Selasa, 07 Juli 2015

Keindahan Surga Dieng!

Dimana lagi kita dapat menyapa matahari terbit, dengan bunga-bunga liar yang sedang bermekaran kemudian dimana lagi kita dapat menyusuri jalan setapak dan mengelilingi telaga cantik dengan pancaran warna-warninya, lalu dimana lagi kita dapat menyapa warga bersarung dengan senyum ramahnya? Dieng oh Dieng, sebuah Negeri diatas awan yang menawan. Dieng kerap mendapatkan julukan, “Negeri diatas awan”. Dataran tinggi teluas di Dunia setelah nepal ini menawarkan pemandangan menakjubkan berupa lautan awan dikaki Gunung, saya dapat menikmati sensasi indahnya negeri diatas awan, seperti foto diatas saat berada di puncak Sikunir.

Dataran Tinggi Dieng terletak di perbatasan antara Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Nama ‘Dieng’ sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu "Di" yang berarti tempat yang tinggi dan ”Hyang” yang artinya tempat para dewa-dewi. Diartikan kemudian sebagai tempat kediaman para dewa dan dewi. Dieng terhampar di ketinggian 2.000 m diatas permukaan laut membuat udaranya sejuk dan menyegarkan serta ditutupi kabut tebal. Karena keindahannya yang menakjubkan inilah diyakini bahwa Dieng dipilih sebagai tempat yang sakral dan tempat bersemayamnya dewa-dewi.

Setelah puas berdiam empat hari di Karimun Jawa – Jepara, akhirnya saya berangkat menuju Dieng bersama dua orang teman baru yang saya temui di Karimun Jawa. Sepasang kekasih ini tidak tahu kemana mereka harus pergi dan berinisiatif untuk mengikuti saya ke Dieng. Mereka adalah Imanol dan Eliza dari Spanyol. Kami bertiga meninggalkan Karimun Jawa dan bertolak ke Semarang lalu melanjutkan perjalanan ke Wonosobo. Wonosobo ditempuh selama 6 jam dari Jepara dan Dieng ditempuh 1 jam dari Wonosobo. Wow, perjalanan panjang!

Kami tiba di Dieng pukul 09.00 malam dan saat kami keluar dari mobil yang membawa kami ke Dieng, hal pertama yang keluar dari bibir saya adalah, “Cool Man!”. Ya! Hal pertama yang saya rasakan adalah dingin luar biasa. Jadi kesejukan udaara bisa mencapai 10 derajat celcius, bahkan menjadi 5 derajat celcius saat musim kemarau. Wow, bahkan penduduk setempat mengatakan kalau kita datang pada bulan agustus bisa terjadi hujan salju. Bisa dibayangkan dong seperti apa dinginnya Dieng?

Kami menginap disalah-satu homestay di Dieng. Lumayan nyaman dan letaknya juga sangat strategis, sayangnya harganya lebih mahal dibanding Karimun Jawa. Kami juga menyewa sepeda motor untuk melakukan penjelajahan esok hari di Dieng, namun lagi-lagi tarifnya lebih mahal dibanding Karimun Jawa. Kebetulan, saya memiliki seorang teman di Dieng yang bisa menjadi guide dan membawa saya berkeliling di Dieng, ia adalah Agus. Agus menyuruh saya untuk bersiap-siap esok pagi pukul 04.30 untuk berangkat berburu sunrise  di Sikunir. Ah.. Lagi-lagi harus bangun dini hari, semoga saja tak mengecewakan!

Pukul 04.30 pagi saya, Imanol dan Eliza sudah siap untuk berburu sunrise di puncak Sikunir. Saya tidak sanggup mandi di pagi hari karena suhu di Dieng sangat sangat sangat dingin! Saya bahkan sudah mengenakan dua lapis pakaian, dua lapir celana, dua lapis kaos kaki, sarung tangan dan jaket, namun dinginnya udara Dieng masih menusuk hingga tulang saya. Bahkan, Imanol dan Eliza sudah mengenakan seluruh pakaian yang dibawa, sekitar 6 lapis katanya, namun suhu masih terasa dingin. Hahaha.

Sunrise Sikunir kian populer bagi para wisatawan yang berkunjung ke Dieng. Berada di Ketinggian 2260 mdpl, Bukit sikunir yang terletak di Desa Sembungan - Desa tertinggi di Pulau Jawa ini memang tempat yang sangat pas untuk berburu Sunrise. Menyaksikan peristiwa terbitnya matahari diufuk timur lanskap alam Dieng yang mempesona dan Khas dengan udara dinginnya tentu akan menjadi peristiwa yang memorable bagi saya. Dari parkiran motor, kami harus berjalan 800 meter  untuk bisa tiba dipuncak Sikunir ini. Jalan yang dilalui tidak terlalu sulit, namun jalan menanjak ditemani udara super dingin menjadikannya sedikit sulit dan lelah. Warna keemasan yang berpadu dengan arak-arakkan awan dan kabut putih ketika sang matahari keluar dari peraduannya menjadi pemandangan yang memukau saat terbit fajar. Kelelahan berjalan mendaki Sikunir terbayar lunas oleh pemandangan sunrise ini.














Setelah selesai berburu sunrise selanjutnya kami berempat berburu pemandangan cantik di Telaga Warna. Kami memilih untuk menikmati keindahan telaga warna dari ketinggian, maka kami memilih jalur Batu Pandang sebagai spot asyik untuk menikmati keindahan telaga warna. Spot ini berada dekat Dieng Plateau Theatre, bisa ditempuh dengan sedikit mendaki, namun meskipun agak menguras tenaga  dijamin anda tidak akan menyesal begitu melihat keindahan pemandangan telaga dari atas sana. Harmonisasi alam dengan udara yang sejuk dan bersih membuat suasana Telaga Warna Dieng begitu memikat. Anda juga akan merasakan suasana mistis yang hening disempurnakan oleh kabut putih dan pepohonan yang melingkupinya. Tidaklah lengkap menyambangi Dieng tanpa melihat langsung keindahan Telaga Warna Dieng. Dinamakan Telaga Warna karena fenomena alam yang terjadi di tempat ini yaitu berupa pergantian warna air dari telaga tersebut. Terkadang berwarna hijau dan kuning atau berwarna warni seperti pelangi. Fenomena ini terjadi karena di dalam air tersebut terdapat kandungan sulfur cukup tinggi sehingga saat sinar Matahari mengenainya maka warna air telaga nampak berwarna warni.







Kami berempat cukup lama berada di spot ini karena kami mendapatkan paparan sinar matahari sembari melihat telaga warna. Rasa dingin yang menusuk akhirnya hilang ketika disinari oleh sinar matahari yang menghangatkan ini. Ah.. Luar biasa! Puas menghangatkan diri, kami kembali ke penginapan untuk menikmati sarapan pagi yang telah disiapkan oleh pihak penginapan. Sebuah roti panggang dengan telur mata sapi didalamnya cukup membuat rasa lapar saya hilang seketika. Saking laparnya, Imanol dan Eliza malah memesan dua buah roti lagi. Hahaha.

Usai sarapan, kami kembali menjelajahi sisi keindahan Dieng lainnya. Kami beranjak menuju kompleks Candi Arjuna yang letaknya tak jauh dari penginapan kami. Dieng memang memiliki candi-candi kecil kuno yang indah dan terhampar di Kawasan dataran tinggi. Ada banyak candi bercorak hindu dengan arsitektur yang indah dan  unik. Beberapa candi diberi nama seperti tokoh-tokoh cerita Mahabrata, seperti Bima, Gatot Kaca, Arjuna dan Srikandi. Dalam sejarah Candi Arjuna Dieng, tercatat bahwa Candi Arjuna Dieng adalah salah satu candi Hindu di Jawa Tengah yang sampai detik ini masih terawat, karena masuk cagar budaya yang dilindungi pemerintah. Lokasi Candi Arjuna Dieng  berada di kompleks dataran tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah.





Puas mengintip candi-candi di Dieng, kami beralih menuju kawah Sikidang. Bau belerang dan asap tebal menyambut kehadiran kami di sana. Kawah Sikidang ini merupakan sebuah kolam belerang yang mungkin hanya berdiameter sekitar 20 meter, dan selalu menyembulkan asap seperti perokok akut. Gumpalan belerang pada kawah dengan diameter sekitar sepuluh meter tersebut tampak meloncat-loncat ke udara seperti kijang. Nama kawah Sikidang menurut sejarah memang berasal dari kata kijang.






Mayoritas para petani di kawasan Dieng masih menjadikan tanaman kentang sebagai komoditas utama pertanian. Lahan yang subur menjadikan hasil pertanian mereka melimpah, lahan-lahan sempit mereka manfaatkan untuk tanaman sayuran dan kentang. Satu lagi yang menjadi rahasia mereka dalam menghasilkan kentang yang bagus adalah sistem irigasi dan terasering yang unik. Dieng menyimpan banyak potensi alam, selain subur akan tanah untuk bertani, Dieng merupakan dataran yang banyak menyimpan energi panas bumi dan bisa dikatan sangat melimpah. Hal yang khas lainnya dari Dieng adalah pepaya gunung yang oleh warga setempat disebut carica, jenis buah-buahan yang cocok tumbuh di ketinggian antara 1.500m sampai 3.000m. Tumbuhan ini berasal dari dataran tinggi Andes, Amerika Selatan. Selain itu, Purwaceng menjadi minuman khas yang dijual di Dieng yang dipercaya sebagai viagra tradisional yang dapat meningkatkan stamina pria. Hanya ada di Dieng!



Carica.

Carica's Variant




Sayangnya, saya tidak cukup kuat untuk menginap semalam lagi di Dieng, saya memutuskan bertolak sesegera mungkin ke Yogyakarta karena tidak tahan akan dinginnya suhu di Dieng. Walau begitu, Dieng tetap memukau dimata saya. Ini adalah bait peninggalan yang tersisa dari perjalanan Dieng, 03 – 04 Juli ini.. Enjoy to see you all in this trip, hope to see you again someday! Saya kembali ke Wonosobo sendirian dengan menggunakan Mikrobus local yang menjadi salah satu sarana transportasi di Dieng, sementara Imanol dan Eliza memilih menginap dan menikmati Dieng semalam lagi.


till we meet again, Dieng.


Saya beranjak pelan-pelan, meninggalkan Dieng siang itu dengan kabut yang selalu setia bersanding dengan Sang Gunung..

Dieng, till we meet again…

Tidak ada komentar: