Selasa, 15 Oktober 2013

KEBERUNTUNGAN MENURUT PERSPEKTIF BUDDHIS DAN FILOSOFI CINA

KEBERUNTUNGAN MENURUT PERSPEKTIF BUDDHIS DAN FILOSOFI CINA
Oleh : Erica Winata Phenjaya
Telah tercatat ribuan tahun yang lalu, bahwa di bumi ini memiliki banyak sekali ilmu mistik yang menandai tiap-tiap siklus dengan symbol khusus, misalnya seperti huruf hieroglip dan bentuk grafik, bisa pula dalam bentuk binatang-binatang yang kita  temui dikehidupan sehari-hari. Sebenarnya telah berkembang selama ribuan tahun yang merupakan kebijakan universal yang menjadi pedoman hidup bagi orang Cina untuk mencapai kebahagiaan, sekaligus sebagai ilmu pengetahuan yang bersumber dari budaya, adat istiadat, dan kepercayaan. Setiap orang yang lahir dalam penanggalan Cina maka orang tersebut pasti memiliki shio dan itu dapat di lihat dari tahun kelahiran seseorang, dengan mengetahui tahun kelahirannya maka kita dapat mengetahui  apa shio dari orang tersebut. 
Kebudayaan Cina memiliki kebudayaan yang unik, mereka memiliki kebiasaan menghitung keberuntungan dan meramal seseorang melalui tanggal lahir, jam lahir, hari lahir dan tahun lahir. Di tengah era modern seperti ini, sungguh menarik apabila kita masih sering meminta untuk diramal mengenai jodoh, karir, rumah tangga dan kesehatan melalui hal-hal seperti itu. Bahkan tak jarang kita temukan orang yang menggunakan shio untuk mencari saran sebelum membuka bisnis atau menikah. Sesungguhnya, hal apa yang menentukan jodoh, karir, kesehatan atau rumah tangga kita?
a.       Keberuntungan Menurut Filosofi Cina
Dalam kamus, seringkali keberuntungan dan hoki diartikan sama, yaitu diartikan sebagai kemujuran atau nasib. Lalu dalam kehidupan nyata, apakah kita dapat menganggap hoki dan keberuntungan itu sebagai hal yang sama? Dari sumber lain, dituliskan bahwa hoki adalah perpaduan keahlian dan kemauan yang disertai oleh kesempatan untuk menampilkan keahliannya itu, perpaduan ketiga hal tersebutlah yang akan menciptakan hoki pada diri seseorang. Berbeda dengan keberuntungan, keberuntungan tidaklah memerlukan keahlian dan kesempatan untuk menunjukkan keahlian yang dimiliki, namun tanpa keahlian orang tersebut mampu mendapatkan apa yang ia harapkan, itulah keberuntungan. Namun untuk mendapatkan keberuntungan, seseorang juga harus memiliki kesiapan untuk menerima kesempatan itu.
           

Banyak orang, khususnya orang Cina, menganggap bahwa hoki, keberuntungan dan watak atau kepribadian kita ditentukan oleh astrologi Cina yang dinamakan Shio. Jika kita lihat lebih lanjut, pengertian Shio adalah zodiak Tionghoa yang memakai hewan-hewan untuk melambangkan tahun, bulan dan waktu dalam astrologi Tionghoa. Shio adalah simbol hewan Cina yang mewakili dua belas siklus tahunan. Mereka mewakili konsep siklus waktu, berbeda dengan konsep waktu Barat yang diwakili oleh bintang-bintang. Menurut adat Cina tradisional, metode penanggalan adalah berdasarkan siklus, siklus berarti sesuatu terjadi berdasarkan siklus waktu. Metode rakyat yang populer adalah dimana kita dapat melihat metode siklus ini dalam perekaman tahun ke dalam dua belas tanda binatang. Setiap tahun di tandai dengan nama binatang atau shio sesuai dengan siklus yang berputar, binatang-binatang yang tergabung dalam siklus ini adalah : Tikus, Kerbau, Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing dan Babi. Oleh karena itu, setiap dua belas tahun binatang atau shio yang sama akan muncul. Selain penanggalan, shio juga difungsikan untuk mengetahui usia seseorang. Dengan mengetahui shio seseorang, maka kita dapat mengetahui tahun lahir seseorang, sebaliknya jika kita mengetahui tahun lahir seseorang, kita juga dapat mengetahui shio dari orang tersebut.
Banyak sekali orang yang meminta di ramal berdasarkan shio. Pertanyaannya, apakah benar shio dapat dijadikan sebagai bahan untuk meramal kehidupan seseorang? Setiap detik, lahir bayi-bayi di berbagai belahan dunia, tentu saja kita akan menemukan orang yang memiliki shio yang sama, tanggal lahir, bulan lahir, dan tahun lahir bahkan jam lahir yang sama, jika memang benar shio ini menentukan kehidupan seseorang, apakah orang-orang yang lahir pada waktu yang sama itu akan memiliki kehidupan yang sama?
Menurut filosofi Cina, segala sesuatu perubahan dalam kehidupan manusia dan yang terjadi di alam semesta bersumber dari hubungan antara energi positif dan negatif yang sering kita dengar sebagai Yin dan Yang. Yin dianggap sebagai energi negatif dan Yang dianggap sebagai energi positif. Yang atau positif mengacu pada sifat-sifat seperti aktif, berinisiatif,  logis, rasional, atau mandiri. Sedangkan Yin atau negatif mengacu pada sifat pasif, penurut, pasrah, emosional atau saling tergantung. Maka, untuk mempertahankan keharmonisan dan tatanan alam semesta, keseimbangan Yin dan Yang harus dijaga.
Menghitung Jodoh, Rezeki, dan Peruntungan menurut Shio adalah salah satu bidang ilmu pengetahuan praktis Cina yang dapat dipraktikkan kepada siapa saja. Menurut filosofis Cina, perhitungan menurut shio tidak dapat dikatakan sebagai ramal-meramal karena hal tersebut juga dilakukan dengan perhitungan berdasarkan pada situasi dan kondisi alam semesta. Selanjutnya, itu bisa diturunkan untuk menghitung perjodohan antar-shio, karir, atau watak seseorang, selain membutuhkan shio, juga harus dipadukan dengan jam lahir, bulan lahir dan  teori lima unsur, yaitu : Logam, Kayu, Air, Api, dan Tanah. Jadi setiap binatang dalam shio akan memiliki lima jenis unsur, misalnya ada Ayam Logam, Ayam Kayu, Ayam Air, Ayam Api, dan Ayam Tanah. Jadi meskipun punya shio yang sama, tapi jika unsur yang melingkupinya berbeda, akan sifat-sifat yang dimiliki juga akan berbeda. Lalu apakah menghitung Shio bisa membuat orang menjadi sukses atau mendapatkan jodoh yang tepat ? Tentu Shio bukan sebagai penentu tapi sebagai penunjang.
b.      Keberuntungan & Watak Menurut Perspektif Buddhisme
Pertanyaan kebanyakan orang tanyakan adalah apakah agama Buddha menerima atau menolak astrologi Cina yang dikenal sebagai Shio. Tegasnya, Sang Buddha tidak membuat pernyataan langsung mengenai hal ini karena seperti dalam banyak kasus lain, Sang Buddha menyatakan bahwa diskusi mengenai hal-hal seperti ini tidak membawa kemajuan spiritual. Buddhisme, tidak seperti beberapa agama lain, tidak mengutuk astrologi dan orang-orang bebas untuk menggunakan pengetahuan yang mereka bisa dapatkan dari itu untuk membuat hidup mereka lebih bermakna. Namun, jika kita mempelajari ajaran Buddha dengan hati-hati , kita akan datang untuk menerima bahwa pemahaman yang tepat dan cerdas astrologi dapat menjadi alat yang berguna.
Astrologi tidak dapat secara otomatis menyelesaikan semua masalah. Kita harus menyelesaikannya sendiri, astrolog sama seperti seorang dokter yang bisa mendiagnosa penyakit yang kita derita. Astrolog hanya mampu menunjukkan beberapa aspek dari hidup dan karakter kita, dan selanjutnya adalah tugas kita untuk menyesuaikan cara hidup kita. Tentu saja, tugas tersebut telah dibuat lebih sederhana oleh astrolog dimana kita sudah diberitahu apa yang sedang kita hadapi. Sayangnya, sebagian orang terlalu melekat pada astrologi dan setiap mereka mimpi buruk, akan buka usaha atau terjadi sedikit saja hal yang aneh dalam hidup mereka, mereka akan langsung lari ke astolog untuk diramal. Ingat , bahkan sekarang astrologi adalah ilmu yang sangat tidak sempurna dan bahkan astrolog terbaik dapat membuat kesalahan yang cukup serius. Gunakan astrologi dengan cerdas, seperti kita menggunakan alat yang akan membuat hidup kita lebih nyaman dan lebih menyenangkan. Selain itu semua, berhati-hatilah peramal palsu yang keluar untuk menipu, mereka bukan mengatakan yang benar , tapi apa yang ingin kita dengar tetapi belum tentu benar.
Dalam agama Buddha, keberuntungan atau kemalangan dianggap sebagai hal yang netral. Sumber dari keberuntungan dan kemalangan adalah sama, yakni pikiran. Sesuatu itu kita katakan kemalangan apabila harapan tidak sesuai dengan kenyataan, bahkan walau kita sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, namun ternyata kita tidak mendapatkannya, maka itu akan kita sebut sebagai kemalangan. Sebaliknya, jika kita mendapatkan apa yang kita harapkan baik itu dengan mengerahkan usaha ataupun tidak, kita akan menyebutnya sebagai keberuntungan. Dan perlu juga kita pahami bahwa penilaian setiap orang mengenai kemalangan dan keberuntungan itu tidaklah sama, maka dikatakan agama Buddha memandang kedua hal tersebut sebagai sesuatu yang netral.
      Dalam pandangan agama Buddha, takdir dan keberuntungan merupakan buah dan akibat perbuatan diri sendiri. Perbuatan kita dimasa lalu menentukan kehidupan kita di masa sekarang dan perbuatan di masa sekarang menentukan kehidupan kita di masa mendatang. Seperti yang tertulis dalam Tipitaka (Pâli) terdapat pernyatan yang memperlihatkan keyakinan umat Buddha terhadap hukum kamma. Pernyataan tersebut berbunyi :
"Yâdisam labhate bîjam tâdisam labhate phalam. Kalyânakârî ca kalyânam pâpakârî ca pâpakam" (Sesuai dengan benih yang telah ditabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Ia yang berbuat baik akan menerima kebaikan, dan ia yang berbuat jahat akan menerima kejahatan. - Samyutta Nikâya, 1.293)
Menurut ajaran Buddha jalan kehidupan bukanlah sebuah harga mati yang tidak dapat berubah, tetapi akan berubah secara alami jika buah karmanya telah siap dan matang, karena pada dasarnya setiap makhluk mewarisi perbuatannya sendiri.  Walau sudah banyak umat Buddhis yang mengerti hal diatas, namun masih banyak  umat awam yang meyakini ilmu yang trumit, mistis serta takhayul sebagai ilmu yang ampuh membawa keberuntungan dan kebahagiaan, agama Buddha memandangnya sebagai pandangan salah (Miccha Ditthi). Adakah kita umat Buddhis juga berpandangan salah seperti itu? Kita tahu bahwa ada sebagian orang yang memperoleh ketenangan pikiran dari kepercayaan secara membabi buta terhadap ramalan Shio mengenai jodoh, masa depan, kesehatan atau karir mereka, meskipun mungkin sifat ketenangan itu hanya sementara saja, tetapi secara psikologis, ketenangan pikiran memang dapat membantu kita untuk mengenali permasalahan yang sedang kita hadapi, serta dari ketenangan juga akan muncul jawaban atas permasalahan tersebut. Kalau kunci dari penyelesaian masalah ada pada ketenangan pikiran, mengapa harus berputar jauh mempercayai ilmu ramalan, bukankah Sang Buddha sendiri telah mengajarkan secara langsung metode pengendalian dan penenangan diri itu?
Sebagai penutup, mari kita lihat kutipan Brahmajala Sutta berikut ini :
[ Maha Sila 26. Atau ia berkata : “Sementara beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, namun mereka masih tetap mencari panghasilan dengan mata pencaharian yang salah, yaitu dengan cara yang rendah sebagai berikut : menentukan hari baik untuk perkawinan, menentukan hari baik bagi mempelai pria dan wanita untuk pergi, menentukan hari baik untuk keharmonisan, ... Tetapi Samana Gotama tidak melakukan hal-hal tersebut.” ]
Penentuan hari baik yang dimaksud dalam Sutta itu akan dihubungkan dengan shio dalam perhitungan ramalan Shio. Dengan kata lain, hari baik kita ditentukan oleh shio kita. Sebagai umat Buddhis yang mengetahui dan mengerti Jalan Mulia Berunsur Delapan, apakah perilaku kita sesuai dengan ajaran Buddha bila melakukan mata pencaharian salah seperti tertulis di atas? Atau, bila umat Buddhis mempercayai ramalan Shio secara takhayul dan membuta, berarti secara tidak langsung kita telah membantu menciptakan mata pencaharian yang rendah, yang berarti kita jugalah yang telah membantu menjerumuskan orang lain melakukan mata pencaharian rendah tersebut. Maka dari itu, mari kita kembangkan dan lestarikan budaya Shio secara ilmiah, bukan secara takhayul dan membuta. Jangan berharap keberuntungan datang kepada kita atau akan diserahkan kepada kita dengan mudah tanpa upaya benar. Jika kita ingin menuai panen, kita harus menabur benih dan haruslah biji yang tepat. Ingat, Kesempatan mengetuk pintu, tetapi kesempatan itu tidak pernah diberikan kunci untuk mendapatkan pintu masuk.




Daftar Pustaka / Referensi :

Be, Tan I(2007). Menghitung Jodoh, Rezeki,  dan Peruntungan Menurut Shio. Jakata : Tangga Pustaka. ISBN: 979-9051-49-5
Buku berbahasa Mandarin: Li Shu Bai Wen Bai Da (Seratus Tanya Jawab Seputar Ilmu Penanggalan), editor: Tang Han Liang – Lin Shu Ying, Penerbit Jiangshu Kexue Jishu – China, 1995
 Brahmajala Sutta, Badan Penerbit Buddhis Aryasuryacandra, 1990
 Osgood, Charles E. "From Yang and Yin to and or but." Language 49.2 (1973): 380–412 . JSTOR. 29 Sep 2013 <http://www.jstor.org/search>

Artikel ini sudah memenangkan kategori "Penulisan dan Presentasi Artikel Ilmiah Buddhis" Tingkat Nasional tanggal 7 - 11 Oktober 2013 di Jakarta.


Tidak ada komentar: