Minggu, 05 Juli 2015

Backpacking in Probolinggo.

Jangan sebut dirimu adalah seorang travelers super apabila belum menginjakkan kaki di Gunung Bromo yang berada di Jawa Timur. Saya sangat yakin bahwa Anda sudah sering mendengar akan pesona keindahan gunung bromo, namun belum menyempatkan diri untuk berkunjung dan menyaksikan langsung apa yang pernah Anda dengar. Saya berharap cerita saya ini bisa membuat Anda menjadi terbakar semangatnya untuk mengunjungi Bromo.

Banyak sekali travel di Kota Surabaya, Malang ataupun kota lainnya yang menawarkan paket perjalanan menuju ke Bromo. Pada awalnya, saya berniat mengikuti salah satu paket wisata Bromo yang ditawarkan seharga Rp.300.000. Namun, niat tersebut musnah tatkala seorang Host Couchsurfing asal Probolinggo menghubungi saya. Saya memang mempostingkan perjalanan saya ke Bromo pada applikasi khusus backpacker yakni Couchsurfing. Saya berharap dengan postingan saya ini, saya bisa mendapatkan Host yang dapat memberikan saya tumpangan selama semalam ataupun bisa membantu saya menghemat biaya perjalanan. Maklum, saya ini backpacker.

Pucuk dicinta, Ulam pun tiba.
Salah seorang Host dari Probolinggo, Hendra menawarkan saya untuk menginap di kediamannya. Awalnya saya sedikit ragu, namun setelah menelusuri profil Hendra di Couchsurfing, saya akhirnya menerima tawarannya untuk menginap satu malam di rumahnya.

Saya tiba di Probolinggo pukul 18.40 wib setelah menempuh 3 jam perjalanan dari Surabaya menggunakan jasa bus. Setibanya di kediaman Hendra, saya disambut oleh adik perempuan Hendra yang sedang mengobrol dengan teman-temannya di ruang tamu. 30 menit kemudian orangtua Hendra pulang dari Masjid setelah melakukan tarawih. Saya menyapa dan bersalaman dengan kedua orangtua Hendra. Kedua orangtua dan adik perempuan Hendra sangat ramah dan baik. Saya disambut dan diajak mengobrol selama menunggu Hendra pulang. Saat saya datang, Hendra juga dalam perjalanan ke Probolinggo setelah selesai mengikuti ujian TOEFL di Kota Malang.
Tempat tidur yang disediakan oleh Hendra & Keluarganya untuk saya.

Tak berapa lama kemudian, Hendra tiba dirumah. Kami langsung mengobrol seperti biasa. Tidak ada rasa canggung untuk kami. Kedua orangtua Hendra juga ikut serta dalam percakapan kami. Kami bercerita tentang pengalaman travelling yang saya alami di beberapa Negara yang sudah saya kunjungi. Kami juga bertukar cerita tentang kebudayaan di wilayah kami. Hendra dan Ayahnya banyak membantu saya. Mulai dari memberikan info tempat wisata hingga mencarikan ojek ke gunung Bromo untuk esok harinya. Keluarga ini sungguh baik hati dan banyak membantu saya!

Bromo memang menawarkan eksotisme alam sekaligus di satu lokasi. Padang gurun, padang savanna dan gunung berapi. Ditambah bonus sunrise dan kabut yang menyelimuti lembah jika kita melihatnya dari suatu bukit.

Jreng jreng  jreng.. Ternyata saya harus memulai perjalanan ke Bromo pada pukul 03.00 dan tiba di gunung Bromo sekitar pukul 05.00 wib. Dengan menggunakan ojek sewaan yang dicarikan oleh ayahnya Hendra, maka saya melanjutkan perjalanan ke Bromo pada pagi itu. Dari kediaman Hendra, perjalanan ke Bromo akan ditempuh 2 jam. Saya menikmati perjalanan ke Bromo ini, jalan yang berkelok dan udara yang segar menjadi hal yang indah pagi ini.

