tak ingin turun ke dalam air tapi saya merasa ketakutan saya harus saya akhiri sampai disini. Saya memutuskan untuk turun ke dalam laut luas ini dengan menggunakan alat snorkeling dan memegang Mas Ojik tentunya. Saya yakin, cengkraman tangan saya pasti sangat kuat karena terjadi kepanikan ketika saya berada didalam air. Untunglah, Mas Ojik dengan sabar menuntun saya yang super panik dan ribut ini. Dengan sabar saya diajari dan ditemani selama snorkeling pertama ini. Saya tidak berani berlama-lama didalam, 15 menit kemudian saya kembali naik ke kapal dengan rasa tak percaya bahwa saya baru saja snorkeling di laut karimun jawa! That's cool mannnnnnn!!!


Belajar Snorkeling.

Belajar Snorkeling.

Ekspresi Panik.

Ekspresi Tegang dan Takut.

Saya sendiri bingung melihat gaya saya sendiri. Hahahaha.

Jangan tinggalkan aku Mas Ojik. Hahaha.
Ekspresi Pasrah...


Perjalanan berlanjut ke pulau cemara kecil yang merupakan salah satu pulau kecil di Karimun Jawa. Disinilah kami makan siang dengan lauk ikan bakar asap. Nikmat sekali. Hal unik di pulau cemara kecil ini adalah adanya daratan pantai dengan pasir putihnya yang menjorok ke laut. Super kece! Setelah makan siang dan berfoto-foto, saya memilih duduk disebuah warung kecil sambil mengobrol dengan Mas Ojik, sedangkan para wisatawan lain memilih berjemur dan sebagian lagi berpacaran menikmati indahnya pulau ini.

Indahnya...

Saya terasa kecil diantara hamparan laut luas ini.

Indah tiada duanya!

Menu makan siang kami.

Selfie bersama Mas Ali dan Mas Ojik.


Setelah beristirahat cukup lama, perjalanan dilanjutkan ke spot lain untuk snorkeling. Wow, saya sedikit panik lagi ketika mendengar kata 'snorkeling' walaupun tadi saya sudah berhasil melakukannya. Sesampainya di spot kedua ini, saya kembali memberanikan diri untuk ikut turun dan menikmati indahnya pemandangan bawah laut disini. Awalnya saya masih mencengkram kuat tangan Mas Ojik, namun perlahan saya disuruh untuk menjelajahi sendiri tanpa terus bergantung dengan Mas Ojik. Dan akhirnya saya ditinggal snorkeling sendirian. Namun, saya sedikit terkejut karena saya berhasil melakukannya. Mas Ojik yang entah kemana sudah tak saya cari-cari lagi. Saya sudah mulai menikmati kegiatan snorkeling ini. It's awesome!!! I did it! Rasanya ingin melompat-lompat diatas kasur empuk untuk menyalurkan rasa bahagia saya ini. I'm so happy! I did it! Proud of myself! And I should be the one thanking you, Mas Ojik! Thanks to you!

Sore hari, kami menikmati pesona matahari tenggelam di Pulau Tanjung Gelam yang merupakan pulau yang indah dengan hamparan pasir putih dan air laut yang berwarna hijau kebiruan. Ciri khas dari pantai ini adalah adanya pohon kelapa yang tumbuh sedikit miring. Ketidak-sempurnaan pohon kelapa tersebut malah menjadi spot terunik untuk di abadikan di lensa kamera. Disini, saya menikmati pisang goreng dan secangkir kopi sembari mengobrol dengan Mas Ojik. Ketika matahari terlihat mulai turun, kami menghentikan percakapan dan berjalan menuju spot yang indah untuk melihat keindahan matahari tenggelam ini. Wah, kerennnn! 

Tanjung Gelam - Ujung Matahari Tenggelam. 

Pesona Pulau Tanjung Gelam.
Selfieee.

Selfie of the day!

Sunset

One Word : Amazing!



Malam harinya setelah kembali dari penjelajahan laut dan mandi, saya ditemani Mas Ojik untuk mencari makan malam di alun-alun. Menu makan malam hari ini masih sama seperti malam sebelumnya, yakni Pindang Serani. In Karimun Jawa, you will find fish everywhere!

Seolah-olah tak punya rasa lelah, kami kembali ke penginapan dan duduk di gazebo yang ada dihalaman penginapan sembari mengobrol. Disini saya banyak mendengar cerita perjalanan Mas Ojik yang pasang surut bagai air laut di Karimun. Hahaha. But, it's a good story for me, saya belajar banyak dari Mas Ojik. Pandangan-pandangan hidupnya yang sederhana, membumi dan jenaka membekas dalam diri saya. Saya senang bisa belajar hal yang luar biasa di Karimun Jawa. Kami mengobrol hingga hampir pukul 12.00 malam dan memutuskan untuk mengakhiri percakapan yang sebenarnya semakin seru itu. Saya meminta diantarkan ke Pasar Tradisional keesokan harinya karena saya ingin memasak sarapan untuk esok hari. Beruntungnya, Mas Ojik bersedia mengantar dan menemani ke pasar. Saya berbelanja beberapa macam bahan makanan dan memasak sarapan untuk semua orang yang ada di penginapan Mas Ojik. Kami makan bersama di gazebo dan mengobrol. Hal ini tidak akan didapatkan apabila mengikuti paket-paket tour dari travel agent. That's why saya sangat menyukai trip perjalanan seperti ini. Saya hidup bersama orang-orang lokal, makan masakan tradisional, bertemu orang-orang baru, dan saya belajar sesuatu dari mereka. Ini adalah liburan yang luar biasa. It's priceless!

Usai makan, saya diajak mengunjungi Bukit Love untuk melihat pemandangan Karimun Jawa dari atas bukit. Ini sangat luar biasa. Dan kami bertemu ayahnya Mas Brian, teman Mas Ojik. Beliau sedang melakukan suatu proyek menarik, yakni beliau akan membangun sebuah monumen bertuliskan 'Karimun Jawa' diatas bukit agar wisatawan yang datang bisa menikmati keindahan Karimun Jawa dari atas bukit dan mengabadikan keindahannya dengan lensa kamera. Bukit Love adalah satu proyek yang sudah berhasil. Bukit love adalah milik pribadi Ayahnya Mas Brian yang dapat dinikmati oleh wisatawan secara cuma-cuma alias gratis. Saya sedikit kaget, karena proyek sebagus ini malah tidak menghasilkan profit bagi si pembuatnya. Namun, beliau mengatakan, melihat orang tersenyum bahagia saja itu sudah cukup. Mungkin saya adalah wisatawan pertama yang datang ke proyek yang masih belum selesai ini, namun saya sangat menikmati keindahan dari atas bukit yang akan dibangun tulisan 'Karimun Jawa' ini. Diam-diam saya mengamati Ayahnya Mas Brian dengan seksama. Saya bersyukur bertemu dengan beliau. Beliau mengajarkan sebuah pelajaran tak terhingga bagi saya walaupum beliau tidak menyadarinya. Kebahagiaan tak selalu melulu menggunakan uang walaupun hampir semua hal didunia membutuhkan uang. Bahagia itu sederhana. Terima kasih pak! Saya doakan semua niat baik yang direncanakan bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya. Terima kasih telah menjadi embun yang menyegarkan banyak orang! You're awesome!

View dari Bukit Love.

Selfie is a must!

View dari Proyek Ayahnya Brian selanjutnya.


View dari Monumen Karimun Jawa.

Bukit Love.

Mas Ojik & Ayahnya Brian.


Dihari ketiga ini saya tidak ingin melakukan apa-apa. Setelah mengunjungi bukit love dan bukit karimun jawa, saya kembali ke penginapan dan lagi-lagi saya mengobrol dengan seru bersama Mas Ojik. Setelah mengobrol panjang lebar, Mas Ojik mengajak saya menikmati Hammock yang ada dibawah pohon. Awalnya saya menolak karena takut terjatuh, namun Mas Ojik meyakinkan saya bahwa hammock ini sangat kuat menampung berat badan saya. Dan akhirnya... saya nyaman sekali bersantai diatas hammock. Start from 01.30 pm till 05.30 pm. Benar-benar nyaman! Mas Ojik malah sempat tidur pulas diatas hammock selama berjam-jam namun saya memilih mendengarkan lagu sambil melihat pemandangan laut.

Hammock di depan Waru Homestay.

Santaiiii..


Tak terasa sudah 3 hari saya di Karimun Jawa dan esok adalah waktunya melanjutkan perjalanan ke Dieng. Keesokannya, pagi hari pukul 06.00 saya sudah menunggu di pelabuhan untuk kembali ke Jepara menggunakan kapal ferry sedang bernama Siginjai. Untuk mencapai Jepara akan memakan waktu.4.5 jam. Kapal ini tidak setiap hari beroperasi. Untuk kelas ekonomi, cukup membayar Rp 45.000/orang saja.

Didalam kapal, kita bisa memanfaatkan waktu dengan menikmati pemandangan laut, berfoto-foto, bercerita dengan sahabat, ataupun tidur untuk menghemat tenaga. Dan saya.. memilih untuk tidur dilantai paling atas dari kapal ini. Ini bukan tidur biasa, tidur kali ini hanya beralaskan lantai, beratapkan langit, ditiup angin laut dan saat kita bangun, pemandangan laut dengan sigap menyambut kita. Luar biasaa! Saya tidur hampir 4 jam dalam perjalanan ini dan sepertinya Mas Ojik juga demikian. Hahaha.

Sampai jumpa, Karimun Jawa.

Perjalanan pulang.
Ah.. 4.5 jam berlalu dan saya tiba di pelabuhan Jepara. Sebelum berpisah dengan Mas Ojik, kami sempat makan siang bersama di warung makan yang ada di Pelabuhan. Sedih rasanya harus berpisah dengan Karimun Jawa. Tapi saya pasti kembali. Karimun jawa terlalu indah untuk dilukiskan dengan kata-kata.

Menu Makan Siang di Jepara.

Selfie sebelum bertolak ke Dieng bersama Imanol dan Eliza.

Karimun Jawa menyuguhkan pemandangan yang menakjubkan dan mempesona. Saya yakin, pesona dan keindahan ini tak akan mudah pudar. Sebuah keindahan tak terbatas, Karimun Jawa.