Ternyata, hanya dengan waktu 1.5 jam saya sudah tiba di Seruni View Point. Hendra dan ayahnya tidak menyarankan saya untuk melihat pesona matahari terbit di Penanjakan 1, karena disana adalah lautan manusia dan kemungkinan bisa menikmati matahari terbit sangat kecil. Saya disarankan menikmati matahari terbit di Seruni Point. Seruni point memiliki posisi yang lebih rendah 200 meter dari Penanjakan, namun keindahan yang ditawarkan tidak berbeda. Untuk bisa tiba di Seruni View Point, kita harus berjalan menanjak keatas sekitar 25 menit. Jalanan yang kami lalui berupa tanah berpasir, separuhnya lagi berupa undakan anak tangga, andai tidak kuat tersedia kuda yang siap mengantar.

Suhu di Seruni dan Bromo pada pagi hari sangat dingin. Bahkan tangan saya sempat mati rasa karenanya. Sebaiknya siapkan pakaian tebal seperti jaket, sarung tangan, dan penutup kepala. Jika Anda sudah membawa perlengkapan sebagai antisipasi bagi Anda yang tidak kuat suhu dingin masih belum cukup, saya menyarankan untuk menggunakan baju berlapis-lapis. Jika hari mulai siang sepertinya Anda tidak perlu memakai baju yang berlapis-lapis karena suhu diatas gunung bromo sudah mulai terasa panas.

Perlahan namun pasti, senja memerah di ufuk sebelah kiri dari tempat saya berdiri, lalu saya mengalihkan pandangan mata ke arah sebelah kanan. Pupil mata langsung tertancap pada kerucut biru yang nampak menyembul malu-malu menyapa pagi, puncak Mahameru yang gagah membiru diliputi awan putih. Wow...! Gunung Bromo berdiri dengan anggunnya. Gunung Batok, berdiri berhadap hadapan dengan angkuhnya, menantang sang Mahameru. Kontur tanahnya berlekuk-lekuk hijau kecoklatan membuat sosok indahnya mudah dikenali dari kejauhan. Ahh.. Indahnya! Saya mengabadikan foto tersebut dalam kamera dan memandangi pemandangan ini sangat lama. Sayangnya, saya tidak memiliki foto bersama sang mentari, maklum.. agak segan meminta orang lain mengambilkan foto karena orang lainnya juga sibuk mengabadikan moment terbitnya matahari ini. Tapi, cukup memandangi saja saya sudah puas.










Setelah menikmati pesona matahari terbit, saya melanjutkan perjalanan menuju pasir berbisik. Akhirnya saya mengerti mengapa tempat ini dinamakan Pasir Berbisik. Tempat yang lapang dan luas, tempat dimana kami merasa kecil dibandingkan semesta yang maha luas. Luar biasa!

Saya memasuki sebuah tenda kecil dimana penjual minuman dan makanan ada didalamnya. Menikmati secangkir kopi sambil memandangi gurun pasir nan luas. Saya juga bercengkrama dengan orang-orang didalam tenda yang juga memuji keindahan Bromo. Saya merasa tidak seperti wisatawan dan malah merasa sebagai penduduk tengger. Mengapa? Karena saya menawarkan diri untuk ikut serta membantu pemilik warung yang kala itu sedang kebanjiran pelanggan. Sungguh bahagia!


Setelah puas berinteraksi dengan orang lokal, saya melanjutkan petualangan ke Kawah Gunung Bromo yang bisa dilihat dari puncak Gunung Bromo. Untuk menuju kawah ini anda harus turun dari puncak Gunung Pananjakan menuju Gunung Bromo. Medan yang anda lewati juga masih sama, dataran yang berpasir dengan luas mencapai 10 kilometer persegi. Untuk memudahkan perjalanan anda sebaiknya anda menyewa transportasi kuda yang memang sudah disediakan di sana. Jika anda ingin berjalan kaki juga tidak masalah, tapi ingat, jarak untuk mencapai kaki Gunung Bromo ini cukup jauh, hari sudah mulai siang sehingga terik matahari juga semakin terasa, debu yang berterbangan yang akan menghambat perjalanan anda jika harus berjalan kaki. Oleh karena itu lebih disarankan untuk menyewa kuda.

Sampai di kaki Gunung Bromo, anda masih harus melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Bromo. Kali ini medan yang harus anda lewati adalah anak tangga yang jumlahnya mencapai 250 buah. Sungguh perjalanan yang cukup melelahkan ya. Tapi tidak masalah bagi anda yang memang hobi berpetualang. Sampai di puncak Gunung Bromo anda bisa menyaksikan Kawah Gunung Bromo yang begitu indah, yang mengeluarkan asap panas. Dijamin perjalan anda yang melalahkan akan terbayarkan setelah anda menyaksikan keindahan alam di puncak Gunung Bromo ini.

Kawah gunung Bromo.




Pura dibawah Gunung Bromo.



Usai puas menikmati indahnya Gunung Bromo, saya melaju ke salah satu tempat wisata yang mulai terkenal dikawasan ini, yakni Air Terjun Madakaripura. Air Terjun Madakaripura masih berada di kawasan wisata Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru di bagian kota Probolinggo. Tepatnya di desa Sapih, kecamatan Lumbang, kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Saya menempuh perjalanan selama 45 menit dari Gunung Bromo. Untuk bisa sampai di depan air terjun, kita harus melakukan perjalanan kurang lebih 20 menit dengan berjalan kaki. Namun, jalur yang ditempuh sudah cukup bagus dan aman karena pemerintah sudah mulai membangun jalan setapak dan jembatan disini dan kita tidak memerlukan pemandu sebenarnya, karena tidak sulit untuk bisa tiba di air terjun ini.

Banyak yang meyakini nama Madakaripura diambil dari tokoh kerajaan Majapahit patih Gajah Mada. Di akhir masa hidupnya, ada yang mengatakan karena gagal mewujudkan sumpah palapa, ada juga yang mengatakan karena sudah berhasil mewujudkan sumpah palapa, pergi menyendiri ke tempat ini untuk menikmati masa tuanya jauh dari hingar bingar kehidupan duniawi. Di area parkir terdapat patung Gajah Mada.





Satu hal yang membuat wisatawan terpesona dengan air terjun Madakaripura adalah ciri khasnya yang meluncur dari ketinggian 200 meter. Tidak hanya itu, di lokasi ini terdapat beberapa air terjun lain yang tidak kalah menarik. Tapi memang yang dari ketinggian 200 meter itu yang paling tinggi. Air terjun utama di Madakaripura ini jatuhnya terpencar membentuk tirai atau titik-titik hujan di teras rumah. Bermain di bawah tirai air terjun ini tentu akan sangat menyenangkan serasa seperti masih anak-anak bermain hujan. Air terjun selamat datang ini berupa air yang turun dari atas dan berbentuk seperti kelambu yang sangat indah. Hampir mustahil bila melewati air terjun ini dalam keadaan kering tanpa payung ataupun jas hujan. Bila kamu tidak ingin basah, kamu wajib memakai payung atau jas hujan plastik.





Pemandangan sangat menarik akan anda temui di air terjun utama. Tebing yang membentuk tirai air terjun itu berbentuk setengah lingkaran setinggi 200 meter. Bisa dibayangkan, anda seperti berada dalam tabung raksasa.






Setelah bermain air dilokasi ini kita bisa menikmati beberapa jajanan gorengan atau mie rebus yang di jual oleh warga yang berjualan disekitar air terjun madakaripura ini.

Wow! Tidak ada kata-kata yang cukup untuk menjelaskan keindahan alam yang saya lihat. It's awesome!

Saya kembali ke Probolinggo setelah puas menikmati keindahan alam. Sesampainya di rumah Hendra, mereka sudah menyiapkan makan siang untuk saya, padahal mereka sendiri sedang menjalankan ibadah puasa. Walau kondisi saya tidak dalam keadaan lapar, namun saya tidak ingin menolak makanan yang sudah dipersiapkan untuk saya. Maka, saya memilih untuk makan dengan riang gembira.

Sebelum berpamitan, pada sore hari Hendra dan Ayahnya membawa saya mengelilingi Probolinggo dan mengujungi hutan Mangrove yang tidak jauh dari kediaman mereka. Setelah berbuka puasa, mereka mengantar saya ke terminal untuk melanjutkan perjalanan menuju Surabaya dan Jepara. Sungguh bahagia bertemu dengan orang-orang baik dan tulus seperti Hendra dan keluarganya. Saya tidak akan melupakan kehangatan yang diberikan oleh keluarga ini. Saya akan selalu ingat dan berharap bisa bertemu mereka di Medan suatu hari nanti.

Hendra and Me.

Me and Hendra's Family.


I love Probolinggo and Bromo because of You and Your Family, Hendra...

Thankyou for everything..










Tidak ada komentar: